Â
Wait There.
Ibu masih memainkannya. Namun ketika sampai di nada yang harus dimainkan dengan makin cepat, semakin deras pula air mata mengalir di pipi ibu. Mencipta guncangan hebat di bahunya.
Aku tergugu melihatnya...
Oh, betapa ingin kupeluk ibuku. Biar kuhapus kristal itu dari matanya. Biar kubalut luka di batinnya.
Perlahan, kudekati ibu. Aku tidak tahan lagi. Aku sungguh ingin memeluknya. Ingin kukatakan bahwa bukan hanya ibu yang merindukan Ayah, aku juga. Bukan hanya ibu yang kehilangan ayah, aku juga.Â
Kusentuh rok bunga-bunga ibu dari samping. Kuberanikan diri menginterupsi tangisannya.
"Bu..., ini Arcel..."
Ibu tersentak.
"Pergi...," desisnya.Â
Aku terluka. Ibu tampak terusik dengan kehadiranku.