Dua orang yang tadinya memegang kepala topeng Barong dan ekor Barong, tampak bergelimpangan ke tanah. Lalu kejang-kejang, ndadi. Debu tanah mengepul di arena pertunjukan itu. Dua orang yang tadinya memegang kepang anyaman bambu motif celeng, berlarian kencang menerabas bagai babi liar hendak keluar arena pertunjukan.
    Akan tetapi usaha itu terhenti karena dicegat beberapa orang pawang yang berjaga di beberapa titik dekat penonton. Para penonton yang penuh mengelilingi arena pertunjukan itu bertepuk tangan.
      Di kawasan Puserwening, termasuk di Banyubiru, Rejoso, Bejalen, dan sekitarnya, semua orang tahu bahwa pertunjukan Kuda Lumping bisa menjadi sangat berbahaya jika dilanggar wewaler atau aturan pertunjukannya. Wewaler itu adalah: tidak boleh ada penonton yang memakai baju merah, dan tidak boleh ada yang menyuarakan siulan keras atau bunyi peluit. Jika wewaler itu dilanggar maka hal itu bisa memicu kemarahan dhanyang atau dhemit yang sedang menyurupi raga para penari.
      Seperti bisa diduga, bahwa di tengah pesta kesenian yang meriah selalu ada pihak yang usil mengacaukan suasana. Begitu juga di pertunjukan Kuda Lumping ini. Di tengah para pemain mulai kesurupan dan ndadi lupa diri, tiba-tiba dua tiga orang berbaju merah muncul di tengah penonton berjoget joget seolah mengejek para pemain. Sebagian penonton lainnya bersuit suit keras dan membunyikan peluit bambu. Tak ayal seketika itu juga, dalam sorot mata yang liar, beberapa pemain Kuda Lumping berlarian mengejar dan menubruk para pembuat onar itu. Gerakan mereka seperti tak bisa dikendalikan lagi.
***Â
(BERSAMBUNG ke Episode #5   )
( Sebelumnya, di Episode #3 )
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H