Mohon tunggu...
Arako
Arako Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

Best in citizen journalism K-Award 2019 • Pekerja Teks Komersial • Pawang kucing profesional di kucingdomestik.com

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Hari Kesehatan Jiwa Sedunia, Pertarungan Hidup dan Mati di Balik Tuduhan "Caper"

8 Oktober 2018   10:37 Diperbarui: 8 Oktober 2018   14:36 2979
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya sebetulnya menyiapkan tulisan ini untuk hari Rabu (10/10) besok, tepat di peringatan World Mental Health Day atau Hari Kesehatan Jiwa Sedunia. Namun jemari saya keburu gatal. Jadilah tulisan ini diunggah hari ini juga.

Sebagai ADHD person, survivor depresi, dan anxiety fighter, saya sudah kenyang dengan stigma orang-orang terkait mental illness.

Bagaimana tidak enaknya, ketika berjuang untuk sembuh, respon orang-orang sekitar (terutama mereka yang dianugerahi kesehatan jiwa luar biasa baik) malah jauh panggang dari api. Jangankan memberi support, lebih banyak yang ngata-ngatain.

Kawan-kawan dengan diagnosa sama seperti saya pasti tahu bagaimana putus asanya membungkam pikiran-pikiran jelek di kepala sepanjang waktu.

Saat kondisi memburuk, self harm sering jadi pilihan. Jalan pintas ala setan. Ngiris pergelangan tangan atau minimal jedot-jedotin kepala di tembok.

Tindakan yang nggak ada untungnya sama sekali, tapi setidaknya bisa dijadikan pengalih rasa sakit yang selalu muncul di dada saking nyeseknya.

Kita tahu ada yang tidak beres dengan diri, tapi terlalu takut meminta bantuan. Takut dibilang gila. Takut cuma direspon "Halah, lebay kamu!"

Takut kalau ke psikolog/psikiater itu bayarnya mahal. Akhirnya cuma bisa mendam, mendam, mendam terus ... meski tahu itu cuma bikin kondisi lebih buruk.

Saya pernah, ketika udah mulai rutin terapi ... sebagian teman nggak percaya kalau saya beneran sakit. Yang paling menyakitkan itu ada  tuduhan self diagnosed dari orang yang cuma tahu saya sekali lewat.

Saya dikira mengada-ada dengan kondisi sendiri dan cuma dianggap attention seeker. Tukang caper alias cari perhatian. Asli, nggak ada yang lebih menyakitkan dari ini.

Pengen rasanya memperlihatkan kertas hasil diagnosa atau daftar resep yang saya punya setelah berbulan-bulan terapi di poli psikiatri. Atau kwitansi BPJS saya selama berobat. Mungkin juga upload sekadar bekas luka self harm saya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun