Mohon tunggu...
D. Wibhyanto
D. Wibhyanto Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Bidang Sastra, Sosial dan Budaya

Penulis Novel CLARA-Putri Seorang Mafia, dan SANDHYAKALANING BARUKLINTING - Tragedi Kisah Tersembunyi, Fiksi Sejarah (2023). Penghobi Traveling, Melukis dan Menulis Sastra, Seni, dan bidang Sosial Budaya.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Membaca Janji Politik: Realistis, Angan Angan, Atau Pepesan Kosong?

12 September 2023   13:27 Diperbarui: 12 September 2023   15:27 339
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Membaca Janji Politik: Realistis, Angan Angan atau Pepesan Kosong? (sumber image: kompas.id ) 

Membaca Janji Politik: Realistis, Angan Angan, atau Pepesan Kosong? 

JAKARTA, -Masa kampanye belum tiba, tetapi janji janji politik dari bakal capres dan bakal cawapres mulai disuarakan, dan ramai diberitakan oleh media belakangan ini. 

Kita mencatat, janji janji politik itu, antara lain misalnya seperti diutarakan oleh Bacapres dari Koalisi Indonesia Maju (KIM) Prabowo Subianto, Bacawapres dari Koalisi Perubahan sekaligus Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar (Cak Imin), dan Bacapres dari PDIP Ganjar Pranowo.

Dalam konteks janji politik menjelang Pilpres 2024, Prabowo Subianto, yang merupakan Bacapres dari Koalisi Indonesia Maju (KIM), telah mengungkapkan sejumlah komitmen yang akan diwujudkan jika terpilih. Salah satu poin utamanya adalah upaya mencapai swasembada pangan dengan mengalokasikan lahan rawa-rawa atau gambut untuk pertanian.

Selain itu, Prabowo berfokus pada peningkatan produksi minyak kelapa sawit sebagai alternatif sumber energi untuk mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil. Dia juga berkomitmen untuk memberikan makan siang dan susu secara gratis kepada seluruh pelajar Indonesia.

Di sisi lain, Bakal Cawapres dari Koalisi Perubahan Muhaimin Iskandar, yang juga menjabat sebagai Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) memiliki sejumlah janji politiknya sendiri. Jika terpilih, ia bertekad untuk meningkatkan alokasi dana desa menjadi Rp 5 miliar. 

Selain itu, ia akan memastikan ketersediaan bahan bakar minyak (BBM) yang terjangkau bagi masyarakat, memberikan tunjangan bagi ibu hamil, serta mengadvokasi pendidikan gratis dan subsidi pupuk.

Sementara itu, Bacapres dari PDIP Ganjar Pranowo, menyoroti dua komitmen utama dalam janji-janjinya. Pertama, dia akan meneruskan pembangunan Ibu Kota Nusantara yang telah dimulai sebelumnya. Kedua, Ganjar sangat peduli terhadap upaya pemberantasan korupsi dan berambisi untuk meningkatkan gaji para guru.

Dia berpendapat bahwa seorang guru seharusnya menerima gaji yang pantas, yaitu sekitar Rp 30 juta, dengan perhatian khusus terhadap guru-guru yang baru memulai karier mereka, yang berpotensi menerima gaji sebesar Rp 10 juta.

Inilah beberapa komitmen dan janji politik dari tiga kandidat potensial dalam Pilpres 2024, masing-masing dengan visi dan programnya sendiri untuk masa depan Indonesia.

Janji Politik Mudah Dikatakan

Menurut catatan saya, janji janji politik itu mudah sekali untuk dikatakan. Janji janji politik dari peserta pemilu-capres 2024 itu mungkin kelak bisa diwujudkan, namun sebagian orang mungkin menyangsikan hal itu.

Artinya, janji janji politik bisa jadi ya hanya tinggal janji, dapat menguap sewaktu-waktu tatkala para politisi itu terpilih dan berkuasa di pemerintahan. Janji janji politik yang tanpa realisasi itu ibarat hanya angan-angan, akan tinggal sebagai pepesan kosong yang mewarnai sejarah demokrasi.

Tentu saja kita masyarakat Indonesia tidak menghendaki para politisi yang terhormat dan berkompetisi di pemilu capres 2024, kelak jika terpilih akan mengingkari atas janji janji politik yang mereka buat sendiri.

Ulasan ini bukan menyangsikan apakah setiap janji politik yang telah diucapkan itu sebuah komitmen sungguh-sungguh dari para politisi bakal pasangan capres 2024 atau sekadar lib-service belaka. Ulasan ini juga tidak menguji apakah janji janji politik itu bisa direalisasikan atau justru sebatas angin sorga yang lewat, atau sekadar pepesan kosong.

Secara khusus ulasan ini tentang "Membaca perilaku politisi mengapa mudah mengumbar janji setiap kali saat menjelang pemilu? ", dan "Apa yang perlu dilakukan oleh masyarakat pemilih yang semakin cerdas, dalam mencermati dan menyikapi semua janji politik yang kian marak menjelang Pemilu 2024?". Baiklah, mari kita mengupas persoalan itu, satu demi satu.

Apa Itu Janji Politik

Kita memahami bahwa janji politik adalah komitmen atau pernyataan yang dibuat oleh seorang kandidat politik (caleg atau capres-cawapres) koalisi parpol atau partai politik kepada pemilih atau masyarakat selama kampanye politik. Janji politik ini bertujuan untuk memengaruhi pemilih, agar memberikan dukungan dan suara kepada kandidat atau partai tersebut dalam pemilihan umum.

Janji politik biasanya berisi berbagai isu, program dan masalah yang penting bagi pemilih, seperti kebijakan ekonomi, pendidikan, kesehatan, lingkungan, dan lain sebagainya.

Menurut penulis, janji politik dapat beragam dalam tingkat spesifikasinya. Beberapa janji politik mungkin sangat konkret dan rinci, sementara yang lain bisa lebih umum dan abstrak. Contoh janji politik konkret adalah "berjanji untuk mengurangi pajak penghasilan sebesar jumlah tertentu atau membangun sejumlah sekolah baru".

Di sisi lain, contoh janji politik yang berupa konsep abstrak (tidak jelas rincian teknisnya) misalnya komitmen untuk "mengatasi ketimpangan ekonomi" , "memberantas kemiskianan", atau "meningkatkan kualitas pendidikan."

Sedangkan contoh janji politik yang sulit diwujudkan, misalnya "memberi makan keluarga miskin setiap hari selama masa politisi berkuasa", dan "BBM gratis bagi semua pengguna  kendaraan bermotor seumur hidup".

Menurut penulis, penting dicatat bahwa semua janji politik seringkali sekadar bagian dari strategi kampanye politik saja. Dan fakta di lapangan menunjukkan beberapa politisi mungkin tidak selalu mampu memenuhi semua janji politik mereka setelah terpilih dan berkuasa nanti.

Mengapa demikian? Sebab beberapa faktor seperti keterbatasan anggaran, kendala politik, atau perubahan dalam situasi politik dan ekonomi, dapat memengaruhi kemampuan politisi itu untuk mengimplementasikan janji-janjinya sendiri. Artinya, karena beberapa alasan faktor ini, janji janji politik hanya akan tinggal janji belaka, tak ada realisasinya.

Belajar dari beberapa pemilu terdahulu misalnya, para politisi memang mudah mengumbar janji kapada konstituen atau khalayak pemilih setiap menjelang pemilu. Tetapi beberapa janji faktanya mereka lupakan begitu saja ketika mereka telah terpilih dan berkuasa. Contohnya, silahkan googling sendiri, dengan kata kunci: politisi ingkar janji.

Mengapa Janji Janji Politik Terkadang Bombastis dan Tidak Masuk Akal? 

Membaca pemilu terdahulu, ada kalanya kita melihat bahwa beberapa janji politik itu memang terlampau bombastis dan kurang realistis. Menurut penulis, hal ini biasa sebagai realitas politik, terutama saat masa kampanye di setiap menjelang Pemilu. Menurut penulis, beberapa alasannya, antara lain sebagai berikut:

Ambisi untuk memenangkan pemilihan: Politisi sering merasa perlu untuk membuat janji-janji yang menarik secara dramatis untuk menarik perhatian pemilih dan memenangkan pemilihan. Janji-janji yang terlalu bombastis dapat menjadi daya tarik, terutama jika politisi tersebut ingin menonjol dalam persaingan politik yang sengit.

