Mohon tunggu...
Araska Mada
Araska Mada Mohon Tunggu... -

Semua tulisannya boleh disebarkan secara bebas... :)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Pengarang Favorit

28 Mei 2016   08:32 Diperbarui: 28 Mei 2016   08:51 67
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Berbicara mengenai pengarang favorit, tidak akan terlepas dari cerita perjalanan dalam menemukan karya-karya mereka, pada akhirnya membuat seseorang mengingat kembali masa-masa awal mereka dalam menapak perjalanan menuju pada dunia cerita.

Ada masa-masa saat seorang bocah kecil yang belum lulus membaca, membolak-balikkan buku cerita bergambar dengan judul Doraemon dan Kung Fu Boy. Setiap kali hendak membacanya, bocah itu akan mencuci bersih tangannya dan menyucikan dirinya untuk mempersiapkan diri membolak-balikkan halamannya dengan perasaan berdebar-debar. Setiap kali halaman semakin menipis dan mendekati akhir, rasa takut semakin menguat. Saat akhir halaman ditutup, yang tersisa adalah khayalan yang mencoba menembus batas halaman menebak-nebak apa yang akan terjadi pada cerita yang bersambung tersebut.

Fujiko Fujio pengarang doraemon, siapa yang tidak kenal pengarang ini yang memperindah masa kecil orang dewasa zaman ini, mereka yang membuat hidup mereka lebih beragam dengan kantong ajaib doremon dan membuat anak-anak berkhayal. Mengajari anak-anak akan arti mimpi dan persahabatan.

Di suatu masa dulu, menemukan cerita tidaklah mudah, buku-buku menarik diperdagangkan dengan harga tinggi. Membaca hanya bisa didapatkan dari buku-buku cerita dalam pelajaran bahasa Indonesia atau mengemis pada sahabat yang tajir yang memiliki banyak buku. Pada masa bocah tersebut, dia menemukan taman bacaan yang menyewakan buku sebagai surga hidupnya. Yang dulunya dia hanya mengais-ngais tetangga yang merupakan pengumpul barang bekas, tidak jarang ada buku-buku bacaan di sana. Jika pun bocah itu membeli sebuah buku, harus menunggu setahun sekali setelah lebaran.

Saat buku bergambar telah dibacanya habis di masa tersebut, mengosongkan seluruh cerita bergambar di taman bacaan kota kecil yang tidak seberapa, bocah itu pun melumat buku-buku bacaan yang penuh kata-kata berukuran tipis. Pada saat itu ada buku-buku terjemahan seperti Empat Sekawan, Goosebump, Animorphs dan sebagainya, akan tetapi di hati bocah tersebut, sebuah buku yang sangat berarti baginya bukanlah buku-buku terjemahan tersebut, tetapi sebuah buku tipis yang gokil dan humornya luar biasa, yang berjudul LUPUS. Saat otak kecil belum dapat membedakan buku luar dan buku dalam negeri, baginya LUPUS ada buku terbaik dalam kehidupannya masa itu. Pengarang LUPUS, tentu saja dia belum tahu siapa, tetapi pastinya dia adalah dewa segala dewa pengarang di masa bocah itu.

Hilman Hariwijaya, pengarang Lupus, apakah ada yang tidak kenal dengan beliau? Pengarang ini membagikan kisah-kisah gokil, canda, tawa humor, dalam bentuk Lupus, Boim, dan akhirnya sebuah manis dan pahit dengan nama Poppy. Semua itu mengisi dan mewarnai kehidupan bocah tersebut saat tumbuh besar dalam menggapai cita dan cinta.

Setelah masa-masa indah itu berlalu, yah terpaksa berlalu karena isi taman bacaan tidak sebanyak yang diduga, bocah itu mulai menghajar buku-buku tebal yang selama ini menjadi milik emak-emak, yang berisi kisah cinta dewasa. Dari buku karangan Fredy S ( memang waktu itu usia masih muda dan belum memahami beberapa isinya, akan tetapi bukankah semua buku sama saja? Selama ada bacaan itu berarti masih ada makanan otak ), Mira W, Marga T, buku-buku terjemahan seperti Kongo, Superman is dead, majalah Kartini, dan sebagainya. Buku-buku/majalah ini mengikuti perkembangan sang bocah, namun karena banyak yang tidak dimengerti, buku-buku tersebut tidak banyak menancapkan apapun pada mentalnya.

Saat mencapai usia tertentu, bocah itu mulai pindah ke kota yang lebih besar untuk melanjutkan perjalanan pendidikan. Yang bagi otaknya hanyalah menargetkan perpustakaan kota dan taman-taman bacaan di kota yang lebih besar dan lebih lengkap.

Di sanalah bocah itu berkenalan dengan kisah-kisah legenda yunani, kisah-kisah dari negara-negara lain seperti Sam Kok (Tiga kerajaan), juga termasuk kisah-kisah silat jadul yang termasuk di dalamnya Khoo Ping Hoo, Gan. K.L, Jin Yong ( Return of Condor Heroes, kisah si Yoko dan Kwe Ceng ), dan juga Khu Lung. Kisah-kisah ini membuat dunia bocah tersebut semakin meluas dan memiliki keinginan besar untuk melakukan pertualangan ke dunia Kang Ou ( Dunia persilatan ). Mungkin setelah bocah tersebut sudah dewasa dan tamat belajar, untuk saat itu dia hanya dapat bertualang dalam buku-bukunya.

Jin Yong dan Khu Lung adalah dua nama besar yang ikut memperkaya kehidupan banyak wilayah asia dengan genre WUXIA atau dunia persilatan mereka. Nama Khu Lung, Jin Yong dan Liang Yusheng adalah tiga pillar utama yang membangun dunia Wuxia Asia hingga mencapai seluruh dunia di masa ini dan memberikan tempat bagi para pengarang sekarang untuk mengisi genre tersebut. Genre Wuxia di dalam negeri mulai menghilang akan tetapi di luar negeri terutama di China, para pengarang muda Wuxia bermunculan dan menulis tidak hanya bagi buku atau perfilman, akan tetapi juga blog dan juga web novel yang dapat diakses dari telepon genggam.

Setelah masa bocah itu menamatkan pendidikan, kehidupannya dalam membaca terbuka semakin lebar dan luas lagi. Setiap bulannya dia memastikan dirinya untuk membaca buku apapun yang mampu diraih oleh gajinya. Di saat itulah bocah tersebut semakin memahami nilai-nilai dari sebuah buku dan juga nilai dari para pengarangnya.

Buku-buku cerita, novel dan buku bacaan tidak lagi hanya mengisi waktu luangnya, akan tetapi juga mulai mempengaruhi kehidupannya. Buku-buku tersebut menjadi pilar dan juga pegangan dalam mengarungi kehidupan yang tidak terduga.

Buku seperti Think And Grow Rich yang merupakan kitab suci para pengusaha, karangan Napoleon Hills, diterbitkan tahun 1937. Buku ini bertahan hingga masa kini dan masih juga diperjualbelikan, karena kekuatan isinya tidak lekang oleh waktu. Pengarangnya dapat diacungi jempol karena perjuangannya dalam membuat sebuah mahakarya seperti ini.

Buku-buku akan semakin bernilai saat pengarangnya mampu memasukkan nilai-nilai di dalam bukunya dan melihat berapa lama buku tersebut mampu bertahan melewati perkembangan zaman, usia dan manusia itu sendiri. Oleh karenanya bocah tersebut mulai menaruh rasa hormat mendalam pada buku-buku yang dapat melewati banyak masa tanpa terkikis oleh keperkasaan waktu dan isinya tidak lekang diperbincangkan oleh berbagai generasi dan terus dihormati.

Buku Tiga Kerajaan/ Sam Kok/ Three Kingdoms ditulis oleh seorang pengarang bernama Lu Guanzhong sekitar tahun 1400-an. Cerita ini, tidak hanya terkenal pada masa tersebut, tetapi bertahan hingga masa kini dan bahkan dikembangkan terus-menerus di masa ini sebagai cerita perfilman, game dan teater lokal. Kisah Tiga Kerajaan, Impian Paviliun Merah, Perjalanan ke Barat (kera sakti), Shui Hu Cuan ( 108 Pendekar ) Adalah empat mahakarya dan karya besar dari China yang sampai saat ini menjadi pondasi dunia sastra China.

Buku Romeo and Juliet, Hamlet, Othello, Macbeth dan karangan lainnya Shakespeare antara tahun 1591-1611 telah menjadi pondasi kuat bagi perkembangan penulisan Eropa. Buku-buku tersebut hingga kini yang telah lebih dari 400 tahun masih juga bertahan dan terus terdengar gaungnya di teater-teater dan dunia perfilman tanpa terkikis isinya. Yang sebelumnya ada pengarang bernama Homer ( 850 SM ) yang menuliskan kisah Illiad and Odyssey dan merupakan pilar sastra Eropa di masa lalu dan terus bertahan hingga masa kini.

Buku cerita seperti Mahabharata dan Ramayana yang diperkirakan ditulis pada tahun 400 M., merupakan kisah yang harus diperhitungkan, karena nilai-nilai ceritanya bertahan lebih dari 1600 tahun dari masanya dan hingga kini masih terdengar bahkan terus dipenerjemahkan. Pengarang tidak memasukkan kitab suci meski kitab-kitab ini tentunya jauh di atas cerita-cerita ini.

Sedangkan siapakah pengarang terbaik dunia dari sepanjang masa? Dari sebuah survei luar negeri berdasarkan jajak pendapat 150 pengarang terkenal dunia, mereka menempatkan nama seorang pengarang yang mereka akui sebagai pengarang terbaik sepanjang masa.

Beliau adalah Leo Tolstoy dengan bukunya Anna Karenina (1875) yang merupakan salah satu dari mahakarya sastra Rusia.

Kalimat pembuka terkenal Anna Karenina adalah, “Happy families are all alike; every unhappy family is unhappy in its own way.”

Keluarga yang bahagia, semuanya terlihat sama, setiap keluarga yang tidak bahagia, mereka tidak bahagia dengan cara mereka masing-masing.

Nam pengarang besar lainnya ada seperti Ernest Hemingway yang pernah dianggap sebagai Sang Nabi dalam sastra Amerika dan meletakkan pondasi kuat perkembangan sastra dan penulisan cerita bagi generasi berikutnya.

Kalimatnya yang terkenal adalah, “Show, Don’t Tell.”

Tunjukkan, Jangan ceritakan.

Bagi bocah ini para pengarang pendahulu ada mereka yang menempatkan sebuah jalan untuk dapat ditapaki para pengarang sesudahnya dan mengembangkan cerita-cerita yang lebih baik lagi. Lalu apakah para pengarang Indonesia akan melahirkan karya-karya mereka yang sanggup mendunia dan bertahan hingga ratusan tahun? Melahirkan sebuah karya yang akan menjadi mahakarya sastra Indonesia dan dihormati seluruh dunia tanpa keraguan?

Bukankan penulisan dan cerita itu semuanya hanya berasal dari sebuah Ide?

Jika ada pertanyaan siapakah pengarang favorit? Mungkin sulit untuk bocah ini menjawabnya, karena bocah tersebut masih juga membaca hingga akhir hayatnya dan pengarang yang bagus dari masa lalu terus bermunculan saat membaca karya mereka.

Namun satu hal yang pasti, siapakah pengarang favorit masa depan bocah ini? Jawabannya adalah DIRIMU, kelak engkau para pengarang akan menghasilkan karya-karya besar mendunia dan terkenal, saat itu, bocah ini akan menjadikan dirimu wahai para pengarang cerita sebagai pengarang favoritnya.

Para pengarang hidup hanya sekali, mati hanya sekali, kisahnya akan abadi dalam ratusan tahun dan bertahan hingga puluhan generasi. Menemani para ombak muda selanjutnya dalam menghadapi kehidupan mereka di masa mendatang.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun