Mohon tunggu...
D. Wibhyanto
D. Wibhyanto Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Bidang Sastra, Sosial dan Budaya

Penulis Novel CLARA-Putri Seorang Mafia, dan SANDHYAKALANING BARUKLINTING - Tragedi Kisah Tersembunyi, Fiksi Sejarah (2023). Penghobi Traveling, Melukis dan Menulis Sastra, Seni, dan bidang Sosial Budaya.

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

5 Guru Bahasa Sekolah SMA Ini Turut Mewarnai Hidupku

10 November 2023   10:17 Diperbarui: 15 November 2023   08:42 1167
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sekolahku, SMA Seminari Mertoyudan di Magelang (sumber image: seminarimertoyudan.sch.id) 

5 Guru Bahasa Sekolah SMA Ini, Turut Mewarnai Hidupku

JAKARTA, -Semasa duduk di bangku SMA, di SMA Seminari Mertoyudan, Magelang, kami memiliki beberapa guru Bahasa. Mereka adalah orang orang hebat, mumpuni di bidangnya, dan mampu memberi kesan kuat pada kami para muridnya.

Hingga kini, kami sangat berkesan pada apa yang telah diajarkan oleh mereka kepada kami nun di kala itu. Setidaknya itu menurutku. Siapa saja mereka? Mereka lima orang guru Bahasa kami. 

5 Guru Bahasaku Yang Hebat

Pak Gunawan. Guru Sastra Indonesia. 

Kami memanggilnya pak Gun. Dia guru kami khusus bidang sastra Indonesia. Pak Gun, dengan gaya penampilan seperti sastrawan atau seniman yang berperawakan kurus, berkacamata, dan berambut gondrong, sangat mengesankan bagi kami.

Dari pak Gun, kami para murid diajari dan dikenalkan dunia sastra Indonesia. Kami diperkenalkan pada berbagai model karya sastra puisi, cerpen, novel, drama, dan pelatihan proses kreatif menulis sastra.

Pak Gun (foto:istimewa)
Pak Gun (foto:istimewa)

Dari pak Gun, kala itu saya menjadi suka membaca, bahkan dipicu untuk cenderung "rakus melahap" buku buku karya sastra Danarto, Budi Darma, Iwan Simatupang, Putu Wijaya, NH Dini, JB Mangunwidjaja, Sindhunata, Linus Suryadi AG, WS Rendra, dan lainnya. Karya dari para sastrawan Indonesia berbobot di kala itu, dan kami sangat suka pada karya sastra mereka.

Termasuk berjilid jilid karya Karl May dalam "Winnetou" kami "lahap membacanya".  dan boleh mencicipi novelnya Ernest Hemingway "The Old man and The Sea" yang mendunia itu.

Beruntung bahwa sekolah SMA Seminari kami menyediakan semua buku sastra itu sangat melimpah, dimana semua buku tersedia di perpustakaan sekolah dengan koleksi lengkap. 

Sesekali pak Gun bertutur seperti orang mendongeng di depan kelas. Dia menceritakan kisah film dan novel terkenal di kala itu, berjudul "Papillon", kisah nyata dari penulisnya, yakni Henri Charriere.

Uniknya, gaya pak Gun menceritakan kisah itu, dilakukan secara bersambung, dalam beberapa minggu pertemuan kelas. Ini sangat memesona kami semua. Pak Gun adalah seorang aktor pencerita yang ulung. Itu kesimpulanku, saat itu, hingga sekarang.

Selama di SMA itu, pak Gun juga beberapa kali mengajari kami "Membedah Buku" atau meresensi suatu karya sastra, lalu kami para murid diminta membuatnya dalam suatu artikel dan dinilai.

Ilmu dasar sastra tentang unsur unsur Intrinsik dan Ekstrinsik misalnya, saya dapatkan dari pak Gun. Pak Gun menugasi kami, setiap siswa, untuk membuat karya tulis khusus seperti skripsi, tentang unsur Instrinsik dan Ekstrinsik sebuah cerpen.

Luar biasa, sebab di kala itu belum ada komputer dan laptop. Sehingga semua karya tulis musti kami ketik manual. Ini tantangan bagi kami tersendiri. Tetapi tatkala tugas khusus itu rampung kami selesaikan, lega rasanya. Makplong.

Pak Gun telah mewarnai gaya bertutur saya dalam membuat artikel sastra, novel, cerpen, puisi, entah dipublikasi atau tidak. Terimakasih pak Gun, guru sastra Indonesiaku.

pak Naryo (foto:istimewa)
pak Naryo (foto:istimewa)

Pak Sunaryo. Guru Gramatika Indonesia. 

Tak kalah hebatnya dari pak Gun. Dia kami panggil pak Naryo. Pak Naryo berperawakan subur, kalem dan ramah. Berbeda dengan pak Gun yang ceking, suka membetulkan letak kacamata, seperti seniman Malioboro.

Pak Naryo guru gramatika Bahasa Indonesia, khusus membidangi spesialis "Diksi dan Gaya Bahasa", dan spesialis logika dasar Bahasa "DM-MD", termasuk logika kalimat "SPOK".

Selama di SMA Seminari kami digembleng oleh pak Naryo, terutama di bidang khusus itu. Uniknya, hampir 80% pertemuan kelas selama di SMA oleh pak Naryo selalu diisi dengan studi kasus dalam satu pertanyaan, dimana setiap siswa diuji untuk memecahkan kasus itu.

Contoh kasus kalimat ujian itu, antara lain: "tentukan S-P-O-K, mana Induk Kalimat dan Anak Kalimat dari kalimat majemuk berikut ini", dan "Buat alur DM -- MD nya dari kalimat majemuk itu".

Nah kan, seru tidak? Bayangkan jika kalimat majemuk itu rumit, seperti rangkaian kalimat panjang dalam novel "Burung-Burung Manyar"nya JB Mangunwidjaja, contohnya berikut ini:

"Ataukah karena aku belum berani mengorbankan citra terakhir yang paling indah dari sejarah hidupku, citra Atik? Ingin kutanyakan pada burung burung manyar, tetapi sekarang sudah jarang kulihat mereka". (JB Mangunwidjaja, 1981: 278-279). Tentukan SPOK kalimat ini, buat alur DM-MD nya!

Nah, begitulah pak Naryo menguji nyali dan nalar kewarasan kami dalam berlogika Bahasa. Luar biasa pak guru "Diksi dan Gaya Bahasa" kami ini. Dia meletak dasar dasar kami berlogika, terutama dalam menulis kalimat dalam Bahasa Indonesia yang runut, logis, baik dan benar. Terimakasih pak Naryo.

Pak Willy Setiarjo. Guru Bahasa Latin

Kami memanggilnya, pak Willy. Dia adalah guru Bahasa Latin kami di SMA ini. SMA Seminari Mertoyudan menerapkan Bahasa Latin, sebagai salah satu studi mata pelajaran Bahasa pokok di sekolah.

Pak Willy berpenampilan rapih, teliti dalam berpikir, cermat dan mendalam ketika bercerita tentang  kisah kisah kuno dimana Bahasa Latin biasa  dipakai di pemerintah Roma selama berabad abad.

Uniknya, pak Willy sangat telaten, mengajarkan Bahasa Latin dengan sangat sistematis, dan model pengajaran yang sangat mudah diikuti oleh kami para muridnya, di kala itu.

"Syarat belajar Bahasa latin, selain tekun mempelajari dan menguasai vocabulary Latin, juga harus punya passion yang kuat untuk menguasai sisi gramatika Latin". Begitu pesan yang selalu diulang ulang pak Willy kepada kami.

Kami teringat ketika itu, pak Willy secara rutin menugasi kami setiap minggu untuk "Menghafal 100 kata Latin-Indonesia, dan 100 kata Indonesia-Latin". Dan ujian pasti dilakukan di hari Sabtu, akhir pekan.

Belum lagi tugas lainnya, yaitu kami wajib menghafal gramatika dasar, tetapi sangat penting dalam Bahasa Latin, seperti contohnya: "Amo-amas-amat, amamus-amatis-amant. Amor-amaris-amatur, amamur-amamini-amantur". Artinya: "aku mencintai, kamu mencintai, dia mencintai, kami mencintai, kalian mencintai, mereka mencintai. Aku dicintai, kamu dicintai, dia dicintai. Kami dicintai, kalian dicintai, mereka dicintai". Itu semua harus bisa kami hapal di luar kepala.

Belum lagi, ada belasan gramatika dasar Latin lainnya, yang harus dihafal, dimengerti dan dikuasai logika dasar S-P-O-K nya.

"Inti Bahasa Latin adalah berpikirlah logis, tepat, baku dan benar. Bahasa Latin adalah Bahasa baku, SPOKnya kaku dan jelas. Bahkan setiap kata benda pun memiliki genus atau gender, feminimum-neutrum-maskulinum. Ingat itu". 

Begitu pesan pak Willy kepada kami, berulang ulang kali, setiap mengajar di kelas. Pesan dan pengajaran Bahasa Latin pak Willy sangat melekat dalam ingatan dan kenangan kami.

Pak Willy pernah berpesan, "Non Scholae Sed Vitae Discimus", artinya: kita belajar bukan untuk sekadar sekolah dan mendapat nilai, tetapi kita belajar untuk hidup. Begitulah ujar pak Willy, guru Bahasa Latin kami. Luar biasa bukan?

Pak Surawan. Guru Bahasa Inggris.

Kami memanggil pak Rawan, kepada guru Bahasa Inggris kami ini. Pak Rawan tinggal di desa dukun, lereng Merapi, Muntilan. Dia berpenampilan sederhana, tetapi kami harus mengakui bahwa kerendahan hatinyalah yang paling mengesankan kami.

Pak Rawan adalah guru Bahasa Inggris yang cerdas, meraih S2 bidang Administrasi Pendidikan, dan gelar S3 bidang Evaluasi Pendidikan,  pada beberapa tahun lalu.

Uniknya, pak Rawan memakai model pengajaran dan pengenalan Bahasa Inggris seperti model pak Willy mengajarkan Bahasa Latin. Yaitu, mewajibkan kami para siswa untuk menguasai 6000 kata (vocabulary) Inggris-Indonesia, dan Indonesia-Inggris.

Artinya, kami musti hafal dan kuasai 100 kata Inggris, setiap minggu. Dan ujian penguasan vocabulary ini dilakukan setiap hari Sabtu, akhir pekan. "Ampun pemerintah! Bisa keriting rambut ini, menghapal 100 kata latin dan 100 kata Inggris, setiap minggu, selama berbulan bulan, dan selama di SMA".

Begitulah derita kami sesekali spontan, di kala itu. Tetapi faktanya, bahwa apa yang pak Rawan ajarkan sungguh menggembleng kami semua, terutama dalam hal berlogika dan menguasai Bahasa asing, terutama Bahasa Inggris. Terimakasih pak Rawan, jasamu tiada tara.

Ibu Martono. Guru Bahasa Jawa.

Ibu Martono, harus melaju dari rumahnya di Salatiga ke SMA Seminari Mertoyudan di Magelang tempat sekolah kami, khusus untuk mengajari kami Bahasa Jawa.

Bahasa Jawa penting sebagai akar budaya dimana kita lahir, yang harus "diuri-uri" (dirawat dan dilestarikan). Begitu pesan ibu Martono kepada kami.

Ibu Martono sangat piawai mengajarkan diksi, gramatika dan sastra jawa yang sebenarnya rumit, tetapi beliau bisa jelaskan dan ajarkan melalui metode yang mudah kami pahami bersama.

Bahkan sedikit banyak, beberapa murid di kelas kami yang berasal dari luar Jawa, akhirnya bisa dan tahu berbahasa Jawa. Ibu Martono, guru Bahasa Jawa kami yang sungguh "mengedab-edabi"-mengagumkan.

Melalui ibu Martono, kami para muridnya jadi tahu apa itu "Rurabasa" (Bahasa rusak, keliru, atau salah kaprah), "Kromo Ndeso" (Bahasa inggil, kromo yang biasa dipakai di desa Jawa pedalaman), termasuk 10 leveling ilustrasi orang teler, yang disebut "Dasanama-Candraning Wong Mabuk" hehe.

Ibu Martono, guru Bahasa Jawa yang telaten, riang gembira dalam setiap mengajarkan ilmu Bahasa Jawa kepada kami para muridnya.

Kami sangat berkesan dan kagum pada dedikasi, keuletan, dan totalitasnya dalam mengajarkan Bahasa termasuk etiket, "Unggah ungguh Jowo" pada kami semua. Sungguh ibu Martono adalah guru yang "Mengedab-edabi" bagi kami semua  muridnya.

Catatan Akhir:  Selamat Merayakan Hari Guru Nasional 2023

Begitulah kisah kenangan pada kelima guru Bahasa di sekolah kami ini. Pak Gunawan dan Pak Sunaryo keduanya guru Bahasa Indonesia yang berkompeten, peletak dasar logika berbahasa Indonesia yang indah, baik dan benar sesuai KBBI.

Pak Willy guru Bahasa Latin dan Pak Surawan guru Bahasa Inggris yang keren dalam metode pengajaran.

Serta ibu Martono, guru Bahasa Jawa yang sungguh "menyengsemkan" kami untuk tetap mencintai dan merawat "nguri-uri" tradisi, etika "unggah ungguh" Jowo, dan melestarikan tradisi budaya Jawa.

Terimakasih para guruku, salam hormat kami. Jasa Anda kalian tiada tara, dan tetap kami kenang sepanjang masa. Semoga Anda kalian bahagia.

Artikel ini penulis dedikasikan untuk mengenang jasa baik para guru kami itu. Selamat Merayakan Hari Guru Nasional 2023!  

SELESAI. 

#HGNKomdik2023  #EventKomdikKompasiana

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun