Goresan Luka Yang Mendalam #26
Prapatan Palbapang
Situasi menjadi memanas ketika kedua pihak pasukan itu benar-benar saling berhadapan di suatu tempat bernama Prapatan Palbapang. Mereka terpisah dalam jarak kira-kira duapuluh tombak saja.Â
Baruklinting menghentikan gerakan rombongannya di tempat itu. Dia lalu mengutus Ki Gringsing ke barisan depan pasukan Ki Ageng Wanabaya, untuk melakukan diplomasi agar tak terjadi perang. Maka Ki Gringsing sendirian, bergerak membawa kudanya berjalan perlahan ke depan, memisahkan diri dari barisan pasukan.
Di sisi lain, pasukan Ki Ageng Wanabaya pun telah berhenti. Tetapi gemuruh sorak sorai gelora peperangan terus mereka suarakan. Sehingga hingar bingar dan keadaan berisik gaduh di Prapatan Palbapang itu.
Ki Ageng Wanabaya di barisan belakang pasukannya melihat bahwa pasukan Baruklinting telah bersiap untuk bertempur. Dia tidak mengira bahwa kini dia harus bertempur dengan pasukan putranya sendiri. Dia juga tidak mengira bahwa Baruklinting telah mampu membentuk satuan laskar prajurit sebanyak itu di Mangir.Â
Mereka tampak sebagai satuan laskar yang tangguh. Ki Ageng Wanabaya mengamati gerakan pasukan Baruklinting yang berhenti tak jauh dari garis depan pasukannya.
Lalu dia mengutus Demang Srandak untuk menemui seseorang utusan Baruklinting yang tampak berkuda sendirian memisahkan diri dari barisan pasukannya. Orang itu adalah Ki Gringsing. Demang Srandak mengenal orang itu sebagai sesama pejabat penting di Mangir.
Demang Srandak dan Ki Gringsing kini berhadap-hadapan di atas kuda masing-masing.
"Sampeyan menjadi bagian pemberontak rupanya, Ki. Maju hendak menyerahkan diri?"
"Jangan salah paham, Ki Demang Srandak. Kami datang untuk damai. Bukan perang".
"Omong kosong. Kamu orang tua, pengkhianat Mangir, apa yang bisa kami percaya dari mulutmu, Ki Gringsing. Kalian menggelar pasukan sebanyak itu, bocah kecil pun tahu kalau tujuanmu untuk perang, bukan jalan-jalan. Kalau bukan untuk berperang? Lalu untuk apalagi? "