Adapun crew yang terlibat dalam pertunjukan wayang kulit yang dikemas sederhana ini, juga minimalis. Yaitu hanya tiga orang. Terdiri dari: ki dalang yang memainkan wayang, memukul kepyak dan Cempala; lalu pengendang yang menabuh kendang dengan lincah menyesuaikan alunan musik gamelan.
Serta seorang audioman yang mengatur take in dan take out musik yang musti dibunyikan melalui laptop, sesuai kebutuhan atau alur cerita wayang, atau sesuai skenario yang diminta oleh ki dalang. Unik bukan?Â
Dengan demikian, pertunjukan kreatif wayang kulit ini tidak memerlukan Wiyogo (penabuh gamelan) seperti penabuh gong, kempul, kenong, gender, siter dan lainnya, termasuk tidak memerlukan kehadiran pesinden wayang kulit.
Sebab posisi Wiyogo itu telah terwakili oleh suara gamelan dan nyanyian sinden yang telah direkam dan diracik dengan baik di perangkat audio system yang khusus disiapkan dan dipakai selama dalam pertunjukan ini oleh audioman.Â
Skenario Sederhana, Berdurasi Pendek
Lakon pertunjukan pun disiapkan oleh dalang dan crew, dalam skenario sederhana sebelum pentas, yakni berupa sepenggal kisah dalam rangkaian cerita pertunjukan wayang, dan berdurasi pendek.
Misalnya, sepenggal kisah goro-goro, kisah bambangan cakil, kisah budalan perang boto rubuh, kisah perang dalam Anoman Obong, kisah Ramayana dan sebagainya. Durasi pertunjukan, sekitar 15-20 menit.
Artinya, pertunjukan ini memang sebuah pentas mini, bertujuan khusus untuk edukasi, hiburan dan pengenalan budaya wayang dalam durasi waktu pentas yang terbatas. Sebab sekali lagi, pentas wayang kulit ini memang dikhususkan bagi turis lokal dan asing, termasuk bagi tiga turis Singapore yang saya ajak menonton wayang di galeri ini.
Berbeda dengan pentas wayang kulit pada umumnya yang tampil dalam durasi panjang, bahkan semalam suntuk.
Menurut penulis, meski hanya sepenggal kisah yang ditampilkan dalam pertunjukan wayang kulit di galeri ini, dan berdurasi pendek, namun nuansa pentas yang megah, dan atmosfir pertunjukan yang menawan, sangat kami rasakan di tempat ini.
Sebab ki dalang, pengendang dan audioman, adalah tim kreatif yang ternyata mereka sudah profesional mengelola pertunjukan wayang kulit ini. Ki Dalang memainkan setiap karakter wayang dengan luwes, bercerita dan memainkan watak setiap tokoh dengan sempurna.
Misalnya, ketika tokoh Arjuna berkelahi melawan Buto Cakil, sabetan wayang atau gerakan adegan itu begitu indah dan halus dimainkan oleh tangan terampil ki dalang yang profesional. Pengendang pun sangat terampil memainkan kendang mengiringi setiap adegan, sambil menyesuaikan tempo musik gamelan yang disetel oleh audioman melalui laptopnya.