Mohon tunggu...
D. Wibhyanto
D. Wibhyanto Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Bidang Sastra, Sosial dan Budaya

Penulis Novel CLARA-Putri Seorang Mafia, dan SANDHYAKALANING BARUKLINTING - Tragedi Kisah Tersembunyi, Fiksi Sejarah (2023). Penghobi Traveling, Melukis dan Menulis Sastra, Seni, dan bidang Sosial Budaya.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Sepiring Janji Politik Secangkir Kopi, Sarapan untuk Pagi

14 September 2023   08:21 Diperbarui: 14 September 2023   09:18 362
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi puisi Sepiriing Janji Politik Secangkir Kopi, Sarapan untuk Pagi ( sumber image: wibhyanto/dokumen pribadi) 

Sepiring Janji Politik Secangkir Kopi, Sarapan untuk Pagi

Pagi baru saja bangun, setelah menyudahi mimpi tentang malam yang panjang, Pagi bersemangat melihat sepiring janji politik hangat, telah tersaji rupanya di samping secangkir kopi

Secangkir kopi hangat, asapnya perlahan mengepul di udara, Pagi memandang sajian sepiring janji politik warna warni dan secangkir kopi, merona wajahnya gembira.

Pagi sedikit heran, mengapa sepiring janji politik begitu cepat tersaji di atas meja, padahal waktu kampanye belum tiba? tanya Pagi kepada dirinya sendiri, sambil menyeruput ujung cangkir kopi hangat. Asyudahlah, ahai sungguh nikmatnya dunia, ujar Pagi sekali lagi

Mari kita nikmati suasana, bersama sepiring janji janji politik dan seseruput kopi, sekadar mengganjal perut yang mulai lapar di pagi hari, ujar Pagi itu lirih sambil menyapa waktu yang berlalu

Lalu waktu tampak berjalan merambat pelan, melambaikan tangannya ke arah matahari yang tepinya mulai menyemburat, menyaput kabut, menggores celah gunung di sisi sebelah sana. Ahai, pagi yang cerah!

Lalu Pagi mengambil sepotong janji politik dalam rupa pisang goreng, melahapnya penuh nikmat, hangat, gurih dan serasa mantab, keriyuknya bagai kerupuk, ujar Pagi terkekeh kekeh kepada dirinya sendiri

Selain dalam rupa pisang goreng, janji politik di atas piring tampak bagai kue lapis, berwarna warni seperti mimpi mimpi yang mengelindan bersama harapan, apakah sepiring janji ini fiksi, ilusi atau fakta? Tanya Pagi pada diri sendiri, sambil tertawa, mengunyah dan mengamati detail kue lapis itu.

Pagi lalu mengambil sepotong janji politik lainnya dalam rupa kue pokis yang manis, janji politik itu teksturnya lembut, empuk, rasanya gurih, tetapi terlampau manis. Pagi mengunyah sepotong kue pokis yang manis itu, sedikit demi sedikit.

Pagi membayangkan, mungkin kue pokis ini terbuat dari bahan pilihan, dari terigu khayalan, dan segenggam gula harapan, ditaburi sedikit omong kosong, sehingga rasanya begitu empuk, gurih dan nikmat. Luar biasa, ujar Pagi kepada dirinya sendiri  

Janji janji politik tersaji rapih di atas piring, bersanding secangkir kopi hangat, menemani sarapan untuk Pagi, membentuk rangkaian tumpukan kata-kata empuk merupa kue pokis, atau bagaikan pisang goreng gurih keriyuk bagai kerupuk, atau membentuk sepotong kue lapis yang manis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun