Mohon tunggu...
Arako
Arako Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

Best in citizen journalism K-Award 2019 • Pekerja Teks Komersial • Pawang kucing profesional di kucingdomestik.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Yang Saya Rasakan Saat Jadi Korban Gempa Waktu Itu

1 Oktober 2018   02:45 Diperbarui: 2 Oktober 2018   08:34 2535
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Belajar dari pengalaman gempa tahun 2000, desain konstruksi bangunan di Bengkulu memang sudah banyak berubah beberapa tahun. Tidak lagi memakai genting dari tanah atau semen yang berat. Fondasi dan kerangkanya pun dibuat lebih kokoh. 

Meski masih tetap tercatat ada korban jiwa sebanyak 21 orang, namun jika dibandingkan dengan tujuh tahun sebelumnya .... ketahanan dan kesiapan Provinsi Bengkulu menghadapi gempa patut diacungi jempol. Inilah yang membuat gempa Bengkulu kemudian tidak "se-tenar" gempa Padang atau Jogja. 

Meski derajat skala richternya jauh lebih tinggi , namun jumlah korban berhasil ditekan. Warga Bengkulu sudah siap menghadapi bencana gempa yang bisa muncul sewaktu-waktu. Bahkan, ada masa-masa dimana warga Bengkulu merasa gempa sudah menjadi bagian dari hidup masing-masing. Saking seringnya, saking terbiasanya.

***

Berdasarkan apa yang saya rasakan terkait dua peristiwa itu, saya menulis beberapa poin yang mungkin bisa berguna untuk dilakukan terkait penanganan gempa.

1. Kondisi camp pengungsian senyaman mungkin
Ok. Saya tahu ini akan sangat sulit dilakukan bahkan nyaris mustahil. Tapi setidaknya, pastikan ada akses untuk anak bebas bermain. Bermain bisa menghindarkan anak dari trauma psikis berkepanjangan akibat gempa.

2. Stop sebar kondisi memprihatinkan korban jiwa
Benar, kita prihatin. Kita berduka. Tapi sungguh tidak etis jika kita menyebarkan kondisi jenazah korban tanpa sensor sama sekali, apalagi di sosial media. Jika memang dirasa perlu (mungkin dengan niat agar keluarga yang masih hidup bisa menemukan), bisa dilakukan dengan cara lebih manusiawi. 

Berikan foto pada posko-posko darurat yang didirikan, atau beri pengumuman  terkait bukti fisik lain pada korban seperti warna  pakaian. Tidak perlu pakai foto korban. Susah lho melenyapkan gambar-gambar traumatis itu dari kepala.

3. Atur distribusi bantuan
Saat gempa tahun 2000 dan 2007, pengalaman di keluarga saya, bantuan yang diterima dari berbagai pihak sangat berlebihan. Bahkan sampai ada item bantuan berupa bahan makanan yang tidak habis untuk stok setahun ke depan. Sementara, kami saat itu tidak tahu apakah ada daerah lain yang kekurangan. Usahakan bantuan yang sampai adalah yang memang diperlukan pengungsi.

4. Perhatikan relawan
Kadang, saat bencana semua pihak hanya fokus pada pengungsi. Tidak salah, sih. Tapi relawan yang bertugas juga harus diperhatikan. Baik tenaga medis, aparat TNI/Polri, petugas dapur umum, dll. Pastikan mereka juga punya cukup makanan dan waktu istirahat.

5. Perbanyak sebar energi positif
Masih ada yang hobi bilang bencana alam itu azab? Kalau masih, coba dibuang sajalah keinginan untuk menghakimi seperti itu. Ingat, para korban sudah cukup tersiksa batinnya karena kehilangan keluarga, teman, dan sanak saudara. Mereka yang masih hidup butuh support. Butuh dikuatkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun