Malamnya kami makan seafood nikmat berharga tak murah, hasil tangkapan Laut nelayan di Selat Panjang dan Selat Malaka. Kepiting besarnya terasa segar, sedang udang udang merah merekah bermandikan saus tiram pedas yang melimpah.
Esok paginya sebelum memulai lagi aktifitas, kami meyempatkan menyeruput kopi dikedai melayu yang khas. Bincang bincang bisnis kawan saya nampaknya lebih lancar dan menghasilkan di kedai ini, daripada di dalam kantor dan ruangan ruangan yang kaku. Sambil minum kopi kami ditawari lagi “mau Nasi Goreng seafood apa mi sagu..?”, Aku Mah mie sagu ajah sahut ku yakin.
Setelah bincang dan lobi selesai di antara aroma kopi dan mi sagu, kami pergi ke belakang kedai kopi yang membuntuti Selat. Terus menuju Dermaga Barang barang yang sibuk, pulau ini rupanya penyangga ekonomi untuk pulau pulau lain sekitar, Tertama Merbau dan Rangsang. Kami melihat anak buah kapal yang sibuk menindahkan berkarung beras dan garam dari kapal barang. Disisi lain beberapa orang lainnya memindahkannya ke kapal kapal yang lebih kecil.
Agak Unik Sebenarnya, bongkar muat barang niaga di lakukan tidak di tempat khusus. Mereka melakukan bongkar muat kapal justru disepanjang tepian daratan. Dermaga dermaga kecil berjejer rapi, dirapati kapal besar, kapal barang, maupun kapal pompong. Terhihat sekali kota ini terbiasa dengan kebudayaan niaga laut.
Kesibukan rutin itu tak kami lewatkan untuk sekedar selfie diujung Geladak Kapal, bak Kelana Laut penguasa Melayu Riau Kepulauan.
Orang orang sini sangat gigap meloncat loncat, dari satu kapal kayu ke kapal lainnya. Kalau di tengah kota tadi banyak tionghoa yang menguasai, maka tepian samudra ini di kuasai oleh Melayu. Orang orang berkulit sawomatang, berbadan tegap, namun ramah kalau disapa, dan diajak berbincang.
Sebenarnya Sagu masih jadi komuditas utama pulau ini, dan kebanyakan di kirim keluar daerah. Hasil obrolan kami dengan wakil Bupati Meranti, Putra turunan trah Kerajaan Pelalawan Sungai Kampar itu menjelaskan beberapa Investor sudah mulai tertarik untuk membuat pabrik pengolahan sagu di Selat Panjang. Namun sayang mereka masih terkendala penyediaan Air Bersih.
Sekarang selain berniaga, nelayan, dan Berkebun, beberapa penduduk membuat Ruko sarang Walet untuk penghasilan Tambahan. Waktu zaman masih mahal, sarang walet terbaik dikirim ke Singapura dan Malaysia.
Tapi Nampaknya di putaran roda kemakmuran posisi Selat panjang sedang Dibawah, setelah kaya dan permai yang dimulai sejak lebih dari seratus tahun yang lalu. Namun apapun itu tetap patut disyukuri, Dibentuknya kabupaten Meranti bak nafas tambahan tersendiri, semacam kesempatan kedua untuk naik tinggi lagi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H