Mohon tunggu...
Very Important Person
Very Important Person Mohon Tunggu... Pilot - Saya akan mengungkap segala sesuatu tentang

I am not perfect, but I am limited edition

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Himbauan Untuk Semua Elemen Masyarakat, Informasi Untuk Penegak Hukum

9 September 2017   22:25 Diperbarui: 9 November 2017   11:20 11565
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kadang dia juga menggunakan atribut instansi tertentu

1. Membuat calon korbannya lemah secara mental atau dengan kata lain membuat calon korbannya ketakutan dengan kisah masa lalunya sebagai perampok toko emas di daerah Blauran, Surabaya. Mengaku bahwa dirinya sadis, pernah memotong telinga seorang preman yang menganiaya anak buahnya. Padahal sebenarnya dia bukan bos yang punya anak buah.

2. Selalu menunjukkan/membawa celurit dan mandau (senjata khas suku dayak) kepada calon korban. Tujuan utamanya seperti yang tersebut pada nomor satu, yaitu melemahkan mental calon korbannya.

3. Selalu mengaku kenal dekat dengan pejabat TNI, POLRI, KPK, BIN, Dirjen Bea Cukai, dan instansi pemerintahan yang lain. Tujuan utamanya adalah menegaskan bahwa dia adalah bagian dari mereka dan dia bukan orang sembarangan. Selain mengaku dekat dengan orang-orang penting, dia juga kerap mengaku bahwa dia adalah anggota aktivis Geranat (Gerakan Anti Narkotika), anggota aktivis Kontras, pengacara, intel dan duta anti kriminal polsek Karangpilang dalam waktu bersamaan.

4. Hidupnya selalu berpindah-pindah, kontrak rumah dari wilayah satu ke wilayah lain, sejauh ini masih di wilayah Jawa Timur. Biasanya dirumah padat penduduk, dan lokasinya tidak terlalu jauh dengan komplotannya.

5. Selalu berusaha untuk menawarkan bantuan apa saja sesuai kebutuhan calon korban (meskipun korban tidak memintanya), dari situ dia mulai melakukan aksinya menggunakan gendam/hipnotis. Dari kebutuhan korban akan bantuannya tersebut dia mulai menguras harta korbannya secara bertahap.

6. Selalu meminjam/meminta copy KTP/SIM/identias lain korbannya, indikasinya untuk melancarkan aksi kejahatannya. Salah satunya untuk registrasi kartu SIM yang digunakan dalam berkomunikasi.

7. Selain 6 modus diatas, modus lainnya adalah berakting, bahkan menagis didepan korban jika perlu, menceritakan tentang masa lalunya yang kelam, disia-siakan oleh ibunya, ibunya pilih kasih, dsb. Itu semua untuk menarik simpati korbannya. Dua metode, yang satu dengan menakuti calon korban, yang kedua dengan menarik simpati calon korban.

8. Ketika dia berperan sebagai pengacara maka dia seolah-olah akan membantu korbannya untuk membuat draft BAP sesuai dengan perkara yang dihadapi korbannya. Disini dia mulai menguras harta korbannya, mulai dari biaya pendaftaran perkara IDR 100.000, lalu IDR 350.000 untuk suap jaksa, hingga suap hakim senilai IDR 1.000.000. Kira-kira masuk akal atau tidak jumlah nominal untuk suap hakim?... Jawabannya anda pasti bisa melogika sendiri.

Disisi lain untuk meyakinkan korban bahwa dia bagian dari peradilan, dia juga berupaya untuk mengajak korban menemui rekan paniteranya (bisa di PN Surabaya, PN Bangil, dsb.). Korban tidak boleh mengikutinya untuk masuk ke ruangan tempat dia jajian dengan rekannya, alasannya sangat tidak masuk akal "hanya dia yang boleh bertemu dengan teman paniteranya yang bernama boy" (kami yakin ini juga nama fiktif) padahal kejadian yang sebenarnya, korban disuruh menunggunya di kantin pengadilan, lalu dia berjalan ke lantai 2 seolah-olah bertemu dengan rekannya, padahal hanya nongkrong sebentar di lantai 2 sambil menghabiskan sebatang rokok dan kembali menemui korban, seolah-olah sudah bertemu dengan rekannya dan mengatakan bahwa saat itu rekannya belum bisa ditemui karena sedang sibuk. Sekali lagi... Itu semua dilakukan untuk meyakinkan korbannya saja.

Selfie di depan masjid Sabilil Hikmah, Griya Kebraon Utara
Selfie di depan masjid Sabilil Hikmah, Griya Kebraon Utara
9. Selalu menyatakan dirinya adalah "saudara" setelah calon korban statusnya menjadi korban.

Misalnya:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun