Sebagai orang Maritim, saya memiliki kekhawatiran bila kementerian ini ini dipegang oleh orang yang tidak tepat, karena nama-nama yang disodorkan lebih banyak Pakar Kelautan, bukan Pakar Maritim.
Kelautan dan Maritim selintas sama, tapi sesungguhnya berbeda. Kalau kelautan lebih mengutamakan sumber daya laut yang terkandung didalamnya, sementara kalau Maritim adalah Transportasi lautnya. Bila mengutip makalah Dr Chandra Motik, secara umum perbedaan Laut dan Maritim adalah sebagai berikut:
Pengertian Kelautan:
Kelautan adalah hal-hal yang berhubungan dengan kegiatan di wilayah laut yang meliputi permukaan laut, kolom air, dasar laut dan tanah di bawahnya, landas kontinen termasuk sumber kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, pesisir, pantai, pulau kecil, serta ruang udara diatasnya;
Pengertian Kemaritiman:
Kemaritiman adalah bagian dari kegiatan di laut yang mengacu pada pelayaran / pengangkutan laut, perdagangan (sea-borne trade), navigasi, keselamatan pelayaran, kapal, pengawakan, pencemaran laut, wisata laut, kepelabuhanan baik nasional maupun internasional, industri dan jasa-jasa maritim;
Definisi diatas saya kutip saat saya menghadiri Simposium Poros Maritim dengan Tema : Mewujudkan Indonesia sebagai Poros Maritim, dari Negara Kepulauan menjadi Negara Maritim di Gedung Lemhannas tanggal 9 Oktober yang lalu yang diselenggarakan oleh Chandra Motik Maritim Center bekerja sama dengan Lemhannas dan Universitas Indonesia. Yang dihadiri oleh Pakar-Pakar Maritim yang sesungguhnya, bukan pakar kelautan. Saya melihat symposium itu diadakan khusus untuk membahas Ide Poros Maritim Jokowi sekaligus memberikan pemahaman yang benar mengenai pengertian Kelautan dan Kemaritiman.
Saya sempat berpikir apakah Tim Penyusun Kabinet Jokowi melibatkan para Pakar Maritim yang hadir dalam symposium tersebut?.
Salah satu Pakar Maritim yang berbicara dalam Simposium tersebut yaitu Dr. Chandra Motik SH. MSc, yang juga sebagai satu-satunya Pakar Hukum Maritim yang masih aktif di negeri ini setelah Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmaja dan Dr. Hasjim Djalal, dimana Chandra Morik dalam symposium tersebut banyak menyajikan fakta yang menarik tentang Maritim di Indonesia, berikut potensi yang ada yang ternyata sangat besar sekali yang seandainya bisa dioptimalkan dapat menutup sebgaian hutan lndonesia.
Secara garis besarnya beliau mengatakan bahwa Indonesia saat Belum Sebagai Negara Maritim, walaupun memiliki wilayah Laut yang lebih besar dari daratannya. Kenapa? Karena saat ini paradigma bangsa ini masih sebagai Negara kepulauan, dimana pemanfaatan sumber dayanya lebih banyak di darat, tidak mengoptimalkan sumber daya Maritimnya. Hal ini terbawa sejak Zaman penjajahan Belanda dulu, dimana Belanda memang mengarahkan agar Indonesia menjadi Negara agraris.
Salah satu ciri utama Negara Maritim adalah armada kapalnya, dan menjadikan trlaut sebagi pemersatu bangsa bukan pemisah. Alat pemersatunya adalah armada kapal laut yang besar milik bangsa sendiri yang berbendera Indonesia. Dimana semua kegiatan distribusi logistic, perdagangan, ekspor Impor dll menggunakan kapal berbendera Indonesia (Asas Cabotage) bukan kapal berbendera asing seperti saat ini yang masih banyak terjadi di wilayah maritime kita. Karena masih banyak BUMN ataupun PMDN yang masih belum melaksanakan asas Cabotage secara menyeluruh. Padahal seandainya Pemerintah bisa menginstruksikan seluruh BUMN dan PMDN menjalankan asas Cabotage dengan sungguh-sungguh, berapa Trilyun devisa yang bisa didapat.
Secara pribadi, saya dan banyak insane Maritim yang sudah mengenal Kiprah Ibu Chandra Motik, sangat berharap beliau bisa ditunjuk oleh Jokowi untuk menjadi Menteri Maritim. Karena beliau memiliki segala unsur dan capabilitas yang tepat untuk menjadi Menteri Maritim. Selama kiprahnya 33 tahun mangabdi dalam dunaia Maritim Indonesia, beliau merupkan gabungan dari seorang Akademisi, Profesional, Praktisi dan aktivis Maritim. Seorang akademisi karena Chandra Motik sebagai seorang dosen Hukum Laut, Dosen Hukum Pengangkutan Laut dan dosen Hukum Maritim di Universitas Indonesia.