Mohon tunggu...
Achmad Rajab Afandi
Achmad Rajab Afandi Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Tumbuh dan belajar, lagi dan lagi

Penikmat Perjalanan, Penikmat Perbincangan dalam Perjalanan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

#Lawanasap, ASAP...!

3 September 2015   11:31 Diperbarui: 8 September 2015   18:25 499
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Sumber media sosial"][/caption]

“Kapan kita berhenti diam soal asap ini...?” Tulis sebuah akun Instagram berbasis komunitas di Pekanbaru ini. Scroll media sosial saya terhenti, pertanyaan yang nyelekit. Saya sadar kebanyakan kita adalah silent majority dari bencana tahunan ini. Yang teriak teriak ada, tapi sulit didengar lantaran sepi dan misteri seperti keberadaan asap itu sendiri.

Pergunjingan soal asap memang panas belakangan ini, ada yang serius membahas di headline koran koran, ada juga yang sekedar mempost gambar gambar satire  soal asap ini. Tapi seperti tahun kemarin, saya khawatir saat musim hujan tiba dan memadamkan api api di rimba dan ladang ladang itu, semuanya akan lupa kembali kalau tahun depan asap akan datang lagi.

Saya sedikit curiga, mungkin kita sudah kepalang mahfum menerima bahwa musim kita sudah nambah. Musim Kemarau, Musim Hujan diantara keduanya ada Musim Asap. Itupun khusus daerah Sumatera Bagian Timur dan Kalimantan Bagian Barat.

Jika asumsi saya diatas boleh diterima, maka kita juga harus mahfum dengan anggaran dana penanggulangan asap tahun 2015 yang mencapai Rp.385Milliar sudah disiapkan, #cie disiapkan.

Besarkah anggaran itu..? jawabnya pasti relatif. Cuma, sekedar perbandingan nih ya, rilis BNPB tahun 2014, bencana asap tahun lalu merugikan Sekitar Rp.50Triliun.  Jadi Rp.395Milliar itu sedikit kalau dibandingkan dengan potensi kerugian yang mencapai Rp.50Triliun.

Tapi kalau saya, Rp.395 Milliar itu banyak banget. Sangat memadai jika digunakan untuk memproduksi 400 doktor baru, untuk mengisi komposisi  Dosen berpendidikan S3 di Sumatera yang sulit untuk dibilang banyak.

Asap oh Asap, tahun ini bencana asap ini agak lebih pahit. Bukan karna lebih tebal dan kandungan racunnya yang semakin bertambah, tapi lantaran asap datang tak tau diri. Asap datang saat harga harga sedang mencekik, sedang harga sawit tidak sampai sekoin receh seribuan, sebelum asap saja sebenarnya nafas kami sudah “sesak”.

Bayangkanlah bila rasa “sesak” harga sawit, ditambah “sesak” harga dipasar becek, dan “Sesak” sungguhan dari asap ini digabungkan..!, Perih jendral perih...!!

Pagi ini sebaran Titik api menurut Pencitraan Terra/Aqua (NASA) – confidence level 80%, mencapai 431 Titik, terbanyak di Jambi (118 titik), Sumatera Selatan (104 Titik), dan Riau (88 Titik). Dapat di cek mandiri di Web kementrian lingkungan Hidup. http://sipongi.menlhk.go.id/home/main.

Tapi entah sengaja atau tidak, titik titik api yang mengumpul ini banyak berada di kawasan konservasi Hutan dan Taman Nasional. Gambar pencitraan satelit diatas menunjukkan Taman Nasional Tesso Nilo dan Taman Nasional Bukit Tiga Belas adalah dua kawasan yang sedang dikepung, kalau tidak mau disebut secara sistematis dilahap oleh titik api itu.

Kawasan ini sedang meregang nyawa, menunggu berubah jadi Kebun sawit dan Hutan Tanaman Industri

Saya dari seminggu lalu sebenarnya sudah emosi tiap kali melihat web milik kementrian Lingkungan hidup itu. Membakar kebun milik perusahaan sendiri saja sebenarnya sudah menyusahkan karna asapnya, ini hutan..!! penghasil oksigennya, mau bunuh orang ramai namanya.

Rakus....!!!

Apalagi Perkara mematikan titik api bukan urusan mudah, Bulan Puasa lalu waktu musim asap masih pendahuluan, saya sempat ikut kelokasi bersama tim Pemadam Pemkab Pelelawan yang berusaha memadamkan api di daerah Kemang.

Jangan pikir pekerjaanya heroik dan sigap seperti di film film Pemadam kebakaran. Pekerjaan pemadaman titik api lebih mirip film drama ; Pertama untuk mengakses lokasi yang berkilo kilo meter itu, kita harus jalan kaki. Mobil Damkar dengan Water Cannon yang keren keren itu tak akan berdaya masuk ke Lokasi lantaran tak ada akses jalan. Kalau beruntung jalan kebun bisa mendekatkan mobil outlander.

Kedua dicari sumber airnya, matikan api kan gak bisa pake aji segoro geni. Bayangin lagi musim kemarau cari sumber air. Ketiga Kalau dapat Sumber Airnya (kalau Ya), Baru deh diangkut mesin Jensetnya pake Manual. Keempat Air dialirkan baru Api mulai dipadamkan.

Melihat Petugas Pemadam yang keringatan mengangkut Mesin Jenset itu seperti drama.

Sebagai informasi di beberapa daerah Riau Titik Api ada didaerah Gambut. Apa artinya..? artinya api merayap bak hantu, Hanya Asap yang terlihat, sedang bara merambat bak api dalam sekam. Karena Api berada dibawah permukaan tanah sampai satu dua meter. Jadi selang air bukan di semprot keudara selayaknya memadamkan Kebakaran. Tapi di semprotkan ke tanah, berharap merembes mematikan bara.

Lalu bagaimana Kalau Tidak dapat sumber airnya..? yah harus dapat. Karna Api harus dipadamkan, karna gak enak nanti tetangga kaya kita disingapura itu ribut ribut. Maka, lokasi lokasi jenis itulah yang diakses oleh Helikopter sewaan Rusia itu, yang ngebom berton ton air kepusat titik api. Harga sewanya..? tanya BNPB..! yang sejelas sebagian besar dana tadi dipakai untuk sewa ini itu dan logistik.

Apa iya kita harus begini terus..?

Saya lebih suka upaya pencegahan. Sebelum asap asap ini mengepul, sebelum rumah sakit menjadi penuh karna ISPA seperti sekarang, Sebelum Sekolah Sekolah dibubarkan, Sebelum Masker N95 standar asap itu, harganya naik dua kali lipat menjadi Rp.20 Ribu, sebelum saya tak bisa lari pagi lantaran sesak nafas kekurangan Oksigen.

Saya lebih suka pencegahan, seperti Blusukan Asapnya pak Jokowi akhir tahun lalu di Riau sebenarnya wajib diapresiasi. Waktu itu dijanjikan asap tak akan ada di 2015 (Cuma janji..? #sudahlah..!!). Hanya saja pemerintah dan aparatur kita tak cukup meyakinkan soal eksekusi, jadilah pembakar pembakar itu menganggap enteng, menghina dina kedaulatan kita sebagai aparat dan pengelola negeri.

Tindak tegas, bukan dilokalisir dengan tangkap tangan dilapangan. Tapi cukong cukong peng-order, perusahaan perusaaan yang bertanggung gugat harus di bekuk. Kalau menangkap 5 atau belasan atau bahkan Puluhan pelaku pembakaran hutan menurut saya bukan prestasi  besar. Tapi Tegas semacam buk Susi mengebom Kapal, dengan mencabut izin perkebunan, menarik mundur garis Hutan Produksi dari Taman Nasional, atau Memenjarakan cukong sepuluh tahun mungkin akan berdampak besar.

Tapi sepertinya jika eksekusi lapangan penegakan hukum kita masih seperti tahun lalu, kita masih jauh, musim asap ini masih akan datang lagi tahun depan, tahun depannya lagi, dan tahun depan lagi. Sedang tetangga kaya kita akan tetap sok ngatur teriak teriak. #sudahlah...

Terakhir, sebagai penutup, saya menghawatirkan satu hal. Jika Ikan ikan selais yang ditangkap di sungai Kampar itu di-asap, mungkin akan jadi Ikan Salai berasa enak dan bernilai mahal. Jika kami yang Jutaan Jiwa ini diasap...? apa iya mau disalai juga...!!

#LawanAsap, ASAP..!!

 

baca juga :

http://www.kompasiana.com/arafandi/sesak-asap-di-riau-bak-asap-yang-tak-ada-api_55eea494eaafbdd8073d8cf5

 

 

Pangkalan Kerinci, 3 September 2015

  • Ocehan dari Yang tak bisa lari pagi karna Asap

 

Sumber (Biar tak dikira mengigau) :

Dana Asap

http://nasional.tempo.co/read/news/2015/08/31/206696443/ada-759-titik-panas-sumatera-masih-diliputi-kabut-asap

Kerugian asap

http://fokus.news.viva.co.id/news/read/668436-sampai-kapan-kita-mau--produksi--kabut-asap-/3

Blusukan Asap

http://fokus.news.viva.co.id/news/read/668436-sampai-kapan-kita-mau--produksi--kabut-asap-

 

 

 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun