Tiga bulan sebelumnya ...
Seorang gadis SMA dengan nama akun Cayla Wijaya mengirimi Rafa sebuah pesan di facebook messanger. Dia memperkenalkan diri sebagai Aya, adik Rafa yang tinggal di sebuah kota kecil di tepian rimba Sumatera. Gadis itu mengaku hanya iseng mengetik nama lengkap Rafa di kolom pencarian dan berharap bahwa cowok itu  adalah benar kakaknya yang sudah lama hilang.
Susah payah Rafa menggali memori yang telah dikuburnya rapat selama hampir 15 tahun. Sejak semua itu terjadi, Rafa tak pernah lagi menengok ke belakang. Segala yang dari masa lalu terlalu pedih untuk diingat. Terlalu pilu untuk dikenang.
Meski demikian, sekeping kenangan menyeruak begitu saja tanpa mampu Rafa cegah. Rafa ingat Aya, meski saat itu dia masih bayi mungil yang hanya bisa menangis. Aya adalah adiknya beda ayah. Aya lahir dari pernikahan kedua ibu. Ayah Rafa sendiri sudah lama meninggal sejak cowok itu masih dalam kandungan.
Saat terakhir kali Rafa melihatnya di hari dia kabur dari rumah waktu itu, Aya kira-kira berumur tiga atau empat tahun. Dan lihatlah dia sekarang, dia sudah tumbuh sebesar itu. Setidaknya sudah 18 tahun umurnya.
Rafa memandangi foto gadis manis yang tampak supel dan ceria dalam balutan seragam sekolah itu dengan kerinduan. Wajah Aya jelas berubah dalam belasan tahun, namun tahi lalat di bawah mata kanan itu masih sama persis dengan yang diingat Rafa.
Rafa lalu memberikan nomor HPnya yang khusus dipakai urusan personal pada Aya. "Aya boleh hubungi kakak kapan saja. Â Tapi Aya harus janji dulu, tidak akan bilang apa-apa soal kakak ke keluarga di sana, terutama ibu. Kalau sampai ada yang tahu, kakak bersumpah tidak akan mau kenal Aya lagi."
Aya meng-iya-kan saat itu. Namun Aya tak pernah menghubungi Rafa lagi. Satu kali pun tidak. Hingga tiga bulan kemudian, gadis itu memberi kabar ibu mereka telah berpulang.
***
Andai proses menemukan Tuhan semudah menemukan alamat rumah lama, mungkin hidup tak perlu senelangsa ini, batin Rafa jemu. Meski yang tersisa darinya hanyalah badan yang minta rebah dan mata yang butuh ranjang setelah belasan jam perjalanan, cowok itu tetap tak bisa menahan takjub kala menatap sebuah rumah bercat kuning gading dari kejauhan.Â
Menempuh total 2 jam penerbangan dari Surabaya di tambah 10 jam perjalanan darat dan hanya mengandalkan ingatan samar dirinya yang masih 14 tahun kala itu, Rafa toh sampai juga ke kota kelahirannya.Â