"Makanya. Kamu jangan bolos lagi, biar tidak kena garukan petugas. Dan jangan main di lampu merah. Kemarin semua yang nongkrong, main atau berdiri di pinggir lampu merah, semuanya diangkut sama satpol, polisi dan ada tentara. Lagi rame sekarang, PMKS digaruk satpol di Tanah Abang".
"Jangan di situ lagi. Aku dengar operasi sampai Desember", ceteluk perempuan itu sambil membetulkan letak si kecil dalam pelukannya. (PMKS singkatan dari Penyandang Masalah Kesejahtaraan Sosial -red).
Si kecil di sampingku mendengar ucapan dan nasihat dua orang itu. Mungkin mereka itu ayah dan ibunya, tapi entahlah aku kurang yakin, sebab kuamati wajah mereka tidak mirip wajah ketiga anak kecil itu. Atau mungkin mereka itu Bulik dan Paklik, Om Tante, atau tetangganya? Â Ah embuhlah, pikirku dalam hati.
Sambil menggoyang goyangkan kaki mungilnya yang nyeker. Dia si kecil menatap ke luar, memandang lalu lintas yang memadat di dekat Rawa Belong. Jaklingko berjalan merayap.
Aku menyimak obrolan mereka itu.  Bukan untuk nguping atau kepo, tapi kondisi ruang penumpang angkot yang sempit ini memungkinkan semua orang dalam angkot mendengar percakapan mereka itu dengan jelas.
"Emang kalian mau turun mana?", tiba-tiba perempuan penumpang lain, yang duduk di samping anak kecil yang tidur pulas di depanku, nyeletuk. Rupanya dia juga menyimak obrolan mereka tadi.
"ini ke Tanah Abang. Dari ngambil mereka di kantor dinsos (dinas sosial) di Kedoya. Harusnya tidak musti seminggu mereka di sana. Kemarin pas kena garukan, aku juga dibilangin tetangga kalau tiga anak ini kena garuk, dibawa mobil petugas. Halah ya kubiarin aja, sudah biasa itu. Paling mereka dikumpulkan di Blog B Tanah Abang", ujarnya.
"Lagian aku kan lagi kerja di Roxy. Makanya baru belakangan aku urusin. Ternyata mereka anak anak ini, ketiganya kena garuk, dibawa petugas, dibawa ke panti sosial di Kedoya. Harusnya tidak sampai seminggu. Tapi kemaren kena tanggal merah, libur Sabtu Minggu dan libur apalagi, 1 Muharam kayaknya. Kantor tutup. Jadi hari ini, ya sekarang ini mereka dibebaskan petugas", imbuhnya.
Aku menyimak baik baik. Lelaki itu terus nerocos. Sesekali perempuannya yang di pojok menimpalinya. Dan penumpang lain turut nimbrung. Saling timpal ucapan itu, tentang nasib ketiga anak kecil dalam ruang angkot Jaklingko.
Mulai tentang bagaimana kondisi mereka seminggu berpisah dari orangtua? Bagaimana makan minumnya, tempat tidurnya dimana, dikumpulin bersama orang dewasa tidak? Ganti pakaian tidak? Mandi tidak? Nangis tidak? Anak yang paling kecil nyariin ibunya tidak? Nangis tidak?
Digaruk petugas, digiring bersama sekumpulan PMKS lainnya dalam satu mobil garukan apa tidak kasihan anak anak ini? Mereka mengalami trauma tidak? Dan masih banyak Iagi.