LIMA POSISI KONTROL:Â
Diane Gossen dalam bukunya Restitution-Restructuring School Discipline (1998) mengemukakan bahwa guru perlu meninjau kembali penerapan disiplin di dalam ruang-ruang kelas mereka selama ini. Apakah telah efektif, apakah berpusat, memerdekakan, dan memandirikan murid, bagaimana dan mengapa? Melalui serangkaian riset dan berdasarkan pada teori Kontrol Dr. William Glasser, Gossen berkesimpulan ada 5 posisi kontrol yang diterapkan seorang guru, orang tua ataupun atasan dalam melakukan kontrol. Kelima posisi kontrol tersebut adalah Penghukum, Pembuat Rasa Bersalah, Teman, Pemantau dan Manajer. Mari kita tinjau lebih dalam kelima posisi kontrol ini:
Penghukum: Seorang penghukum bisa menggunakan hukuman fisik maupun verbal. Orang-orang yang menjalankan posisi penghukum, senantiasa mengatakan bahwa sekolah memerlukan sistem atau alat yang dapat lebih menekan murid-murid lebih dalam lagi. Guruguru yang menerapkan posisi penghukum akan berkata: "Patuhi aturan saya, atau awas!" "Kamu selalu saja salah!" "Selalu, pasti selalu yang terakhir selesai" Guru seperti ini senantiasa percaya hanya ada satu cara agar pembelajaran bisa berhasil, yaitu cara dia.
Pembuat Merasa Bersalah: pada posisi ini biasanya guru akan bersuara lebih lembut. Pembuat rasa bersalah akan menggunakan keheningan yang membuat orang lain merasa tidak nyaman, bersalah, atau rendah diri. Kata-kata yang keluar dengan lembut akan seperti: "Ibu sangat kecewa sekali dengan kamu" "Berapa kali Bapak harus memberitahu kamu ya?" "Gimana coba, kalau orang tua kamu tahu kamu berbuat begini?" Di posisi ini murid akan memiliki penilaian diri yang buruk tentang diri mereka, murid merasa tidak berharga, dan telah mengecewakan orang-orang disayanginya.
Teman: Guru pada posisi ini tidak akan menyakiti murid, namun akan tetap berupaya mengontrol murid melalui persuasi. Posisi teman pada guru bisa negatif ataupun positif. Positif di sini berupa hubungan baik yang terjalin antara guru dan murid. Guru di posisi teman menggunakan hubungan baik dan humor untuk mempengaruhi seseorang. Mereka akan berkata: "Ayo bantulah, demi bapak ya?" "Ayo ingat tidak bantuan Bapak selama ini?" "Ya sudah kali ini tidak apa-apa. Nanti Ibu bantu bereskan". Hal negatif dari posisi teman adalah bila suatu saat guru tersebut tidak membantu maka murid akan kecewa dan berkata, "Saya pikir bapak/Ibu teman saya". Murid merasa dikecewakan, dan tidak mau lagi berusaha. Hal lain yang mungkin timbul adalah murid hanya akan bertindak untuk guru tertentu, dan tidak untuk guru lainnya. Murid akan tergantung pada guru tersebut.
Pemantau: Memantau berarti mengawasi. Pada saat kita mengawasi, kita bertanggung jawab atas perilaku orang-orang yang kita awasi. Posisi pemantau berdasarkan pada peraturan-peraturan dan konsekuensi. Dengan menggunakan sanksi/konsekuensi, kita dapat memisahkan hubungan pribadi kita dengan murid, sebagai seseorang yang menjalankan posisi pemantau. Pertanyaan yang diajukan seorang pemantau: "Peraturannya apa?" "Apa yang telah kamu lakukan?" "Sanksi atau konsekuensinya apa?" Seorang"Peraturannya apa?" "Apa yang telah kamu lakukan?" "Sanksi atau konsekuensinya apa?" Â pemantau sangat mengandalkan penghitungan, catatan, data yang dapat digunakan sebagai bukti atas perilaku seseorang. Posisi ini akan menggunakan stiker, slip catatan, daftar cek. Posisi pemantau sendiri berawal dari teori stimulus-respon, yang menunjukkan tanggung jawab guru dalam mengontrol murid.
Manajer: Posisi terakhir, Manajer, adalah posisi di mana guru berbuat sesuatu bersama dengan murid, mempersilakan murid mempertanggungjawabkan perilakunya, mendukung murid agar dapat menemukan solusi atas permasalahannya sendiri. Seorang manajer telah memiliki keterampilan di posisi teman maupun pemantau, dan dengan demikian, bisa jadi di waktu-waktu tertentu kembali kepada kedua posisi tersebut bila diperlukan. Namun bila kita menginginkan muridmurid kita menjadi manusia yang merdeka, mandiri dan bertanggung jawab, maka kita perlu mengacu kepada Restitusi yang dapat menjadikan murid kita seorang manajer bagi dirinya sendiri. Di manajer, murid diajak untuk menganalisis kebutuhan dirinya, maupun kebutuhan orang lain. Disini penekanan bukan pada kemampuan membuat konsekuensi, namun dapat berkolaborasi dengan murid bagaimana memperbaiki kesalahan yang ada. Seorang manajer akan berkata: "Apa yang kita yakini?" (kembali ke keyakinan kelas) "Apakah kamu meyakininya?" "Jika kamu meyakininya, apakah kamu bersedia memperbaikinya?" "Jika kamu memperbaiki ini, hal ini menunjukkan apa tentang dirimu?" "Apa rencana kamu untuk memperbaiki hal ini?" Tugas seorang manajer bukan untuk mengatur perilaku seseorang. Kita membimbing murid untuk dapat mengatur dirinya. Seorang manajer bukannya memisahkan murid dari kelompoknya, tapi mengembalikan murid tersebut ke kelompoknya dengan lebih baik dan kuat.
SEGITIGA RESTITUSIÂ
Dilansir dari buku Evolusi Pendidikan Bersama Calon Guru Penggerak (2022) oleh Rusliy dan teman-teman, restitusi adalah sebuah cara menanamkan disiplin positif pada murid. Restitusi bukan untuk menebus kesalahan, namun untuk belajar dari kesalahan. Tujuannya untuk memperbaiki hubungan. Tindakan ini adalah tawaran, bukan paksaan. Restitusi menuntun untuk melihat ke dalam diri, mencari kebutuhan dasar yang mendasari tindakan, dan lebih berfokus pada karakter bukan tindakan.
Langkah-langkah segitiga restitusi Adapun strategi untuk melakukan restitusi meliputi: Menstabilkan identitas/stabilize the identity Validasi tindakan yang salah/validate the Misbeh Menanyakan keyakinan /Seek the Belief Dalam hal ini, peran guru/orangtua sangat penting untuk menciptakan kondisi yang membuat murid/anak bersedia menyelesaikan masalah dan berbuat lebih baik lagi dengan berkata, "semua orang pasti pernah berbuat salah", dan bukan mengatakan "kamu harus lakukan ini, kalau tidak maka..."
Langkah pertama