Keesokan pagi, perang dimulai lagi. Di padang Kurusetra Bima berhasil membunuh gajah bernama Hestitama memakai senjata pusaka Gada Rujakpolo. Lalu dengan suara lantang, Bima berteriak: "Aswatama mati!"
"Aswatama mati!" Teriakan ini kemudian disambung oleh teriakan sorak para prajurit dan Senapati di medan perang. "Aswatama mati!", teriakan para pasukan, menggema hingga terdengar oleh telinga Begawan Durna. Bunyi sorak prajurit dan suara "Aswatama mati!" itu sangat jelas terdengar di medan perang.
"Apaaa? Aswatama putraku mati?". Begawan Durna kaget setengah tak percaya. Tetapi para prajurit Pandawa bersorak dan berteriak terus menerus "Aswatama mati!".
Maka kabar kematian putranya itu langsung menusuk jantungnya. "Swatama mati. Oh, anakku swatama..jika kamu mati, apa gunanya hidupku ini? Aswatama, swatama ngger..anakku". Begawan Durna bereaksi keras. Hatinya bagai langsung tertusuk sembilu.
Rasa kehilangan putra tunggal yang dikasihinya itu, sontak membuat mentalnya drop. Tubuhnya ngelumpruk tanpa daya. Dukacitanya teramat dalam. Air matanya berderai derai. Begawan Durna linglung, hilang konsentrasinya sebagai panglima perang Kurawa.
Sambil berurai airmata, setengah tak percaya, ia mengkomfirmasi berita duka itu kepada Arjuna. Lalu dia menemui Arjuna yang berada di kereta perang yang dikusir oleh Prabu Kresna. Begawan Durna bertanya kepada Arjuna.
"Anakku Arjuna, apakah benar Aswatama, putraku itu mati?", tanya Begawan Durna.
"Benar yang kudengar begitu bapa Durna. Aswatama telah mati di medan tempur", jawab Arjuna tanpa ragu. Mendengar jawaban itu, semakin remuk redamlah hati Begawan Durna.
Tangisannya kian memilukan hati. "Oh swatama, anakku ngger. Mengapa kamu mati, nak..oh anakku, Swatama..Aswatama". Ujarnya berulang ulang. Masgul hatinya.Â
Lalu Begawan Durna pergi menemui Bima. Ia ingin memperoleh jawaban yang lebih pasti. Baginya Bima itu mantan muridnya yang lurus hatinya. Bima adalah satu satunya ksatria yang pernah bertemu dengan Dewa Ruci. Bima pasti akan berkata jujur padanya. Begitu pikir Begawan Durna.
"Bima muridku, apakah benar Aswatama mati?", tanya Begawan Durna begitu bertemu Bima.
"Iya benar, Durna, bapaku. Aswatama mati, terkena pusakaku, Gada Rujakpolo", pungkas Bima. Mendengar jawaban itu, semakin remuklah hati Begawan Durna. Tangisannya kian menjadi. Duka citanya kian mendalam.