Kurangnya perencanaan rinci: Beberapa janji politik mungkin kurang mendalam dalam perencanaan dan implementasi. Mungkin politisi hanya fokus pada pesan utama yang menarik perhatian publik atau pemilih potensial, tanpa mempertimbangkan secara cermat bagaimana janji tersebut akan diwujudkan atau dibiayai.

Tidak Realistis: Janji-janji yang kurang realistis dapat disebabkan oleh ketidakpahaman politisi terhadap kendala-kendala yang ada dalam sistem politik dan ekonomi berbasis data. Mereka mungkin tidak sepenuhnya memahami data-data tentang keterbatasan anggaran, hukum, atau struktur politik yang dapat memengaruhi kemampuan mereka untuk mengimplementasikan janji-janji tersebut.

Strategi politik jangka pendek: Beberapa politisi mungkin hanya berfokus pada pemilihan umum 2024 saja, tanpa mempertimbangkan implikasi jangka panjang atas janji-janji politik mereka. Hal ini dapat menghasilkan janji-janji yang lebih menarik secara singkat, tetapi kurang berkelanjutan dalam jangka panjang.

Strategi Kampanye: Politisi mungkin menggunakan janji-janji yang besar dan berani sebagai bagian dari strategi kampanye untuk menarik perhatian pemilih dan memenangkan dukungan. Janji-janji yang terdengar luar biasa mantab surantab dan keren menewen, seringkali menarik perhatian media dan pemilih, sekalipun janji itu mungkin sulit untuk diwujudkan.

Bersaing dengan Lawan: Politisi sering kali bersaing dengan kandidat lain dalam pemilihan. Dalam usaha untuk membedakan diri mereka dari lawan-lawan politiknya, mereka mungkin cenderung membuat janji-janji yang lebih menonjol atau lebih besar dari pada yang diusulkan oleh pesaing mereka.

Aspirasi dan Harapan: Terkadang, politisi mungkin memanfaatkan aspirasi dan harapan publik pemilih untuk masa depan yang lebih baik. Janji-janji yang bombastis dapat menggugah emosi dan mengilhami massa pemilih dengan harapan akan perubahan yang substansial.

Pemilih Cerdas

Nah, menurut catatan penulis, meskipun janji-janji politik yang bombastis itu dapat berpotensi menarik perhatian dan mendapatkan dukungan awal, pemilih yang cerdas dan berpikir kritis harus mampu mengevaluasi dan memahami apakah janji-janji tersebut realistis dan dapat diwujudkan.

Artinya, meskipun janji-janji politik yang besar dan berani itu berpotensi dapat memenangkan suara dalam pemilihan, penting bagi masyarakat pemilih untuk tetap melakukan evaluasi kritis terhadap janji-janji tersebut.

Masyarakat pemilih harus mempertimbangkan apakah janji-janji tersebut realistis, apakah ada rencana konkret untuk melaksanakannya, dan apakah sumber daya (misalnya, soal dana) yang diperlukan telah tersedia.

Pemilih juga harus mempertimbangkan apakah politisi tersebut memiliki rekam jejak yang menunjukkan kemampuan sebagai pemimpin untuk memenuhi janji-janji politik mereka.

Pertanyaan selanjutnya, adakah cara cara bagi masyarakat pemilih untuk memastikan akuntabilitas politik dan untuk memastikan bahwa politisi bertanggung jawab atas janji-janji mereka setelah terpilih nanti?

Tidak ada jaminan cara yang pasti untuk mengikat para politisi agar tetap berkomitmen pada janji janji politiknya seusai pemilu. Perilaku politik yang dinamis, membuat para politisi sewaktu waktu dapat "berkelit", mengingkari janji janji politiknya sendiri kepada masyarakat.

Begitulah kura kura realitas politik yang ada di negeri kita. Menurut Anda bagaimana?

SELESAI -- penulis adalah mantan mahasiswa Fisipol UGM, artikel ini merupakan opini pribadi penulis tidak mewakili Lembaga politik mana pun di Indonesia.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun