Akses Sumber Daya: Sebagian kalangan mungkin melihat keuntungan posisi Gibran sebagai anak presiden dalam memperoleh akses politik yang lebih mudah, terutama ke sumber daya, fasilitas dan dukungan politik yang dapat membantu pasangan Prabowo-Gibran dalam menjalani kampanye yang efektif.
Kontinuitas Stabilitas: Bagi sebagian pemilih, pemilihan Gibran yang anak seorang presiden dapat dianggap sebagai cara tepat untuk melanjutkan kestabilan dan arah kebijakan yang telah ada di bawah kepemimpinan presiden sebelumnya, yaitu kepemimpinan Presiden Jokowi, ayah Gibran sendiri.
Sentimen Negatif:
Nepotisme: Salah satu kritik utama bagi Gibran adalah bahwa pencalonan anak seorang presiden dapat dianggap sebagai contoh nepotisme, di mana seseorang memanfaatkan kedudukan keluarganya untuk mencapai tujuan politik pribadi.
Ketidaksetaraan Peluang: Sentimen negatif mungkin muncul karena sebagian pemilih merasa bahwa anak seorang presiden memiliki peluang yang lebih besar dibandingkan kandidat lain. Hal ini berpotensi menimbulkan sentimen bahwa proses pemilu dianggap tidak adil.
Kekhawatiran Terhadap Integritas: Beberapa pemilih mungkin meragukan integritas Gibran anak seorang presiden dan khawatir bahwa dia dapat memanfaatkan jabatan presiden Jokowi ayahnya itu untuk kepentingan politik pribadi.
Kritik Terhadap Kinerja Orang Tua: Sentimen negatif juga dapat muncul jika pemilih merasa bahwa kinerja pak Presiden Jokowi ayah Gibran tidak lagi memadai atau kontroversial. Dan masyarakat pemilih merasa bahwa Gibran sebagai anggota keluarga Jokowi tersebut tidak pantas untuk meneruskan kepemimpinan ayahnya itu.
Tergantung Suara Rakyat Pemilih
Menyudahi ulasan ini, menurut penulis, situasi kebatinan Gibran sebagai anak presiden dalam turut serta sebagai pasangan capres Prabowo-Gibran di pilpres 2024, memang tidak mudah.
Namun penting dicatat bahwa keberhasilan atau kegagalan Gibran dalam pilpres 2024 mendampingi Prabowo ini juga akan ditentukan oleh berbagai faktor lainnya, seperti kampanye, visi politik pasangan capres, kepemimpinan personal, dan kompetensi diri.
Lebih penting lagi, itu semua juga tergantung pada kita rakyat Indonesia semua, mau memilih pasangan ini atau tidak sebagai presiden dan wakil presiden Indonesia 2024-2029. Semua itu tergantung pada Suara rakyat Pemilih. Itu masalahnya!
SELESAI -penulis adalah mantan mahasiswa Fisipol UGM, Yogyakarta. Note: Artikel ini adalah pandangan penulis pribadi, tidak mewakili pandangan politik dari kelompok atau partai politik mana pun di Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H