Kedamaian bukanlah tidak adanya konflik, tetapi kemampuan untuk mengatasi konflik dengan cara damai. - Ronald Reagan
Tidak kurang dari 20 an tahun pasca Resolusi konflik Sampit, kata konflik sampit tidak asing ditelinga kita. Konflik yang begitu terkenang, dengan "Kengerian", "Pertumpahan" Dan sebagainya. Konflik yang memberikan pelajaran tersendiri bagi bangsa Indonesia ini tentang keberagaman, saling menghargai, dan toleransi. Konflik sampit menyadarkan kita untuk sadar pada pentingnya kepekaan sosial ditengah masyarakat untuk membuka lebih banyak ruang kompromi - kompromi untuk mencegah kegagalan komunikasi yang berujung pada perpecahan.
Konflik Sampit merupakan tragedi berdarah antar etnis Dayak dan Madura, ditengarai konflik di Sambas, Kalimantan Barat 1997 dan meluas yang puncaknya di Sampit pada tahun 2001. (Muhyiddin Sholeh, Konflik Muslim Madura VS Dayak di Sampit serta diskursus Kaharingan Sebagai klaim Agama, 2001). Namun menurut pernyataan Aman seorang Magister Filsafat Universitas Gadjah Mada yang dihubungi melalui Whatsapp menyampaikan, pertentangan di Sampit ini pun tidak dapat dihindari dari konflik multidimensi, artinya ada isu agama,ras, ekonomi, catatan kriminal dan status sosial. Sebagaimana pada konflik umumnya, Konflik sampit tidak berdiri pada isu tunggal namun juga diikuti oleh isu - isu lain yang berkembang.
Segera, pemerintah era Abdurrahman Wahid berkoordinasi dengan tokoh masyarakat dan tokoh lintas agama setempat, kemudian lahir resolusi konflik antara Dayak dan Madura dengan ditandai oleh didirikannya tugu perdamaian di Sampit.
Setelah menghubungi Maya salah seorang pelajar asal sampit, ia menyampaikan banyak hal tentang kebhinekaan di tengah Sampit dan informasi yang didapatnya tentang konflik yang telah terjadi di Sampit dari orang tua, keluarga dan masyarakat.
Framing Perang Sampit seakan suku Dayak kejam.
Narasi yang berkembang sekan menyampaikan bahwa suku Dayak begitu sadis padahal tidak sedemikian rupa, "Kalo orang - orang tuh bilang, kayak orang Dayak itu kejam - kejam, semua yang Madura itu langsung dibunuh padahal ya ga segitunya, bahkan mereka (Masyarakat Madura) itu diabaikan kesempatan meninggalkan kampung, dan bahkan masih ada yang tinggal kemudian di situlah terjadi peperangan" .
Pasca resolusi konflik Sampit, kini semua kembali erat
Dalam tulisan Heridiansyah Manajemen Konflik dalam organisasi, 2014 bahwa dampak positif adalah meningkatnya hubungan kerjasama yang produktif dan peningkatan motivasi persaingan secara sehat.
Pasca perang Sampit memberikan efek positif pula terutama untuk pembelajaran bagi masyarakat majemuk di Sampit,
Menurut penuturan Maya bahkan di Sampit mereka (Madura) pun saat ini sudah seakan sama dengan pribumi kaitannya dengan rasa memiliki kota ini, dengan tetap memegang nilai toleransi pada pribumi. Bahkan di keluarga nya tidak sedikit dari keluarga nya yang menikah dengan orang Madura. " Hari ini masyarakat Dayak yang menikah dengan orang Madura pun banyak, termasuk keluarga ku, saya punya ipar - ipar yang etnis nya dari Madura dan kita ya damai - damai aja gitu" .
Keberagaman yang majemuk.
Sampit merupakan kota tujuan migrasi. Terdapat keberagaman etnis di Sampit, seperti, Jawa,Madura, Nusa Tenggara, China,Bugis Dayak dan Banjar. (Mauritz, “Agama Kaharingan Bukan Budaya” Catatan Proses Inklusif
Agama Lokal Melalui Revitalisasi Nilai : Studi Orang-Orang Kaharingan Di Desa Rubung
Buyung Sampit Kalimantan Tengah dalam “Intoleransi, revitalisasi tradisi dan tantangan , 2017 ) Senada demikian, Maya menyampaikan keberagaman yang ada di sekitarnya, bahkan di lingkup keluarga hingga pertemanan itu dari suku, ada Jawa, Bugis, Melayu dan sebagainya. Sedang dari agama seperti Islam, Kristen, Katolik dan sebagainya. " Dalam lingkup pertemanan keluarga itu teman aku macem macem dari agama itu Islam, Kristen,Katolik,Hindu, bahkan agama lokal seperti Hindu Kaharingan aku juga punya, suku itu dari jawa, Melayu, Bugis, Asmat dan sebagainya, pokoknya beragam banget."
Kemajemukan dalam lingkup pelajar.
Maya saat kami wawancarai pun menyampaikan bagaimana masyarakat menyikapi keberagaman yang ada, terkhusus di lingkup pelajar, di tengah keberagaman yang majemuk, adapun remaja - remaja menyikapi dengan terbuka dan enjoy. Berangkat dari rasa keingintahuan satu sama lain, membuat keberagaman lebih hidup dan melahirkan cara berinteraksi dengan lebih beragam metode nya. Semisal bercandaan yang mempersatukan di antara siswa, walaupun terkesan agak diskriminasi namun masing - masing tidak ambil pusing, namun kadang kala terjadi perselisihan, segera disikapi dengan kepala dingin tanpa memicu konflik yang membesar " Di tempat saya, para pelajar menyikapi keberagaman dengan terbuka. Meskipun kami berbeda asal, ras, dan agama, kami tetap menjalin hubungan baik. Kami saling bertukar informasi tentang kebudayaan, tradisi, upacara agama, dan lain-lain. Setelah acara keagamaan, kami juga saling mengundang satu sama lain, misalnya saat Natal kami mengundang teman-teman dengan agama yang berbeda untuk datang ke rumah kami, begitu juga saat Lebaran, kami saling mengundang teman-teman Muslim untuk makan bersama."."
Konflik Sampit meninggalkan kesan mendalam bagi masyarakat Indonesia, terutama masyarakat di Sampit. Konflik ini memberikan pelajaran berharga bagi masyarakat Indonesia yang majemuk dalam menyikapi perbedaan dengan keterbukaan. Resolusi yang dihasilkan dari konflik Sampit melibatkan inisiasi dari para tokoh masyarakat, agama, dan negara untuk membangun persatuan secara menyeluruh. Persatuan yang terlihat saat ini menunjukkan bagaimana masyarakat menerima perbedaan dengan baik, termasuk di kalangan pelajar. Keberagaman dihadapi dengan saling merangkul dan memperkuat satu sama lain. Masa lalu yang penuh dendam terkubur bersamaan dengan semangat maaf memaafkan dalam payung perdamaian dan kesatuan bersama.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H