Mohon tunggu...
D. Wibhyanto
D. Wibhyanto Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Bidang Sastra, Sosial dan Budaya

Penulis Novel CLARA-Putri Seorang Mafia, dan SANDHYAKALANING BARUKLINTING - Tragedi Kisah Tersembunyi, Fiksi Sejarah (2023). Penghobi Traveling, Melukis dan Menulis Sastra, Seni, dan bidang Sosial Budaya.

Selanjutnya

Tutup

Cerbung Pilihan

Sandhyakalaning Baruklinting - Tragedi Kisah Tersembunyi (Episode #5)

14 April 2023   17:38 Diperbarui: 15 April 2023   08:11 368
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cover Image episode #5, by D.Wibhyanto/Dok.pri

Kelak danau itu dinamai orang sebagai danau Rawapening, yang merupakan singkatan dari Raga Jiwa Pen ing Hning, artinya Raga jiwa sungguh-sungguh berada dalam hening. Maknanya bahwa untuk dapat mencapai suatu tujuan, segenap jiwa raga seseorang hendaknya berada sungguh-sungguh dalam kondisi keadaan hening.

Adapun sejurus kemudian, Baruklinting yang tengah melayang-layang bagai seekor elang, berada di angkasa, melemparkan lidi Galih Sodo Lanang yang ujungnya terdapat kotoran tanah. Kayu lidi itu meluncur ke tempat jauh, tertancap di sebuah tempat yang kemudian tempat itu berubah sebagai gundukan bukit.

Kelak orang menyebut bukit itu sebagai bukit Gunung Kendali Sodo, atau gunung Kendal ing sodo, artinya: kotoran di ujung sodo atau lidi. Gunung Kendali Sodo berada di perbatasan Ambarawa dengan Ungaran di Jawa Tengah. Kelak tempat itu dipercaya sebagai tempat pembuangan barang-barang sukerto, atau kotoran gaib, termasuk tempat melarung berbagai tosan aji yang dianggap tak lagi berguna bagi pemiliknya.

Sementara gelombang besar danau itu belum reda seutuhnya. Tampak di kejauhan seorang perempuan sedang naik sebuah perahu dari lesung kayu. Dia mendayung lesung memakai dayung centong nasi dari kayu. Bunyinya 'Tang, tung, tang, tung..tang". Maka demikianlah dituturkan, bahwa tempat di mana perempuan mendayung lesung dengan suara tang-tung itu, kelak dinamai desa Tuntang, letaknya di pinggir Rawapening dekat Salatiga.

Adapun perempuan itu adalah Rondo Kasihan, perempuan yang telah memberi makanan ke Baruklinting ketika anak itu masih bertubuh kecil dan kumuh, di kala itu, dan belum berubah wujudnya sebagai pemuda gagah tampan yang kini sedang terbang di angkasa sebelah sana itu.

Rondo Kasihan yang mendayung lesungnya, akhirnya tiba di suatu tempat suatu hutan kecil di lembah Gunung Telomoyo. Perempuan itu menetap di situ, kelak orang menamai tempat itu sebagai hutan Wono Kasihan. Kelak pada perkembangan jaman, hutan Wono Kasihan berubah sebagai desa yang berpenduduk makmur. Desa itu disebut desa Wono Kasihan, letaknya di dekat desa Jambu dan Bedono.

Sementara di ujung tepi Rawapening yang lain, sebagian penduduk desa lain yang terpaksa mengungsi akibat bencana alam itu, telah sampai di sebuah tempat Karanganyar namanya. Karang berarti tempat, anyar berarti baru. Karanganyar adalah tempat tinggal baru bagi para pengungsi itu. Karanganyar berada di dekat kota Ungaran, di Jawa Tengah.

Baruklinting yang melayang bagai burung elang terbang di angkasa, akhirnya tiba di bukit di tepi Rawapening, dekat Banyubiru. Bukit itu kelak dinamai orang sebagai Bukit Cinta. Di tempat  itu Baruklinting duduk bersila dan mengambil batu mustika Naga yang dahulu melekat pada keningnya.    

Kepada mustika Naga itu, dia berkata: "Wahai batu mustika, jadilah dirimu sebagai Naga seperti wujudku dahulu. Dan tinggalah di dasar danau ini, dan jagalah jangan sampai danau ini menimbulkan bencana lagi bagi orang-orang yang tinggal di sekitar danau ini".

Maka berubahlah batu mustika Naga itu menjadi mahkluk gaib sosok ular Naga seperti perwujudan Baruklinting dahulu. Ular itu menggeliat lalu melesat masuk ke dalam danau itu. Bunyinya bergemerincing akibat gerakan suara kelintingan atau genta yang melingkar di lehernya. Dia menjaga tempat itu dan para spiritualis Jawa menyebut bahwa ular itu hingga kini masih menjadi penunggu tempat itu. Keadaan ini mungkin sulit diterima oleh nalar, tetapi itu sungguh terjadi. 

Sementara itu. Dari atas sebuah bukit, di Kawasan Salengker, Sepakung, secara diam-diam tampak sesosok orang berpakaian petani dengan ikat kepala berwarna kuning. Dia mengamati semua peristiwa dan kejadian alam itu dari tempatnya kini berdiri. Orang asing itu wajahnya begitu tegang, dadanya berdegup kencang. Sebab di kejauhan dia telah melihat wujud danau Rawapening itu kini begitu luas, berwarna biru kelabu seperti hamparan permadani di kaki langit. Kelak tempat itu disebut Desa Salengker, di lereng Telomoyo, di mana danau Rawapening tampak mempesona pemandangan alamnya terlihat dari desa itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun