Mohon tunggu...
D. Wibhyanto
D. Wibhyanto Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Bidang Sastra, Sosial dan Budaya

Penulis Novel CLARA-Putri Seorang Mafia, dan SANDHYAKALANING BARUKLINTING - Tragedi Kisah Tersembunyi, Fiksi Sejarah (2023). Penghobi Traveling, Melukis dan Menulis Sastra, Seni, dan bidang Sosial Budaya.

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Tantangan Etika Politik di Tahun Politik 2023-2024, Apa Solusinya?

6 September 2023   08:54 Diperbarui: 15 September 2023   20:21 889
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi: Etika politik jelang Pemilu 2024. (sumber: KOMPAS/CHY)

Ini dapat mengakibatkan kebijakan yang lebih melayani kepentingan pendonor, bandar atau Bohir Politik daripada kepentingan masyarakat luas.

Kampanye Negatif: Politisi yang tidak etis sering kali mengadopsi kampanye negatif yang bertujuan untuk merusak reputasi lawan politik mereka dengan serangan pribadi atau serangan yang tidak berdasar. Hal ini dapat menciptakan iklim politik yang beracun dan memicu polarisasi.

Penggunaan Identitas Agama atau Etnis untuk Keuntungan Politik: Politisi yang tidak etis dapat mencoba memanfaatkan identitas agama atau etnis pemilih dengan cara yang memecah belah masyarakat. Mereka mungkin mencoba memanipulasi sentimen agama atau etnis untuk mendapatkan dukungan politik.

Pemalsuan Hasil Pemilu: Dalam kasus ekstrem, politisi yang tidak etis bisa terlibat dalam pemalsuan hasil pemilu atau mencoba untuk memanipulasi proses pemungutan suara agar hasilnya menguntungkan mereka.

Janji Kampanye yang Tidak Tepat: Politisi yang tidak etis sering kali membuat janji-janji kampanye yang tidak realistis atau tidak dapat mereka penuhi hanya untuk memenangkan suara pemilih. Ini dapat mengakibatkan ketidakpercayaan publik terhadap politisi dan proses politik secara keseluruhan.

Pencatutan Nama Terkenal atau Popularitas Lainnya: Politisi yang tidak etis mungkin mencoba mencatut nama tokoh terkenal atau mendompleng, memanfaatkan popularitas seseorang untuk mendapatkan dukungan politik tanpa adanya kualifikasi atau program sendiri yang kuat.

Menurut penulis, beberapa contoh perilaku seperti ini tidak hanya merusak integritas pemilihan, merusak kompetensi politisi yang bersangkutan, tetapi juga merusak dan merongrong kepercayaan publik terhadap proses politik secara keseluruhan.

Berpotensi dilakukan oleh para elit politik

Secara khusus, perihal praktik etika politik yang kurang etis di atas, bisa juga berpotensi dilakukan justru oleh para pemimpin, petinggi partai atau para elit politik, contohnya antara lain perilaku sebagai berikut:

Korupsi: Pemimpin atau elit politik yang terlibat dalam tindakan korupsi dengan menerima suap atau memanfaatkan dana publik untuk keuntungan pribadi adalah contoh yang sangat tidak etis. Tindakan ini merugikan masyarakat dan melemahkan kepercayaan terhadap pemerintah.

Diskriminasi: Pemimpin atau elit politik yang secara terbuka mendiskriminasi individu atau kelompok berdasarkan ras, agama, jenis kelamin, orientasi seksual, atau faktor lainnya adalah contoh perilaku yang sangat tidak etis. Ini menciptakan ketidaksetaraan dan berpotensi memicu konflik dalam masyarakat.

Manipulasi Politik: Pemimpin atau elit politik yang memanipulasi proses politik, seperti pemilihan, dengan cara yang tidak jujur, termasuk penekanan pemilih atau pemalsuan hasil pemilihan, adalah contoh perilaku yang merusak integritas demokrasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun