Oiya, profesor Koentjaraningrat (1923-1999) adalah antropolog terkemuka yang berperan besar dalam mendeskripsikan sejarah dan kebudayaan Indonesia. Ia adalah Bapak Antropologi Indonesia, sebuah penghargaan yang diberikan oleh Lingkar Budaya Indonesia (LBI).
Beberapa poin penting tentang konsep mentalitas menerabas, antara lain:
Tidak Patuh pada Hukum dan Aturan:Â Mentalitas menerabas mencakup ketidakpatuhan terhadap hukum dan aturan yang ada dalam masyarakat. Ini bisa berupa perilaku seperti suap, pungli, gratifikasi, penyelewengan, pencurian, atau upaya lain yang dilakukan untuk menghindari hukuman atau memperoleh keuntungan pribadi.
Budaya Nepotisme dan Patron-Klien:Â Koentjaraningrat juga merujuk pada praktik nepotisme dan hubungan patron-klien yang menjadi ciri khas dalam mentalitas menerabas. Orang-orang (klien) sering mencari perlindungan atau keuntungan melalui hubungan pribadi atau keluarga yang berkuasa (patron), terutama saat mereka melanggar prinsip-prinsip meritokrasi atau keadilan.
Sistem Informal:Â Mentalitas menerabas sering melibatkan penggunaan jaringan sosial dan sistem informal untuk mencapai tujuan. Ini terjadi misalnya pada saat orang ingin mendapatkan pekerjaan, kontrak, surat izin, atau hak-hak lainnya melalui jalur yang tidak resmi.
Menurut catatan penulis, konsep mentalitas menerabas oleh profesor Koentjaraningrat masih relevan hingga saat ini. Praktik dan fenomenanya masih sering  kita lihat diberitakan di televisi dan media  massa lain. Contohnya, penegak hukum masih sering menemukan kasus dimana pejabat publik terlibat melanggar hukum karena korupsi, kolusi, dan nepotisme.
Upaya reformasi dan penegakan hukum tampaknya terus dilakukan untuk mengatasi masalah ini. Tetapi upaya itu perlu dilanjutkan untuk menciptakan masyarakat yang lebih adil, berkeadilan, dan berkeadaban publik.
Menurut penulis, mentalitas menerabas dalam konteks sistem kepemimpinan nasional sangat berpotensi merugikan bangsa dan seluruh rakyat Indonesia.
Sebab jika mentalitas menerabas dibiarkan merajalela dalam sistem dan iklim kepemimpinan nasional, berbagai dampak negatif dengan sendirinya berpotensi muncul di sana-sini, antara lain:
Korupsi dan Pencurian Dana Publik: Mentalitas menerabas dapat mengarah pada praktik korupsi di dalam pemerintahan dan Lembaga negara. Pejabat yang memiliki mentalitas menerabas diduga berpotensi memanfaatkan kekuasaan mereka untuk mencuri dana publik atau menerima suap, yang merugikan negara dan masyarakat secara luas.
Tidak adil dan Tidak merata: Mentalitas menerabas bisa menyebabkan ketidakadilan dalam pembagian sumber daya dan peluang. Orang-orang yang dekat dengan pemimpin dan pusat kekuasaan misalnya, berpotensi mendapatkan keuntungan yang berlebihan dibanding dengan mereka yang berada di luar ring kekuasaan.
Pemborosan Aset Publik: Pemimpin yang memiliki mentalitas menerabas, sangat mungkin menggunakan sumber daya publik untuk memenuhi kepentingan pribadi atau kelompok mereka saja, daripada untuk kepentingan negara atau masyarakat secara keseluruhan.