Hubungan Dafa dan Rindu kian membaik. Tugas Rindu untuk memenangkan hati ibu kandungnya agar mau membuka hati lagi untuk mempertimbangkan Dafa menjadi calon menantunya pun sudah berhasil dilakukannya. Walaupun ibu Rindu masih bertanya, "kamu yakin dia ga akan ngecewain kamu lagi?"Â
Jauh di hati kecilnya, Rindu masih tidak tau jawaban pastinya. Ia mencoba tersenyum agar orangtuanya tidak bisa membaca keraguan hatinya, "insya Allah, Ma" Â
Februari hanya tinggal dua bulan saja, dan ia akan melihat bukti kesungguhan Dafa padanya. Namun, seperti kata orang bijak; manusia berencana tapi Tuhan juga yang menentukan. Rencana Rindu dan Dafa mendadak hancur lagi untuk kedua kalinya.Â
Rindu sendiri tidak begitu paham letak permasalahan tepatnya. Rindu memang dijodohkan oleh orangtuanya dengan pria lain, tapi begitu Dafa muncul lagi, dia cuma ingin Dafa yang mendampinginya seumur hidup. Orangtua Rindu pun mengerti hingga memberikan restunya walaupun dengan rasa was-was. Dafa pun tau posisi Rindu tersebut. Yang Dafa tidak pernah tau adalah Rindu sudah memilih dia jauh sebelum Dafa datang, bahwa bagaimanapun hatinya akan selalu untuk Dafa. Namun yang terjadi membuat Rindu tidak habis pikir bagaimana bisa lima hari mengubah hati Dafa 180 derajat?
Hari itu Rindu meminta waktu pada Dafa untuk memilih antara dia dan Arif. Dafa pun mengizinkannya. Dafa juga meminta waktu jika beberapa hari ke depan dia akan sibuk dengan tugas kantornya. Akan ada acara ulang tahun perusahaannya dan dia merupakan salah satu panitia. Selama beberapa hari tersebut mereka memang tidak berkomunikasi. Rindu sebenarnya ingin memberi tahu Dafa bahwa dialah yang Rindu pilih namun Rindu sengaja menunggu waktu yang tepat, yaitu setelah acara kantor Dafa selesai.Â
Senin malam, Rindu menelpon Dafa untuk memberi tahu kabar gembira tersebut
"Assalamu'alaikum Daf" ucap Rindu memulai pembicaraan
"Wa'alaikumsalam" hening sejenak
"Aku nelpon kamu buat ngasih tau kamu keputusan aku..." ucapan Rindu terpotong
"Ga usah dilanjutin, aku udah tau kok keputusan kamu, selamat ya, aku doain kamu bahagia sama keputusan kamu" mendadak Dafa berubah dingin
"Aku cuma mau ngasih tau kalau aku mau ngabisin sisa hidup aku sama kamu" hening panjang menyergap. Rindu merasa semua kekhawatirannya terhadap Dafa akan terjadi lagi.
"A..a...aku ga tau harus bersikap gimana sekarang. Kamu ga ada kabar 5 hari, aku pikir kamu udah milih dia daripada aku. masalahnya uang tabunganku udah aku depositoin" Entah kenapa Rindu merasa mungkin dia harus menyiapkan dada yang lapang karena kalimat selanjutnya dari Dafa pasti akan sangat menyakitkan untuk ia dengar, Rindu menarik napas panjang seraya berucap "Daf, deposito masih bisa diurus, tenang jangan panik"
"Oke, itu bisa diurus, tapi ada satu masalah besar lagi... aku udah jadian sama Caca. Ga mungkin aku mutusin dia, dia udah baik banget sama aku. Waktu aku terpuruk karena mikirin kamu lebih milih Arif daripada aku, dia yang nenangin aku, yang menghibur aku.. Seengganya aku perlu waktu untuk coba mutusin dia. tolong kamu ngerti"
Sebagai wanita, ada ketakutan yang teramat besar merasuk ke dalam hatinya. Kejadian ketika Dafa memutuskannya secara tiba-tiba tanpa alasan yang jelas lalu memilih wanita lain dulu, terngiang kembali dalam ingatan Rindu. Ia merasa kali ini pun akan sama. Rindu merasa Dafa tidak akan pernah kembali untuknya. Walaupun begitu dia tetap bertahan dan memperjuangkan apa yang seharusnya ia perjuangkan.
Menunggu Dafa hanya membuat hatinya kembali hancur menjadi ratusan bahkan mungkin ribuan keping. Rindu sadar bahwa mempertahankan orang yang memang tidak ingin bersamanya lagi hanya membuat luka di hatinya semakin dalam. Banyak sekali pertanyaan yang tidak terjawab tapi dia memilih untuk tidak mempertanyakannya kembali. Rindu memilih jalan lain, meninggalkan Dafa dengan perempuan yang Dafa pilih, untuk kesekian kalinya. Bukan karena dia tidak mau berjuang, tapi memperjuangkan orang yang  tidak mau diperjuangkan adalah hal yang sia-sia.Â
Rindu belajar kembali memaafkan Dafa. Memaafkan semua yang Dafa lakukan kepadanya. Proses ini sudah pernah ia lewati dan akan lebih mudah, pikirnya. Kenyataannya, tidak ada yg lebih mudah walaupun hal tersebut sudah terjadi berulang kali. Rindu cuma manusia biasa yang punya rasa kecewa. Kecewa karena Dafa sudah mempermainkan kepercayaan yang sudah dia dan orangtuanya kembali berikan. Kenapa dia harus mengalami hal yang sama dengan orang yang sama lagi dan lagi? Tapi dia punya Tuhan yang menguatkan dia, meluluhkan amarahnya untuk kembali memaafkan Dafa. Ia juga bersyukur selalu dikelilingi oleh teman-teman yang selalu memberikannya semangat, hingga ia merasa merelakan Dafa jauh lebih melegakan dibanding mempertahankannya.Â
***
Rindu dan Nurul sedang menikmati Caramel Machiato yang mereka beli dari saah satu gerai kopi ketika ada pesan masuk dari orang yang ia sangat kenal
"Assalamu'alaikum, Rindu. Apa kabarnya sayang, ibu udah lama ga denger kabar kamu. Kalau Rindu ada waktu, boleh kan ibu telepon rindu?"
Rindu tersenyum melihat layar handphonenya, mungkin ibu mau nyampein berita gembira, mungkin Dafa mau menikah, begitu pikirannya. dia langsung membalas pesan dari Ibu Dafa. "Wa'alaikumsalam, Ibu, alhamdulillah kabar Rindu sehat wal'afiat. iya boleh ibu, kebetulan Rindu lagi istirahat makan siang. Tidak lama handphone Rindu bergetar tanda ada panggilan masuk.
"Assalamu'alaikum Rindu, sebelumnya ibu minta maaf banget sama kamu, sama keluarga kamu juga. Ibu ngerasa kamu tuh udah baik banget sama ibu dan keluarga. Ibu mohon sama kamu tolong jangan benci sama ibu, bapak, juga tolong maafin Dafa. walaupun ibu tau ibu udah ga pantes minta apa-apa lagi dari kamu. Ibu rasa maaf juga ga pantes ibu dapetin karena kesaahan anak ibu sama kamu."Â suara Ibu Dafa terdengar menahan tangis
"Loh kenapa ibu minta maaf, Rindu ngerasa ibu ga punya salah sama Rindu. Rindu itu beneran sayang sama ibu, bapak, dan adik-adik bukan cuma sayang sama Dafa aja. Cuma kan Rindu emang mungkin ga jodoh sama Dafa, mungkin garisnya emang cuma kadi temen, bu. Rindu udah maafin kok semua salah Dafa"
tangis Ibu Dafa pecah "Alhamdulillah kalau kamu udah maafin Dafa, ibu sebenernya ga tau mau nyampein ini gimana sama kamu. Tapi rasanya kamu harus tau langsung dari ibu. Rindu, Dafa mau nikah"
"Alhamdulillah, tapi kenapa ibu nangis?"
"Karena ibu masih ga rela Dafa nikah sama Caca, ibu masih ngarepin kamu yang jadi menantu ibu"
"Mungkin emang bukan jodohnya Rindu sama Dafa, bu. Ibu harus bisa ikhlas, kan Caca juga udah berubah jadi yang lebih baik. Rindu takutnya ada apa-apa kalau ibu ga ikhlas ngelepas Dafa sama Caca"
"Ibu ga tau bisa ikhlas apa ga, mungkin masih butuh waktu. berbulan-bulan ibu bener-bener ngarepin Dafa bisa balik sama kamu tapi ini yang ibu dapet. Ibu masih belum bisa nerima Caca, Rindu. Berat buat ibu. Pokoknya ibu mohon sama kamu jangan benci sama ibu dan bapak disini. Kamu iyu udah ibu dan bapak anggap anak kami sendiri. Jangan putus silaturahmi ya Rindu, main-main ke rumah, tengokin ibu sama bapak di Depok ini.
"Insya Allah, bu, kalau ada waktu Rindu pasti kesana. O iya bu, kapan Dafa nikahnya?"
"Bulan agustus ini, pertengahan"
"Wah bulan ini, Rindu mungkin ga bisa datang bu. Masih ada kerjaan. Salam aja buat Dafa, sampein maaf Rindu ga bisa datang"
"Ibu ngerti kalau kamu ga mau datang ke acara nikahan Dafa, mungkin kamu masih kesel dan benci sama dia. Ibu juga ga akan ngebiarin kamu kesini dan jadi sedih"
"Sama sekali engga bu, Rindu malah seneng kok, cuma emang ada kerjaan yang belum bisa ditinggalin, ibu juga baru ngasih taunya sekarang"
"Cuma acara kecil-kecilan di rumah aja, Rindu. bukan di gedung. pokoknya tolong jangan benci ya Rindu sama ibu, maafin semua salah anak ibu sama kamu dan keluarga besar. ibu doain kamu dapet jodoh yang jauh lebih baik daripada Dafa, yang sayang sama kamu, dan tanggungjawab sama kamu"
"Amiiinnn ya Allah"
"Segitu dulu ya Rindu, ibu harus masuk kerja lagi, kamu baik-baik disana, assalamu'alaikum"
"wa'alaikumsalam" Rindu menghela nafas panjang, seolah melepaskan semua beban. Sedari tadi Nurul memperhatikan Rindu. Mereka bertatapan selama beberapa detik
"Kok lo betah sih dengerin ibunya drama begitu?"
"Huuss ga boleh ngomong gitu, gue rasa ibunya tulus minta maaf sama gue. ya udahlah... lagian gue sebenernya emang ga ada masalah sama ibunya.
"Iya harusnya yang minta maaf bukan ibunya tapi orangnya langsung, dasar cemen" geritu Nurul. "Tapi lo beneran ga apa-apa kan, how do you feel?"
"Honestly, gue udah bisa nebak kalo ibunya mau ngabarin Dafa mau nikah. it's natural sense. perasaan gue masih kuat kalo berhubungan sama Dafa. I'm fine, better. Cuma ya kalo rumah tangganya mau adem ayem seharusnya dia emang minta maaf sama gue. karena dia pernah bilang sama gue sesuatu yang dimulai dengan cara ga baik pasti bakalan berakhir dengan ga baik juga, gitu juga sebaliknya. Nah menurut lo dia mulai hidup baru dengan cara apa?"
"Hahaha... eh bener loh, kalo bahagia dimulai dengan melukai banyak hati apa masih pantes itu disebut bahagia? gue rasa sih ga akan bertahan lama"
"Husss doain yang terbaik aja, semoga sakinah mawadah warrahmah"
"Ih kalo lo mau doain dia yang baik-baik, sana lo aja. Gue sih ga, menurut gue dia ga pantes buat dapetin doa yang baik-baik"Â
Rindu cuma bisa tersenyum sembari menyeruput kopinya yang sudah mulai dingin.Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI