Oleh Halwa Hasnia Noor dan Raudatur Ridha *
Menuju Indonesia kreatif, semboyan tersebut mungkin mewakili tujuan dari kegiatan pelatihan sasirangan yang diadakan oleh GenBI (Generasi Baru Indonesia) KalSel dan Bank KalSel, serta dengan support dari Bank Indonesia yang telah membentuk GenBI.
Pelatihan dilakukan selama 4 hari dari 26 Juli sd 4 Agustus 2016, dengan peserta yang terbagi menjadi 2 kloter, tiap-tiap kloter ada 25 orang. Materi yang diberikan dalam pelatihan tidak hanya sejarah kain sasirangan tetapi juga praktek pembuatannya.
Menengok sejarah singkat kain sasirangan, Soesilo Niti Oetomo atau yang sering disebut Bapak Sulis, selaku narasumber pelatihan ini Ia mengatakan, “dengan melihat perkembangan zaman modern, maka masyarakat di Banjarmasin dengan didukung oleh Departemen terkait, menganjurkan agar sasirangan di proses secara modern, tetapi tidak menghilangkan ciri khas yang ada, agar sasirangan dapat dipakai oleh kalangan umum, dan dapat dipakai untuk keperluan sehari-hari. Maka sekitar tahun 1984, sasirangan mulai dikembangkan dan dipasarkan secara bebas, dan hasilnya sangat menggembirakan serta diterima oleh masyarakat luas,” ungkapnya
Selain itu, agar para peserta mengerti dan paham secara keseluruhan mengenai kain sasirangan, Sulis menuturkan bahwa sasirangan berasal dari kata sirang yang berarti diikat, atau dijahit dengan tangan dan ditarik benangnya, atau dalam istilah bahasa berarti menjahit dengan cara menjelujur.
Sasirangan adalah kain adat suku Banjar di Kalimantan Selatan. Dimana menurut hikayat cerita, kain sasirangan menjadi satu dari dua syarat yang diajukan Putri Junjung Buih pada Patih Lambung Mangkurat, agar Putri dapat muncul ke permukaan yang saat itu masih menjadi buih. Arti dari namanya ‘Sa’ berarti ‘satu’ dan ‘Sirang’ berarti ‘jelujur’. Seusai dengan prosesnya yaitu di jelujur (menjahit jelujur), di simpul jelujurnya atau mengerutkan dan menali, kemudian di celup pada pewarnaannya, barulah benang jahitan dilepas. Bagian kain yang tidak terkena warna adalah motifnya.
Apa yang di maksud menjelujur tersebut, memang membutuhkan keterampilan dan kecepatan tangan, apalagi untuk pemula, itu terasa cukup melelahkan. Bagi pemula, proses pewarnaan cukup membutuhkan ketelitian, jika salah sedikit bisa jadi kita tidak menghasilkan warna yang kita inginkan, atau bahkan warnanya bisa luntur atau hilang.
Antusiasme peserta yang mengikuti pelatihan, terlihat dari hasil pelatihan yang mereka peroleh, hampir semua peserta sukses membuat sasirangan, bahkan nampak seperti sudah profesional dan mempunyai harga jual yang patut diperhitungkan
“Denngan mengikuti pelatihan sasirangan ini, dapat menambah wawasan kita mengenai budaya Kalimantan Selatan serta melestarikan supaya regenerasi kita dapat mengetahuinya. Selain itu pelatihan ini dapat menambah skill terutama dalam hal teknik pembuatan dari desain, menjahit hingga proses pewarnaannya,” kata Nazia Rahmi Suryana yang akrab disapa Nazia, salah satu peserta pelatihan sasirangan.
Dalam pembuatan sasirangan tidak terlepas juga dari yang namanya kendala, diantaranya teknik menjahit, menyisit serta proses pewarnaan, ini adalah tahap-tahap dalam pembuatan sasirangan yang diperlukan kesabaran dalam melaukannya.
Nazia juga mengatakan hal serupa, “mungkin teknik menjahit menyisit serta proses pewarnaan yang mengalami kesulitan, karena diperlukan ketelittian dan kesabaran. Gak bisa asal-asalan kalau mau hasil yang baik,” ungkapnya.
Nazia menambahkan bahwa, “Pelatihan Sasirangan jelas sangat berpotensi, mengingat banyaknyaantusiasme pencinta batik sasirangan, tinggal dikembangkan lagi bagaimana sistematika strategi produksi dan pemasaran.”
Sejalan dengan Nazia, Niezar yang merupakan salah satu peserta pelatihan sasirangan mengatakan, “pelatihan sasirangan ini sangat bermanfaat sekali bagi semuanya, terutama generasi baru seperti kita. Karena dengan adanya pelatihan ini dapat memahami bagaimana langkah dan cara pembuatan, sehingga rasa menghargai kain sasirangan kita ini akan timbul, dan menimbulkan rasa cinta kepada kain sasirangan tersebut. Sehingga generasi baru dapat ikut serta melestarikan budaya kain kita ini ,dan tidak hilang dimakan zaman,” ucapnya.
Diakhir kegiatan pelatihan sasirangan, Madan selaku Koordinator komunitas GenBI Kalsel mengatakan, “Tujuan Pelatihan Sasirangan yaitu menumbuhkan kecintaan kepada warisan budaya dan menumbuhkan semangat kewirausahaan. Tidak ada kegagalan dalam pelatihan ini, karena kegagalan itu terjadi hanya ketika kita berhenti berusaha (dalam hal ini membuat sasirangan) selama kita terus berusaha yang ada hanya kesuksesan,” ungkapnya.
* Penulis, Mahasiswi FKIP Prodi PLB UNLAM dan Peserta Pelatihan Menulis di LanSa ABK.
https://www.facebook.com/1384010988569715/photos/?tab=album&album_id=1593893147581497
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H