Mohon tunggu...
Arako
Arako Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

Best in citizen journalism K-Award 2019 • Pekerja Teks Komersial • Pawang kucing profesional di kucingdomestik.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Animal Abuse, Mau Sampai Kapan?

6 November 2019   18:49 Diperbarui: 7 November 2019   10:31 1129
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya baru baca berita di kompas.com tentang insiden penyiraman air panas 6 ekor anak anjing di Jakarta. Meskipun menurut berita tersebut, ada dugaan lain bahwa anjing-anjing malang itu bukan disiram air panas, namun diminumi cairan kimia. Kasus tersebut sampai sekarang masih ditangani pihak kepolisian.

Penyiksaan terhadap hewan bukan terjadi kali ini saja. Rasanya masih segar juga dalam ingatan kasus kucing yang dicekoki ciu beberapa waktu lalu. Terlebih untuk saya yang rajin mem-follow akun-akun sosmed pecinta satwa.

Berita penganiayaan seperti itu semacam sudah jadi makanan sehari-hari. Mulai dari guguk yang dibacok, meong yang diikat buah zakarnya dengan kabel tie, sampai berbagai hewan lain yang dikuliti tanpa dibunuh terlebih dahulu.

Berita-berita yang sering sekali bikin saya nangis sesenggukan dan galau berhari-hari. Sungguh, kadang nggak sampai otak saya ini mikir kenapa manusia bisa sekejam itu. 

Mengapa kasus penganiayaan hewan terus terjadi?
Pembiaran. Ya sepertinya karena kultur masyarakat kita sendiri juga. Tidak bisa dipungkiri, hampir semua kita memang menganggap hewan adalah makhluk yang lebih rendah derajatnya sehingga pantas diperlakukan seperti apapun.

Sejak kecil, kita terbiasa melihat ayam dibiarkan makan karet gelang, anjing dilempari batu, kucing ditendang lalu disiram, monyet dirantai atau dipukuli, capung yang ditangkap untuk kemudian diikat lalu diterbangkan lagi bak layang-layang.

Perilaku-perilaku tersebut dianggap sangat biasa atau malah lucu. Padahal kalau dipikir ulang, manfaatnya apa sih? Apakah kita, manusia ini benar-benar bisa puas dan bahagia melihat makhluk lain tersiksa segitunya?

Kalau memang tujuannya mengusir atau tidak ingin didekati hewan tersebut, kan sebetulnya bisa dilakukan dengan lebih "beradab"? Atau kalau memang menginginkan kematian hewan-hewan tertentu untuk berbagai tujuan, bisa kan ya dilakukan dengan cara yang sesingkat-singkatnya tanpa harus mempermainkan atau menyiksanya terlebih dahulu?

Belakangan ini, perilaku animal abuse kian menjadi. Saya beberapa kali menemukan sejumlah foto atau video di sosmed yang menunjukkan tindak penyiksaan hewan, namun pelakunya justru merasa bangga. Tak sedikit yang justru seperti menantang reaksi netizen. Makin marah netizen, makin girang pula mereka. 

Hei. Ini bukan perkara sepele lho. Dilansir hipwee dot com, data kasus penyiksaan hewan yang masuk ke organisasi CLOW (Cat Lovers In The World) selama 2016-2018 di Indonesia mencapai 820 kasus. Ini baru data kucing di satu organisasi, entah bagaimana di organisasi pecinta satwa lainnya.

Perilaku animal abuse ini patut diwaspadai, terutama jika pelakunya sengaja dan tidak menyesal atas perbuatannya. Tindakan menyiksa hewan secara sengaja atau yang disebut Intentional Animal Torture and Cruelty menurut ilmu psikologi biasa dilakukan oleh mereka yang memiliki gangguan kepribadian antisosial. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun