Mohon tunggu...
Ajeng Arainikasih
Ajeng Arainikasih Mohon Tunggu... Sejarawan - Scholar | Museum Expert | World Traveller

Blogger - Writer - Podcaster www.museumtravelogue.com www.ajengarainikasih.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Perang Dunia 2 dan Tiga Versi Narasi di Museum Thailand

15 Februari 2021   10:00 Diperbarui: 15 Februari 2021   10:17 688
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di luar museum ditampilkan kendaraan-kendaraan bekas perang. Sedangkan di sisi dalam museum dipamerkan video singkat sejarah daerah tersebut, foto-foto interaksi antara tentara Jepang dan penduduk lokal, uang zaman Jepang, senjata, mantel, dompet, dan tas milik para tentara Jepang. Narasi pro-Jepangnya tampak berbeda dibandingkan dengan museum-museum di Kanchanaburi yang menampilkan kekejaman tentara Jepang. 

Seri Thai Museum, Phrae

Terakhir, ada pula museum yang menceritakan tentang gerakan bawah tanah pihak Thailand yang anti-Jepang: Seri Thai Museum. Seri Thai Museum atau yang berarti Free Thai Movement Museum berada di kota kecil Phrae dan merupakan museum swasta. Didirikan oleh Phuchong Kantatham, anak dari Thong Kantatham, mantan pemimpin Free Thai Movement dari Phrae. 

Museum ini terletak di bangunan rumah kayu, dan menceritakan tentang operasi gerakan bawah tanah Free Thai Movement (resistensi anti-Jepang yang juga berperan sebagai mata-mata inteligen Sekutu) yang berpusat di Kota Phrae. Benda-benda yang dipamerkan antara lain radio, peralatan berkemah, seragam dan gambar-gambar yang mengilustrasikan beberapa operasi mereka. Terakhir, ada replika bom atom yang dijatuhkan ke Jepang. 

Kalau menurut teman saya, orang Thailand yang bekerja di salah satu museum di Thailand, narasi ofisial pemerintah Thailand terkait Perang Dunia 2 adalah: Thailand "terpaksa" membuka wilayahnya untuk Jepang. Namun, Thailand juga berperan dalam "melawan" Jepang bersama Sekutu karena saat itu ada gerakan bawah tanah yang melakukan resistensi anti-Jepang. Hmm...

Saya jadi kepikiran, di Thailand banyak sekali museum yang narasinya menceritakan tentang penderitaan para tawanan perang Eropa saat membangun death railway. Mungkinkah hal tersebut secara "terselubung" dilakukan untuk menunjukkan keberpihakan kepada pihak yang "menang perang"? 

Selain itu, yang menjadi fokus biasanya tawanan perang berkebangsaan Eropa. Padahal, jumlah tawanan perang Eropa jauh lebih sedikit dari jumlah para pekerja paksa berkebangsaan Asia, lho. Menariknya lagi, semua museum yang menampilkan 3 narasi berbeda ini tidak ada yang didanai oleh pemerintah Thailand. Semuanya adalah museum swasta, atau didanai oleh negara lain: Australia, Belanda, Jepang. 

Sungguh menarik ya kaitan antara sejarah, politik, hubungan internasional dan museum di Thailand ini! 

*Swasdi artinya halo dalam Bahasa Thai.

Disclaimer: tulisan ini sudah pernah dipublikasikan di blog pribadi penulis: www.museumtravelogue.com. Juga tersedia dalam bentuk rekaman podcast di akun #MuseumTravelogue Talk yang dapat didengarkan di Spotify, Anchor, Google Podcasts, ataupun Apple Podcasts.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun