Mohon tunggu...
Arai Amelya
Arai Amelya Mohon Tunggu... Freelancer - heyarai.com

Mantan penyiar radio, jurnalis, editor dan writer situs entertainment. Sekarang sebagai freelance content/copy writer dan blogger. Penyuka solo travelling, kucing dan nasi goreng

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Ternyata Makan Gorengan Enggak Selamanya Berdosa Buat Tubuh

7 Mei 2024   07:00 Diperbarui: 7 Mei 2024   07:10 508
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
foto: Instagram @official.djintoel

Siapa di antara kalian yang suka sekali makan gorengan? Tak perlu malu untuk mengakui, karena mengolah makanan hingga kudapan dengan cara digoreng memang sangat digemari di Indonesia. Tak peduli jenis kelamin, latar belakang sosial, pendidikan hingga rentang usia, urusan goreng-menggoreng untuk disantap ini memang jadi favorit.

Hanya saja dalam perkembangannya, kegemaran menyantap makanan gorengan ini makin disorot lantaran dianggap tidak baik bagi kesehatan.

Dikutip dari Hello Sehat, terlalu sering menyantap makanan berminyak ternyata mampu meningkatkan risiko penyakit kronis seperti jantung hingga diabetes. Kesimpulan ini sendiri didasarkan pada penelitian yang dilakukan Harvard School of Public Health pada 100 ribu laki-laki dan perempuan selama 25 tahun lamanya.

Di mana terungkap bahwa konsumsi makanan yang digoreng dalam waktu lama secara terus-menerus memunculkan efek samping obesitas, kanker dan gangguan fungsi otak yang lebih besar.

Tak Selamanya Makanan yang Digoreng itu Berbahaya

Tak banyak yang tahu jika sejarah olahan makanan yang digoreng di Indonesia sudah muncul sejak berabad-abad silam. Good News From Indonesia mengungkapkan dalam Serat Centhini (1814), jika makanan bergoreng sudah dikenal masyarakat Nusantara sejak abad ke-19. 

"Makanan bisa disebut enak saat memainkan cukup banyak panca indera. Kalau kita makan gorengan setidaknya ada tiga indera tubuh yang berdampak seperti suara lewat bunyi kriuk, rasa lewat kesan gurih dan teksturnya yang garing." ungkap Kevin Soemantri mantan peserta ajang kompetisi MasterChef Indonesia sekaligus penulis dan editor Boga.

Terkait kecemasan pada makanan yang digoreng, Kevin pun dengan bijak menyebutkan kalau dampaknya bisa ditekan lewat cara masak yang tepat. Mulai dari tidak menggunakan minyak yang sama berulang-ulang, hingga pemakaian minyak yang benar-benar panas.

Tentu dengan pengolahan yang tepat dan pemilihan bahan baku, gorengan tidak selamanya buruk. Apalagi kalau gorengan yang disantap pada dasarnya punya dampak positif ke tubuh seperti singkong.

Sebagai salah satu bahan makanan pokok penduduk Indonesia selain nasi, singkong memang sangat digemari. Berbagai olahan singkong entah digoreng, direbus, dikukus, sampai difermentasi, selalu memiliki peminatnya masing-masing. 

Alodokter bahkan menyebutkan kalau dalam setiap 100 gram singkong, terdapat 150 kalori dan aneka nutrisi seperti karbohidrat, protein, serat, kalium, kalsium, folat, vitamin C, zinc, magnesium, selenium, fosfor, vitamin A, vitamin B dan berbagai antioksidan mulai dari polifenol, hingga flavonoid.

Menyantap olahan singkong yang digoreng secara tepat dan sehat, tentu akan memberikan dampak maksimal dalam tubuh kalian. Namun kalau memang kecemasan itu masih muncul, ada baiknya olahan jintul goreng bisa jadi pertimbangan.

Lifehack Makan Gorengan Lewat Si Jadul Jintul

Bagi kalian yang berasal dari Jawa Tengah, tepatnya Kota Tegal, jintul adalah salah satu olahan singkong yang sudah disantap dari generasi ke generasi. Di Desa Bojong, Kabupaten Tegal, jintul yang juga kerap disebut sebagai bodin ini bahkan masih diproduksi secara aktif oleh masyarakatnya.

"Kalau orang-orang kota dengar jintul mungkin aneh ya, tapi kalau sekali coba pasti ketagihan. Jintul ini olahan jadul dari singkong yang sudah dibersihkan, diparut, lalu dikukus selama dua jam, baru kemudian dikepal-kepal bulat dan disantap," cerita Ma'an, seorang produsen jintul di Desa Bojong kepada PanturaPost.

Dalam perkembangannya, jintul si kudapan jadul ini pun mulai menyesuaikan dengan zaman. Salah satunya muncul sebagai jintul goreng, seperti yang dikenalkan oleh Akhdan Taufiq lewat Djintoel Snack Khas Tegal.

foto: Instagram @official.djintoel
foto: Instagram @official.djintoel

Menawarkan jintul kepada generasi yang lebih muda, mantan arsitek ini mengawali usahanya pada Maret 2020 dengan modal Rp500 ribu saja. Masih berpegang pada proses jadul pembuatan jintul yakni singkong yang diparut dan dikukus, Akhdan menambahkan tahapan goreng pada akhir proses produksi. 

Memiliki delapan rasa berbeda seperti jagung bakar, ayam geprek, pedas asin, original, cokelat, balado, keju, hingga BBQ, jintul goreng berhasil naik level. Bahkan produk Djintoel Snack Khas Tegal yang dia awali bersama istri dan keluarga besarnya ini, mampu memberikan dampak positif ke perekonomian warga di sekitar rumah produksinya, yakni Balapulang Wetan, Tegal.

Tentu dengan konsumsi yang tidak berlebihan dan selalu dijaga kualitas produksinya, kalian tidak perlu cemas berlebihan lagi saat menyantap jintul goreng atau snack gorengan lainnya. Karena memang pada dasarnya, makan gorengan itu nggak dosa-dosa amat, kok!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun