Menurut penuturan Maya bahkan di Sampit mereka (Madura) pun saat ini sudah seakan sama dengan pribumi kaitannya dengan rasa memiliki kota ini, dengan tetap memegang nilai toleransi pada pribumi. Bahkan di keluarga nya tidak sedikit dari keluarga nya yang menikah dengan orang Madura. " Hari ini masyarakat Dayak yang menikah dengan orang Madura pun banyak, termasuk keluarga ku, saya punya ipar - ipar yang etnis nya dari Madura dan kita ya damai - damai aja gitu" .
Keberagaman yang majemuk.
Sampit merupakan kota tujuan migrasi. Terdapat keberagaman etnis di Sampit, seperti, Jawa,Madura, Nusa Tenggara, China,Bugis Dayak dan Banjar. (Mauritz, “Agama Kaharingan Bukan Budaya” Catatan Proses Inklusif
Agama Lokal Melalui Revitalisasi Nilai : Studi Orang-Orang Kaharingan Di Desa Rubung
Buyung Sampit Kalimantan Tengah dalam “Intoleransi, revitalisasi tradisi dan tantangan , 2017 ) Senada demikian, Maya menyampaikan keberagaman yang ada di sekitarnya, bahkan di lingkup keluarga hingga pertemanan itu dari suku, ada Jawa, Bugis, Melayu dan sebagainya. Sedang dari agama seperti Islam, Kristen, Katolik dan sebagainya. " Dalam lingkup pertemanan keluarga itu teman aku macem macem dari agama itu Islam, Kristen,Katolik,Hindu, bahkan agama lokal seperti Hindu Kaharingan aku juga punya, suku itu dari jawa, Melayu, Bugis, Asmat dan sebagainya, pokoknya beragam banget."
Kemajemukan dalam lingkup pelajar.
Maya saat kami wawancarai pun menyampaikan bagaimana masyarakat menyikapi keberagaman yang ada, terkhusus di lingkup pelajar, di tengah keberagaman yang majemuk, adapun remaja - remaja menyikapi dengan terbuka dan enjoy. Berangkat dari rasa keingintahuan satu sama lain, membuat keberagaman lebih hidup dan melahirkan cara berinteraksi dengan lebih beragam metode nya. Semisal bercandaan yang mempersatukan di antara siswa, walaupun terkesan agak diskriminasi namun masing - masing tidak ambil pusing, namun kadang kala terjadi perselisihan, segera disikapi dengan kepala dingin tanpa memicu konflik yang membesar " Di tempat saya, para pelajar menyikapi keberagaman dengan terbuka. Meskipun kami berbeda asal, ras, dan agama, kami tetap menjalin hubungan baik. Kami saling bertukar informasi tentang kebudayaan, tradisi, upacara agama, dan lain-lain. Setelah acara keagamaan, kami juga saling mengundang satu sama lain, misalnya saat Natal kami mengundang teman-teman dengan agama yang berbeda untuk datang ke rumah kami, begitu juga saat Lebaran, kami saling mengundang teman-teman Muslim untuk makan bersama."."
Konflik Sampit meninggalkan kesan mendalam bagi masyarakat Indonesia, terutama masyarakat di Sampit. Konflik ini memberikan pelajaran berharga bagi masyarakat Indonesia yang majemuk dalam menyikapi perbedaan dengan keterbukaan. Resolusi yang dihasilkan dari konflik Sampit melibatkan inisiasi dari para tokoh masyarakat, agama, dan negara untuk membangun persatuan secara menyeluruh. Persatuan yang terlihat saat ini menunjukkan bagaimana masyarakat menerima perbedaan dengan baik, termasuk di kalangan pelajar. Keberagaman dihadapi dengan saling merangkul dan memperkuat satu sama lain. Masa lalu yang penuh dendam terkubur bersamaan dengan semangat maaf memaafkan dalam payung perdamaian dan kesatuan bersama.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H