Mohon tunggu...
D. Wibhyanto
D. Wibhyanto Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Bidang Sastra, Sosial dan Budaya

Penulis Novel CLARA-Putri Seorang Mafia, dan SANDHYAKALANING BARUKLINTING - Tragedi Kisah Tersembunyi, Fiksi Sejarah (2023). Penghobi Traveling, Melukis dan Menulis Sastra, Seni, dan bidang Sosial Budaya.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

OTT-Kontrol Informasi: Sensor, Privasi dan Masa Depan Akses Digital

16 Agustus 2023   09:05 Diperbarui: 17 Agustus 2023   19:58 354
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

OTT-Kontrol Informasi: Sensor, Privasi, dan Masa Depan Akses Digital

JAKARTA,-Menteri Komunikasi dan Informatika Budi Arie Setiadi mengkaji serius soal potensi memasukkan layanan streaming film seperti Netflix ke dalam ranah penyiaran seperti siaran TV konvensional. Termasuk pengaturan soal OTT. 

"Kita sedang mengkaji secara serius apakah nanti OTT (over the top, penyedia layanan video internet, red) dimasukkan dalam ranah penyiaran," ujarnya, saat ditemui di Jakarta, Kamis (10/8). Tujuannya, layanan streaming bisa kena sensor sebagaimana tayangan free to air (FTA). Seperti diberitakan  CNN Indonesia, Senin (14/8). (sumber).

Ulasan pendek ini tentang fenomena OTT yang menjadi perbincangan utama di banyak media akhir-akhir ini. Pertanyaan utamanya: Apakah platform OTT termasuk dalam jenis Penyiaran Televisi konvensional? Apa dampak jika OTT dilakukan penyensoran? Bagaimana kebijakan OTT di banyak negara? Apa Pro dan Kontra terhadap pembatasan OTT? Mari kita mengupas jawaban atas beberapa pertanyaan itu satu demi satu.

Disclaimer: ulasan penulis ini adalah pandangan pribadi, tidak mewakili Lembaga manapun di Indonesia, sebatas opini subjektif penulis sebagai praktisi media, pengamat bidang siaran televisi dan platform digital. Semoga ulasan ini bermanfaat. 

Mungkin di antara kita masih asing: Apa itu OTT

OTT (Over-The-Top) Services merujuk pada penyediaan konten audio, video, dan layanan lainnya melalui internet, melewati infrastruktur tradisional yang disediakan oleh penyedia layanan kabel, satelit, atau televisi terestrial. Singkatnya, OTT adalah cara untuk mengirimkan konten langsung kepada konsumen melalui koneksi internet, tanpa perlu melalui saluran distribusi tradisional.

Salah satu bentuk OTT yang paling dikenal adalah layanan streaming video, di mana platform seperti Netflix, Amazon Prime Video, Disney+, Hulu, YouTube, dan lainnya menyediakan konten audiovisual kepada pengguna melalui internet. Pengguna dapat mengakses konten ini dengan berlangganan atau menggunakan model berbayar tertentu.

OTT juga mencakup layanan musik streaming seperti Spotify, layanan panggilan suara dan pesan seperti Skype dan WhatsApp, serta berbagai jenis aplikasi dan layanan lain yang mengandalkan koneksi internet untuk pengiriman konten atau layanan kepada pengguna. Termasuk Facebook, Twitter dan Google.

Menurut penulis, faktanya OTT telah mengubah cara kita mengonsumsi konten dan layanan, memungkinkan pengguna untuk menonton film, acara TV, mendengarkan musik, berkomunikasi dengan orang lain, dan banyak lagi, dengan fleksibilitas yang lebih besar dan tanpa terikat pada jadwal yang ketat yang ditetapkan oleh penyedia layanan tradisional.

OTT Berbeda dari Televisi Siaran

Menurut catatan penulis, jenis platform penyiaran OTT itu berbeda dari televisi siaran tradisional. Meskipun keduanya memiliki tujuan untuk menyampaikan konten audiovisual kepada audiens, ada perbedaan signifikan dalam cara mereka beroperasi. (Mungkin saja pandangan ini berbeda dari pendapat Menkominfo -red).

Televisi siaran tradisional menggunakan saluran-saluran fisik seperti gelombang radio atau kabel untuk mengirimkan sinyal televisi ke rumah-rumah pemirsa. Pemirsa biasanya terbatas pada pilihan saluran yang ditawarkan oleh penyedia televisi kabel atau satelit tertentu, dan mereka harus mengikuti jadwal tayangan yang telah ditentukan.

Di sisi lain, OTT mengandalkan koneksi internet untuk mengirimkan konten kepada pengguna. Layanan OTT seperti Netflix, Hulu, dan YouTube memungkinkan pengguna untuk memilih konten yang ingin mereka tonton, mengejar pemutaran ulang atau menonton secara on-demand, dan memiliki fleksibilitas yang lebih besar dalam menentukan kapan dan di mana mereka ingin mengakses konten tersebut.

Nah, walaupun OTT dan televisi siaran berbeda dalam cara mereka beroperasi, tren terbaru menunjukkan konvergensi antara keduanya. Beberapa stasiun televisi siaran juga telah meluncurkan platform OTT mereka sendiri untuk menjangkau audiens yang lebih luas melalui internet.

Sebagai contoh, banyak saluran televisi telah meluncurkan aplikasi dan situs web yang memungkinkan pemirsa untuk menonton tayangan mereka secara online, memberikan pengalaman OTT yang lebih fleksibel.

Apa Dampaknya Jika OTT dilakukan Penyensoran?

Menurut penulis, penyensoran OTT oleh pemerintah dapat memiliki beberapa dampak langsung pada konsumen, antara lain:

Keterbatasan Akses Konten: Penyensoran bisa mengakibatkan akses terbatas atau bahkan blokir terhadap konten tertentu yang dianggap sensitif, kontroversial, atau melanggar aturan yang ditetapkan oleh pemerintah. Ini bisa membuat konsumen kehilangan akses ke beragam konten yang sebelumnya tersedia di platform OTT.

Kehilangan Kebebasan Ekspresi: Penyensoran bisa mengurangi kebebasan ekspresi dan berbicara secara online. Konten yang memiliki pandangan atau pesan kritis terhadap pemerintah atau isu-isu tertentu mungkin disensor, menghambat diskusi terbuka dan pluralisme pendapat.

Pengurangan Keanekaragaman Budaya: OTT seringkali menawarkan berbagai konten dari berbagai budaya, bahasa, dan genre. Penyensoran bisa mengakibatkan hilangnya akses ke budaya dan konten yang beragam, mengurangi keanekaragaman budaya yang bisa dinikmati oleh konsumen.

Ketidakpastian dan Kekhawatiran Privasi: Ketika pemerintah memiliki kemampuan untuk menyensor konten, konsumen mungkin merasa khawatir tentang privasi mereka dan sejauh mana informasi pribadi mereka akan digunakan untuk mengidentifikasi atau memantau aktivitas online.

Penurunan Nilai Layanan: Jika konten yang populer atau signifikan disensor, nilai layanan OTT bagi konsumen bisa menurun. Konsumen mungkin merasa kurang puas dengan pilihan konten yang tersedia.

Pengaruh pada Inovasi: Penyensoran bisa menghambat inovasi dalam industri OTT. Penyedia konten mungkin enggan untuk mengembangkan konten kontroversial atau inovatif jika mereka khawatir akan dihadapkan pada tindakan penyensoran.

Migrasi ke Layanan VPN atau Proksi: Beberapa konsumen mungkin mencari cara untuk menghindari penyensoran dengan menggunakan layanan VPN atau proksi, yang dapat membuka akses ke konten yang diblokir. Namun, ini juga dapat menjadi tindakan yang melanggar hukum di beberapa yurisdiksi.

Perlu dicatat: bahwa dampak penyensoran OTT dapat bervariasi tergantung pada jenis dan tingkat penyensoran yang diterapkan oleh pemerintah, serta sikap dan respons konsumen atau masyarakat  terhadap perubahan tersebut.

Kebijakan OTT di Beberapa Negara

Lebih dalam lagi, mari kita melihat berbagai kebijakan terhadap OTT yang diberlakukan oleh beberapa negara di dunia.

Menurut catatan penulis, kebijakan terhadap OTT dapat bervariasi secara signifikan antara negara-negara, tergantung pada kerangka hukum, budaya politik, dan pandangan terhadap internet dan kebebasan berbicara. Berikut beberapa contoh kebijakan OTT yang diberlakukan di beberapa negara:

China: China memiliki pendekatan ketat terhadap OTT dan internet secara umum. Negara ini menerapkan "Great Firewall" yang memblokir akses ke sejumlah situs web dan layanan asing. Banyak platform OTT seperti Google, Facebook, dan YouTube tidak dapat diakses di China. Pemerintah juga memantau dan melakukan penyensoran terhadap konten online yang dianggap melanggar panduan atau dapat merusak stabilitas sosial.

Iran: Iran menerapkan kontrol yang ketat terhadap OTT dan internet untuk membatasi akses ke konten yang dianggap tidak sesuai dengan nilai-nilai Islam atau kepentingan nasional. Layanan seperti WhatsApp, Telegram, dan Instagram telah diakses terbatas atau bahkan diblokir sesuai dengan situasi politik dan kebijakan pemerintah.

Rusia: Rusia telah menerapkan serangkaian undang-undang yang mengharuskan layanan OTT untuk menyimpan data pengguna di server yang berlokasi di Rusia. Hal ini dapat memberikan pemerintah kontrol lebih besar atas data dan konten yang dikirimkan melalui layanan tersebut.

Uni Eropa: Di Uni Eropa, ada upaya untuk mengatur layanan OTT untuk memastikan perlindungan konsumen, hak cipta, dan persaingan yang adil. Contohnya adalah Direktif Layanan Media Audiovisual yang mengatur konten audiovisual di platform OTT dan mengharuskan platform ini mematuhi pedoman tertentu.

India: India telah memperkenalkan beberapa peraturan yang mengatur layanan OTT dan media digital. Pada 2021, pemerintah India mengumumkan aturan baru yang mengharuskan platform OTT dan media digital untuk mengikuti pedoman konten, termasuk untuk melabeli konten yang tidak cocok untuk anak-anak dan remaja.

Amerika Serikat: Di Amerika Serikat, ada sedikit regulasi yang mengatur layanan OTT. Prinsip kebebasan berbicara dan netralitas internet memainkan peran penting dalam pendekatan AS terhadap internet dan layanan OTT.

Tentu saja, ini hanya beberapa contoh dan kebijakan terhadap OTT sangat bervariasi di seluruh dunia. Faktor-faktor seperti budaya, politik, kepentingan ekonomi, dan pandangan terhadap kebebasan berbicara berperan dalam menentukan pendekatan yang diambil oleh setiap negara.

Pro dan Kontra Pembatasan OTT

Pertanyaan apakah OTT di Indonesia perlu dibatasi atau tidak? Menurut penulis, hal ini memiliki sejumlah argumen yang dapat diperdebatkan, tergantung pada perspektif masing-masing individu, kepentingan nasional, dan nilai-nilai yang dijunjung tinggi. Berikut beberapa argumen yang dapat dipertimbangkan:

Alasan Pro Batasan OTT:

Perlindungan Konten Sensitif: Dalam beberapa kasus, batasan pada konten OTT mungkin diperlukan untuk melindungi masyarakat dari konten yang dapat dianggap tidak pantas, merusak, atau mengancam nilai-nilai budaya atau moral yang dihormati.

Keamanan Nasional: Beberapa pemerintah berpendapat bahwa batasan pada OTT diperlukan untuk melindungi keamanan nasional dari ancaman seperti propaganda ekstremis atau komunikasi teroris.

Regulasi Ekonomi: Mengatur OTT dapat memastikan persaingan yang sehat dalam industri media dan hiburan, mencegah dominasi tunggal oleh beberapa perusahaan besar, dan mendukung ekosistem media yang beragam.

Alasan Kontra Batasan OTT:

Kebebasan Berbicara dan Ekspresi: Memiliki akses terbuka dan tak terbatas terhadap konten di platform OTT dapat mendukung kebebasan berbicara dan ekspresi, yang merupakan hak fundamental dalam masyarakat demokratis.

Inovasi dan Akses Demokratis: OTT telah mendorong inovasi konten, memberikan peluang bagi pembuat konten independen dan kecil untuk berpartisipasi, dan memberikan akses ke berbagai budaya dan pandangan.

Pengembangan Digital dan Ekonomi: Layanan OTT telah menjadi bagian integral dari ekonomi digital dan inovasi. Membatasi OTT dapat merusak pertumbuhan ekonomi digital dan peluang lapangan kerja.

Privasi Pengguna: Pengguna layanan OTT seringkali memberikan data pribadi mereka. Regulasi yang baik dapat memberikan perlindungan privasi yang diperlukan tanpa membatasi akses ke platform.

Dalam mengambil keputusan tentang apakah OTT perlu dibatasi atau tidak, menurut penulis, pemerintah dan masyarakat perlu mempertimbangkan keseimbangan antara perlindungan kepentingan masyarakat, kebebasan berbicara, dan potensi dampak ekonomi dan inovasi.

Solusi terbaik sebaiknya melibatkan keseimbangan yang bijaksana antara regulasi yang relevan dan memastikan hak-hak individu tetap terjaga.

Kesimpulan Catatan Akhir

Secara keseluruhan, OTT (Over-The-Top) adalah istilah yang merujuk pada penyediaan konten audio, video, dan layanan lainnya melalui internet, melewati infrastruktur tradisional seperti televisi siaran atau kabel. OTT telah mengubah cara kita mengakses dan mengonsumsi konten, memberikan fleksibilitas lebih besar kepada pengguna untuk memilih konten yang ingin mereka tonton atau gunakan, tanpa terikat pada jadwal tayangan yang kaku.

Namun, kebijakan terhadap OTT sangat bervariasi di seluruh dunia. Beberapa negara menerapkan penyensoran yang ketat terhadap konten OTT sebagai bagian dari upaya mengontrol informasi dan opini publik. Penyensoran semacam ini dapat membatasi akses ke konten tertentu, mengurangi kebebasan berbicara, dan menghambat inovasi.

Terkait kebijakan OTT di berbagai negara, pendekatan yang diterapkan bervariasi mulai dari pengaturan ketat dan pembatasan akses hingga pendekatan yang lebih terbuka dengan fokus pada perlindungan konsumen dan kepentingan nasional. Kebebasan berbicara, privasi, dan akses ke informasi adalah beberapa nilai penting yang harus diimbangi dalam mengembangkan kebijakan terhadap OTT di berbagai negara.

Dalam menghadapi perubahan teknologi digital dan tren masyarakat, penting bagi pemerintah, industri, masyarakat sipil, dan lembaga internasional untuk bekerja sama demi memastikan bahwa layanan OTT tetap memberikan manfaat kepada masyarakat sambil menghormati nilai-nilai hak asasi manusia dan kebebasan berbicara sesuai amanat UUD 1945. Semoga.

SELESAI -- penulis adalah praktisi media televisi siaran, mantan mahasiswa ilmu komunikasi Fisipol UGM.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun