Mohon tunggu...
Arako
Arako Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

Best in citizen journalism K-Award 2019 • Pekerja Teks Komersial • Pawang kucing profesional di kucingdomestik.com

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

[Kompal Cemara] Demi "Keluarga Cemara", Kompal Sewa Satu Studio

6 Januari 2019   13:27 Diperbarui: 6 Januari 2019   13:55 443
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kompal nonton bareng Keluarga Cemara | dok. Kompal

"Seorang teman pernah bilang, "Surga dan neraka itu bukan soal tempatnya, Ar. Tapi bagaimana orang-orang di dalamnya membangun suasana."

Saya sepakat dengan omongan teman ini. Terutama kalau dikaitkan dengan keluarga. Banyak yang berpikir keluarganya adalah surga jika berdiam di rumah mewah, punya fasilitas lengkap, dan tidak kekurangan suatu apapun.

Tapi kenyataannya, banyak keluarga memiliki segenap kemewahan, termasuk makanan mahal setiap hari, namun malah merasa seperti di neraka. Sebaliknya, suasana surga bisa sangat mungkin tercipta meski hanya di rumah gubug dan kehidupan serba-terbatas.

Setidaknya, potret itu saya tangkap di film Keluarga Cemara. Meski tentu bukan neraka sebenarnya, Euis (Zara JKT 48) dan Ara (Widuri Putri) merasa "kosong" di rumah mewah dan kehidupan serba-cukup mereka.

Meski segalanya tersedia, seperti ada yang kurang lengkap  di kehidupan anak-anak yang dijalani. Semua karena Abah (Ringgo Agus Rachman) terlalu sibuk bekerja sehingga tak punya cukup waktu untuk keluarga. 

Ketika keadaan berubah dan keluarga ini harus dipaksa menghadapi kenyataan kalau sudah bangkrut, mereka masih merasakan neraka yang sama (kalau tidak mau dibilang tambah parah). Abah yang merasa gagal menjadi kepala keluarga, Emak (Nirina Zubir) yang khawatir dengan kehamilannya di tengah ekonomi yang sulit, Euis dengan pubertasnya, juga Ara yang menjadi begitu tidak nyaman dengan cara orang-orang dewasa di sekitarnya berinteraksi. 

Bedanya, di rumah tua nan pelosok ini, squad Keluarga Cemara tidak tinggal diam. Perlahan mereka memadamkan api konflik yang memanaskan rumah. Tidak mudah dan tidak instan, tentu. Tidak pula bisa dilakukan sendirian. Lewat air mata, kekuatan cinta, dan pemahaman bahwa keluarga adalah harta yang paling berharga, suasana surga itu pun akhirnya tercipta.

Keluarga Cemara | kincir.com
Keluarga Cemara | kincir.com
Hanya ada dua kata yang ada di kepala setelah nonton film ini : Saya Suka. Keanehan (dan kelebay-an) adegan penyitaan rumah tertutup oleh akting sempurna Nirina Zubir. Meski sejumlah kejanggalan lainnya juga masih bisa ditemukan hingga akhir film, sepertinya terbayar dengan scene dan dialog para tokoh yang sering di luar ekspektasi, misalnya :

Abah : "Kalian semua tanggung jawab Abah!"

Euis  : "Kalau Abah, tanggung jawab siapa?"

Atau saat tokoh Deni mendadak membela Euis di kelas. Atau saat Ara dan Euis menginjak lantai semen yang belum kering. 

Kualitas akting seluruh pemeran utamanya sih jelas tidak diragukan.  Bahkan pembuktian luar biasa untuk Widuri yang terhitung baru debut di dunia akting. Tapi jangan lupakan peran pendukungnya yang hampir semuanya sukses mengocok perut.

Oh, saya juga dibuat menangis beberapa kali oleh film ini. Sebetulnya ada banyak adegan yang bikin mata berkaca-kaca, tapi  saya akan membahas dua saja. 

Yang pertama saat adegan Ara menyanyikan soundtrack versi pertama sinetronnya. Apa ya, semacam nostalgia banget. Saya bahkan ikut bernyanyi. Meresapi benar-benar setiap liriknya ...

"Pagiku indah, hariku cerah

Terima kasih KAU limpahkan berkah

ketika gundah, hati gelisah

pada-MU, kuberserah ..."


Dan yang kedua, saat Abah dan Euis akhirnya berdamai di dekat minimarket rumah sakit. Jangan tanya kenapa, saya cuma ingat mendiang papa... 

Begitu banyak kesalahan yang belum sempat dipintakan maaf ke beliau

***

Berfoto sebelum masuk studio | dok. Kompal
Berfoto sebelum masuk studio | dok. Kompal
Menonton film ini bersama keluarga besar Kompasianer Palembang (Kompal) di awal tahun menjadi sukacita tersendiri. Kursi teater baru di kawasan Palembang Trade Center (PTC) mall ini cukup nyaman.  Terima kasih untuk Dokter Posma Siahaan yang menyeponsori segala sesuatunya. Semoga tahun ini semua program Kompal bisa terlaksana dan bisa lebih kompak dan berprestasi. Amin.

Eh, Ra ..., itu beneran kompal nyewa satu studio?

Boro-boro satu studio, dua baris saja tidak penuh | dok. Kompal
Boro-boro satu studio, dua baris saja tidak penuh | dok. Kompal
Oh, saya belum mencantumkan disclaimer :

Judul ini hanya Clickbait semata 

Kompal : Kompasianer Palembang
Kompal : Kompasianer Palembang

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun