Nelayan dan ikan sama-sama termangu, matahari turun lambat di sebelah Barat,
membentuk bayangan jatuh layu di samping sampan nelayan
mereka tak menduga terlibat dalam perbincangan panjang.
Ikan tak menduga berada di ruang kehidupan yang tak dikehendaki,
yang mungkin bersegera menyudahi perjalanan waktunya
Nelayan timbul belas kasih, melihat hewan tak berdaya dalam genggaman tangannya, tetapi dia teringat pada anak istrinya yang menahan lapar di rumah, menunggunya pulang, membawa harapan.
Apa yang musti kuperbuat? Tanya nelayan dalam hatinya ambigu.
Pergilah engkau pulang, kembali ke dasar kalbu menemui dia yang kau sayangi, ujar nelayan akhirnya, sambil melepas ikan yang menggelepar dalam genggaman tangan. Ikan Mas itu dicemplungkan ke air, di samping sampan kecil.
Baiklah jika itu kesadaran tertinggimu, engkau membiarkan aku lepas, dan meniti jalan takdirku sendiri, ujar ikan Mas itu, sambil berenang menjauh, pergi meninggalkan perahu
Temuilah kebahagiaanmu, dan jangan kembali, selamat tinggal kawan, kata nelayan melambaikan tangan. Tak ada rasa sesal menggelayut, perjumpaan atau perpisahan, sama saja asiknya.
Nelayan itu kemudian mendayung sampan ke tepian, menambatkan diri di tepi sawah, padi menguning menantinya di sebelah sana.
Lalu aku menyudahi sedikit goresan tipis di ujung kanvas, membiarkan danau, nelayan dan ikan, menghampar sebagai cerita. Â Â
Jakarta, 15 Juni 2023.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H