Selain itu, diceritakan pula kisah resistensi mahasiswa Indonesia dan Peranakan Cina-Indonesia di Belanda dalam menghadapi NAZI. Bahkan ada juga cerita tentang mata-mata Jepang yang undercover jadi translator!Â
Dari kunjungan ke beberapa museum sejarah di Belanda, saya jadi dapat menyimpulkan kalau museum itu "politis". Museum tidak hanya berfungsi untuk menyampaikan kisah sejarah dan menyimpan memori, tapi juga dapat digunakan untuk kepentingan politik suatu negara.
Dalam kasus Belanda dan Maluku, museum digunakan untuk menampilkan proses integrasi komunitas Maluku sebagai bagian dari masyarakat Belanda. Cocok sebenarnya dengan tema International Museum Day 2020 "Museums for Equality: Diversity and Inclusion".Â
Hal yang juga menarik adalah, kisah mengenai postcolonial immigrant ini biasanya ditemukan di museum-museum sejarah, namun tidak banyak ditampilkan di museum sejarah kota. Padahal cerita mengenai imigran lain biasanya muncul di museum sejarah kota.
Berdasarkan hasil jalan-jalan saya di museum-museum Belanda, hanya di Haags Historisch Museum di Den Haag yang menampilkan cerita tentang postcolonial immigrant dari Indonesia. Itu pun tentang orang Indo dan Peranakan Cina-Indonesia. Orang Maluku tidak diceritakan sama sekali.Â
Namun, cerita mengenai mereka hampir tidak pernah dibahas, baik di (museum) Belanda, apalagi di Indonesia. Saya jadi penasaran dengan untold history tentang postcolonial immigrant dari Papua di Belanda. Ada yang tahu sejarahnya? Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H