Mohon tunggu...
D. Wibhyanto
D. Wibhyanto Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Bidang Sastra, Sosial dan Budaya

Penulis Novel CLARA-Putri Seorang Mafia, dan SANDHYAKALANING BARUKLINTING - Tragedi Kisah Tersembunyi, Fiksi Sejarah (2023). Penghobi Traveling, Melukis dan Menulis Sastra, Seni, dan bidang Sosial Budaya.

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Mentalitas Menerabas dan Kepemimpinan Nasional Jelang Pilpres 2024

30 Oktober 2023   09:33 Diperbarui: 30 Oktober 2023   11:23 323
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi cover mentalitas menerabs dan kepemimpinan nasional jelang pilpres 2024 (sumber image: freepik) 

Mentalitas Menerabas dan Kepemimpinan Nasional Jelang Pilpres 2024

JAKARTA, -Kepemimpinan nasional kita tengah dikompetisikan dalam pilpres 2024. Diskursus siapa yang kelak pasangan presiden yang memegang tampuk kepemimpinan nasional, tengah ramai diperbincangkan di publik. Partai politik, politisi, pengamat, termasuk media ramai membahasnya hampir setiap hari di berbagai forum dan platform media massa

Seperti kita tahu, bahwa situasi politik ini akan terus dinamis, hingga jelang pemilu 2024. Maka dinamika politik pilpres yang lebih populer disebut "dansa dansi politik" ini penting kita cermati dan kawal bersama. Mengapa?

Agar kelak sebagai pemilih cerdas bangsa Indonesia memperoleh pasangan pemimpin nasional yakni pasangan presiden dan wakil yang mampu memimpin bangsa dan negara Indonesia sesuai kehendak rakyat, yakni pemimpin yang bijaksana, berintegritas, bersih, bermoral dan unggul.

Kritik Sosial Koentjaraningrat

Seperti judul artikel di atas, ulasan ini menyoal tentang sikap mentalitas menerabas dan kepemimpinan nasional kita jelang pilpres 2024.

Istilah "mentalitas menerabas" dalam perspektif ilmu sosial, bukan istilah baru. Setidaknya istilah ini sudah dipakai oleh profesor Koentjaraningrat, antropolog terkemuka Indonesia, pada belasan tahun silam.

Istilah "mentalitas menerabas" adalah salah satu konsep yang dikemukakan oleh profesor Koentjaraningrat, dalam bukunya "Kebudayaan, Mentalitas dan Pembangunan", penerbit Gramedia Pustaka Utama (2004).  

Konsep ini merujuk pada pola pikir atau perilaku di mana orang cenderung mencari cara-cara untuk "menerobos", "menerabas", "mencari jalan pintas" atau "melewati" berbagai aturan, norma, dan hambatan yang ada dalam masyarakat. Mentalitas menerabas adalah sikap mengabaikan proses "budaya mengantre".

Contohnya, sering kita lihat satu dua orang menerobos atau menerabas antrean BBM di pom bensin, antrean belanja di super market, antrean pelayanan publik di rumah sakit, antrean di kelurahan, antrean di layanan bank, dan sebagainya.

Termasuk misalnya, sikap mental menerabas juga dipakai orang untuk mendapatkan pekerjaan, kedudukan, jabatan di birokrasi, menang tender lelang proyek, atau mendapatkan pelayanan fasilitas istimewa publik tertentu lainnya, dan tidak mau mengantre atau tidak taat aturan dan norma yang berlaku umum.

Berbagai bentuk sikap mentalitas menerabas ini mencerminkan kritik sosial seperti disuarakan oleh Prof.Dr.H.C. KPH. Koentjaraningrat terhadap berbagai aspek dalam kehidupan masyarakat di Indonesia.

Oiya, profesor Koentjaraningrat (1923-1999) adalah antropolog terkemuka yang berperan besar dalam mendeskripsikan sejarah dan kebudayaan Indonesia. Ia adalah Bapak Antropologi Indonesia, sebuah penghargaan yang diberikan oleh Lingkar Budaya Indonesia (LBI).

Beberapa poin penting tentang konsep mentalitas menerabas, antara lain:

Tidak Patuh pada Hukum dan Aturan: Mentalitas menerabas mencakup ketidakpatuhan terhadap hukum dan aturan yang ada dalam masyarakat. Ini bisa berupa perilaku seperti suap, pungli, gratifikasi, penyelewengan, pencurian, atau upaya lain yang dilakukan untuk menghindari hukuman atau memperoleh keuntungan pribadi.

Budaya Nepotisme dan Patron-Klien: Koentjaraningrat juga merujuk pada praktik nepotisme dan hubungan patron-klien yang menjadi ciri khas dalam mentalitas menerabas. Orang-orang (klien) sering mencari perlindungan atau keuntungan melalui hubungan pribadi atau keluarga yang berkuasa (patron), terutama saat mereka melanggar prinsip-prinsip meritokrasi atau keadilan.

Sistem Informal: Mentalitas menerabas sering melibatkan penggunaan jaringan sosial dan sistem informal untuk mencapai tujuan. Ini terjadi misalnya pada saat orang ingin mendapatkan pekerjaan, kontrak, surat izin, atau hak-hak lainnya melalui jalur yang tidak resmi.

Menurut catatan penulis, konsep mentalitas menerabas oleh profesor Koentjaraningrat masih relevan hingga saat ini. Praktik dan fenomenanya masih sering  kita lihat diberitakan di televisi dan media  massa lain. Contohnya, penegak hukum masih sering menemukan kasus dimana pejabat publik terlibat melanggar hukum karena korupsi, kolusi, dan nepotisme.

Upaya reformasi dan penegakan hukum tampaknya terus dilakukan untuk mengatasi masalah ini. Tetapi upaya itu perlu dilanjutkan untuk menciptakan masyarakat yang lebih adil, berkeadilan, dan berkeadaban publik.

Menurut penulis, mentalitas menerabas dalam konteks sistem kepemimpinan nasional sangat berpotensi merugikan bangsa dan seluruh rakyat Indonesia.

Sebab jika mentalitas menerabas dibiarkan merajalela dalam sistem dan iklim kepemimpinan nasional, berbagai dampak negatif dengan sendirinya berpotensi muncul di sana-sini, antara lain:

Korupsi dan Pencurian Dana Publik: Mentalitas menerabas dapat mengarah pada praktik korupsi di dalam pemerintahan dan Lembaga negara. Pejabat yang memiliki mentalitas menerabas diduga berpotensi memanfaatkan kekuasaan mereka untuk mencuri dana publik atau menerima suap, yang merugikan negara dan masyarakat secara luas.

Tidak adil dan Tidak merata: Mentalitas menerabas bisa menyebabkan ketidakadilan dalam pembagian sumber daya dan peluang. Orang-orang yang dekat dengan pemimpin dan pusat kekuasaan misalnya, berpotensi mendapatkan keuntungan yang berlebihan dibanding dengan mereka yang berada di luar ring kekuasaan.

Pemborosan Aset Publik: Pemimpin yang memiliki mentalitas menerabas, sangat mungkin menggunakan sumber daya publik untuk memenuhi kepentingan pribadi atau kelompok mereka saja, daripada untuk kepentingan negara atau masyarakat secara keseluruhan.

Kurangnya Akuntabilitas dan Transparansi: Mentalitas menerabas bisa mempromosikan kurangnya akuntabilitas dan transparansi dalam pemerintahan. Pemimpin yang memiliki mentalitas ini, berpotensi cenderung berusaha untuk menghindari pertanggungjawaban atas tindakan atau kebijakan mereka.

Untuk mengatasi masalah ini, pemerintah Indonesia, lembaga penegak hukum dan masyarakat sipil telah melakukan berbagai upaya untuk memerangi korupsi, meningkatkan transparansi, dan memperkuat lembaga-lembaga yang bertanggung jawab dalam pemerintahan.

Reformasi birokrasi, penegakan hukum dan tindakan pemberantasan korupsi menjadi penting untuk memastikan bahwa sistem kepemimpinan nasional tidak merugikan, melainkan memberikan manfaat bagi seluruh rakyat dan bangsa Indonesia.

Selain itu, kesadaran masyarakat dan partisipasi aktif dalam pemilihan umum dan pengawasan pemimpin juga merupakan faktor penting dalam menjaga kualitas kepemimpinan nasional kita.

Seharusnya dan Semestinya Bagaimana?

Mengatasi sikap mental menerabas di kalangan elit pemimpin nasional merupakan tugas yang tidak mudah. Tetapi sangat penting terus diupayakan dan memastikan terwujudnya kepemimpinan yang berkualitas, berintegritas, transparan, dan berkeadilan.

Berikut beberapa langkah yang mungkin dapat diambil untuk mengupayakan ini:

Satu. Pendidikan dan Pelatihan Etika Kepemimpinan: Meningkatkan pendidikan dan pelatihan etika kepemimpinan yang kuat bagi calon pemimpin. Hal ini dapat membantu membentuk pemimpin yang memiliki integritas, etis dan komitmen untuk melayani masyarakat daripada kepentingan pribadi.

Dua. Penguatan Lembaga Pengawasan dan Anti-Korupsi: Memperkuat lembaga-lembaga anti-korupsi dan pengawasan seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Indonesia. Lembaga ini harus diberikan wewenang yang cukup dan dana yang cukup untuk melakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan kasus korupsi.

Tiga. Transparansi dan Akuntabilitas: Meningkatkan tingkat transparansi dalam pemerintahan. Informasi publik, terutama yang berkaitan dengan kebijakan publik, pengeluaran anggaran negara, dan pemilihan umum, harus tersedia secara luas dan mudah diakses oleh masyarakat. Di sini pemimpin publik harus bertanggung jawab atas tindakan mereka.

Empat. Pemantauan Masyarakat Sipil: Mendukung peran masyarakat sipil dalam memantau tindakan pemerintah dan pemimpin nasional. Organisasi-organisasi masyarakat sipil, media independen, dan LSM harus diberikan kebebasan untuk menjalankan fungsi peran pengawasan dan kontrol sosial.

Lima. Perbaikan Sistem Hukum dan Peradilan: Memperbaiki sistem peradilan untuk memastikan bahwa pelanggaran etik kepemimpinan dan tindakan korupsi diberikan sanksi yang setimpal. Ini termasuk memastikan proses hukum adil dan bebas dari intervensi politik.

Enam. Pengawasan Keuangan Publik: Memperkuat pengawasan keuangan publik untuk mencegah pemimpin mencuri dana publik. Ini penting melibatkan audit keuangan yang independen dan ketat.

Tujuh. Etika dalam Kurikulum Pendidikan: Memasukkan pendidikan etika dan integritas dalam kurikulum pendidikan formal, sehingga nilai-nilai etika, budi pekerti dan kepemimpinan yang baik diajarkan sejak usia dini di sekolah.

Delapan. Pemilihan yang Transparan: Mendorong proses pemilihan yang transparan dan bersih. Kandidat harus dipilih berdasarkan kompetensi, visi, dan program kerja mereka, bukan hubungan pribadi dengan pusat kekuasaan atau keuangan yang kuat.

Sembilan. Praktik Contoh Role Model: Penting bagi pemimpin nasional untuk memberikan contoh perilaku yang etis, jujur, dan tidak melanggar hukum. Mereka harus mempraktikkan nilai-nilai integritas diri dalam berbagai tindakan sehari-hari di masyarakat.

Sepuluh. Partisipasi Aktif Masyarakat: Masyarakat harus aktif dalam memantau kinerja pemimpin mereka, memberikan umpan balik, dan melaporkan tindakan yang mencurigakan atau korupsi.

Penting dicatat, bahwa perubahan ke arah yang lebih baik dalam budaya politik dan kepemimpinan memerlukan waktu dan usaha bersama dari semua pemangku kepentingan, termasuk pemerintah, masyarakat sipil, media, dan warga negara.

Upaya bersama ini diperlukan untuk memerangi mentalitas menerabas dan memastikan kepemimpinan yang lebih etis dan berorientasi pada pelayanan masyarakat bagi seluruh rakyat Indonesia. 

Kesimpulan: Penting Kesadaran Kolektif

Kesimpulan dari ulasan ini adalah bahwa mentalitas menerabas, (seperti pernah disuarakan Profesor Koentjaraningrat), dimana perilaku dan sikap yang cenderung mencari cara-cara jalan pintas untuk melewati aturan UU dan norma dalam sistem kepemimpinan nasional, dapat merugikan bangsa Indonesia.

Untuk mengatasi masalah ini, langkah-langkah seperti pendidikan etika kepemimpinan, penguatan lembaga pengawasan, transparansi, akuntabilitas, pemantauan oleh masyarakat sipil, dan perbaikan sistem hukum perlu diambil.

Upaya bersama, yakni kesadaran kolektif dari berbagai pihak, termasuk pemerintah, masyarakat sipil, dan masyarakat luas, sangat penting untuk menciptakan sistem kepemimpinan yang lebih etis, adil, dan berorientasi pada pelayanan rakyat atau masyarakat.

Mengatasi mentalitas menerabas adalah langkah penting dalam membangun negara yang lebih baik. Semoga bangsa dan rakyat Indonesia mampu memilih pemimpin nasional terbaik melalui proses pemilu 2024 yang Luber dan Jurdil, sebagai cermin kehendak rakyat, yakni pemimpin yang bijaksana, bersih, berintegritas, bermoral, dan unggul.

Bukan pemimpin yang menghalalkan segala cara dalam meraih kursi kepemimpinan nasional, dan bukan pemimpin yang bermental menerabas atau jalan pintas. Semogalah demikian.

SEKIAN -penulis adalah mantan mahasiswa Fisipol UGM Yogyakarta. Artikel ini adalah pandangan pribadi penulis, bukan mewakili organisasi atau Lembaga manapun di Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun