Mohon tunggu...
Aqilla Barki Firdaus
Aqilla Barki Firdaus Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi

Saya adalah mahasiswi Jurnalistik di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Artificial intelligence

Etika Jurnalisme Dalam Menghadapi Tantangan Deepfake

23 Desember 2024   03:40 Diperbarui: 23 Desember 2024   03:47 29
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Sumber gambar: Kompas.com)

Sementara itu, platform digital seperti media sosial harus meningkatkan sistem moderasi konten mereka. Algoritma yang mampu mendeteksi dan menghapus deepfake sebelum menyebar luas perlu diimplementasikan. Platform juga harus bertanggung jawab untuk memberikan label pada konten yang diragukan keasliannya.

Kesimpulan

Deepfake adalah ancaman serius bagi dunia jurnalisme, tetapi bukan berarti tidak bisa diatasi. Dengan berpegang pada prinsip etika jurnalisme, memanfaatkan teknologi pendeteksi, serta bekerja sama dengan berbagai pihak, jurnalis dapat melindungi profesi mereka dari manipulasi informasi.

Pada akhirnya, kunci utama dalam melawan deepfake adalah komitmen untuk selalu mencari kebenaran. Jurnalisme yang bertanggung jawab tidak hanya menyampaikan informasi, tetapi juga melindungi masyarakat dari kebohongan. Dengan begitu, media tetap bisa menjadi pilar yang kokoh dalam menjaga demokrasi dan keadilan di era digital ini.

Contoh Kasus Deepfake:

Beredar sebuah video di berbagai platform digital yang menunjukkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) berbicara dalam bahasa Mandarin dengan lancar. Video tersebut disertai narasi yang menyatakan, "Jokowi berbahasa Mandarin.

Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Indonesia mengonfirmasi bahwa video tersebut telah diedit dengan cara yang menyesatkan. Meskipun video itu mirip dengan video asli yang diunggah oleh kanal YouTube The U.S. - Indonesia Society (USINDO) pada 13 November 2015, video yang beredar saat ini telah dimanipulasi, kemungkinan menggunakan teknologi deepfake. Dalam pidato aslinya, Presiden Jokowi tidak berbicara dalam bahasa Mandarin, jadi video ini merupakan bentuk disinformasi. Kominfo mengingatkan masyarakat agar lebih berhati-hati terhadap informasi yang bisa dimanipulasi atau diselewengkan dan selalu merujuk pada sumber yang dapat dipercaya, seperti situs pemerintah atau media yang kredibel.

(Sumber berita: Komdigi.go.id)

Penulis: Aqilla Barki Firdaus (11220511000136), Mahasiswi semester 5 Program Studi Jurnalistik, Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Artificial intelligence Selengkapnya
Lihat Artificial intelligence Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun