Mohon tunggu...
D. Wibhyanto
D. Wibhyanto Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Bidang Sastra, Sosial dan Budaya

Penulis Novel CLARA-Putri Seorang Mafia, dan SANDHYAKALANING BARUKLINTING - Tragedi Kisah Tersembunyi, Fiksi Sejarah (2023). Penghobi Traveling, Melukis dan Menulis Sastra, Seni, dan bidang Sosial Budaya.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

"Gojek Kere": Ekspresi Akrab Pertemanan, Bukan Ujaran Kebencian

9 Agustus 2023   18:38 Diperbarui: 10 Agustus 2023   17:34 16481
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi kawan kawan suka Gojek Kere (sumber: dokumen pribadi/ wibhyanto) 

Sementara di tempat kota lain, Surabaya dan sekitarnya misalnya, ungkapan "Gojek kere" dengan ciri logat 'Jawatimuran' juga ada kalanya bisa kita temukan di sebagian masyarakat setempat. Contoh "Gojek kere" berciri 'Jawatimuran' terdapat dalam dialog singkat berikut ini:

"Yaopo, Cak Percil, sudah lama nungguin aku?"

"Jiancuk..celeng tenan. Sampai mau modyar rasane..hehehe"

"hahaha..halah.sepurane, maaf yo Cak Percil. Ojok nesu ta, tambah elek raimu".

"Yo wes, mari kita kemon..wis ditungguin temen temen di lokasi sebelah sana".

Artinya, setiap masyarakat daerah (baik Magelang,Yogyakarta atau Surabaya) ternyata memiliki keunikan khas dalam berbahasa yang mengekspresikan kehangatan pertemanan, melalui pilihan "kata kata kasar" tetapi bermakna sejati untuk keakraban persahabatan, bukan dimaksudkan untuk menghina atau merendahkan lawan bicara.

Apakah di daerah atau kota pembaca Kompasiana ada model contoh "dialog Gojek kere' serupa lainnya? Tentu menyenangkan membayangkan variasi model dialog penuh keakraban ini dipraktikkan memakai logat Bahasa setempat, di banyak daerah atau kota di Indonesia.

Menurut pengamatan penulis, "tradisi misuh' dalam konteks "Gojek kere" semacam itu ada kalanya hingga kini masih digunakan oleh sebagian masyarakat setempat, termasuk di kalangan seniman teater di Yogyakarta. Dan begitulah ujaran keakraban yang unik ini, menjadi bagian dari keakraban sosial di kalangan sebagian masyarakat di Indonesia.

Menurut catatan penulis, secara harfiah "ujaran keakraban" bisa merujuk pada komunikasi atau pesan yang bertujuan untuk mempererat hubungan, membangun kedekatan, atau menciptakan suasana akrab antara individu atau kelompok. Ini bisa termasuk percakapan santai, tindakan ramah, humor, atau penggunaan bahasa yang lebih informal dan akrab. Mari lebih jauh menilik ujaran keakraban.

Ujaran Keakraban Membangun Relasi Sosial

Ujaran keakraban atau "phatic expression" adalah jenis komunikasi yang digunakan untuk mempertahankan hubungan sosial, mengonfirmasi kehadiran, atau menjaga suasana akrab dalam percakapan. Ujaran ini tidak selalu memiliki makna informasi yang mendalam, tetapi bertujuan untuk membangun koneksi sosial antara pembicara.

Menurut catatan penulis, berikut ini beberapa tujuan penggunaan ujaran keakraban, di antaranya:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun