Pernahkah terlintas dipikiranmu bahwa segala hal tak dapat mengalami perubahan tanpa teori yang kamu anut dalam diri sendiri? atau bahkan apakah kamu percaya bahwa perubahan adalah suatu hal yang diyakini pasti akan terjadi, dan efeknya tergantung dari respon apa yang kita beri?Â
Kita mengalami perubahan setiap kali jantung kita memompa aliran darah bak sungai di dalam tubuh ini, seperti halnya setiap hari cuaca tak selalu disinari oleh cahaya surya yang terang benderang, jadwal harianmu tak akan selalu monoton, pohon mangga di halaman rumahmu tak akan selalu berbuah, jam di dinding rumahmu tak akan selalu menunjukkan pukul 12 malam, atau bahkan perasaan mu tak semestinya selaulu diselimuti awan. Perubahan bisa menjadi suatu pendobrak, dalam hal lain juga dapat menjadi suatu kemerosotan.
Perubahan di Era Baru
Sejak datangnya era disrupsi ditambah datangnya covid 19 di seluruh penjuru negeri, memberikan suatu perubahan besar bagaikan suatu goncangan yang mencabut sesuatu dari akarnya. Era disrupsi ini  sendiri mengubah manusia dalam setiap dimensi kehidupan secara gamblang dan drastis. Entah itu dalam hal sosial, budaya, ekonomi, pendidikan, dan teknologi. Semenjak angka pandemi yang meninggi, dan mulai dialihkannya kegiatan luar ruangan menjadi dalam ruangan, serta jarak dan intensitas interaksi yang diatur sedemikian rupa mendorong segala aktivitas dilakukan secara daring. Mayoritas orang memanfaatkan teknologi untuk menstabilkan ekonomi dan meingkatkan tingkat kemakmuran diri dalam menghadapi keaadan VUCA (Vatality, Uncertainty, Complexity, dan Ambiguity), dimana sewaktu-waktu kondisi pandemi ini dapat mengalami perubahan yang tak dapat lagi dikontrol, serta dampaknya krusial bagi diri sendiri dan lingkungan sekitar.Â
Oleh sebab itu ada beberapa karakteristik yang dibutuhkan dalam menghadapi keadaan VUCA, yaitu :
1. Mindset (Keyakinan atau pola pikir)
2. Grit (Kegigihan dan hasrat dalam mencapai suatu tujuan jangka panjang)
3. Curiosity (Keingintahuan lebih terkait pendidikan, serta terbuka pada feedback)
4. Meaning making (Memahami suatu kejadian walau dalam situasi tertekan)
5. Humility (Menghargai kemampuan dan kelebihan orang lain)
6. Creativity style (Membangun inovasi origina daripada mengembangkan ide ynag sudah ada)
7. Purpose in life (Intensi dalam diri, sehingga hidup dapat lebih bermakna)
Mengapa mindset menduduki posisi pertama?Â
Mindset adalah cara otak dan akal menerima, memproses, menganalisis, mempersepsi, dan membuat kesimpulan terhadap informasi yang masuk melalui indra kita. Pola pikir itu bekerja bagaikan ramalan bintang di kepala kita. Sewaktu kita hanyut dalam samudra informasi maka pikiran mencari arah dengan berpegangan pada pola pikir yang sudah terbentuk sebelumnya. Pola pikir itu untuk menjaga pikiran agar tetap berada pada jalur yang sudah menjadi keyakinan kita dan mendukung pencapaian tujuan yang menjadi pilihan kita.Â
Carol Dweck mengungkapkan bahwa "Mindset The New Pyshchology of Success, How We Can Learn to Fulfill Our Potential".Â
Istilah Fixed vs Growth mindset dicetuskan oleh Carol Dweck, ia mencoba menjelaskan bahwa manusia mempunyai keyakinan dasar tentang bagaimana mereka memandang serta mempercayai karakter pribadi mereka sendiri.
Seseorang yang memiliki growth mindset atau pola pikir berkembang cenderung ingin mendapatkan proses belajar yang bermakna dan memiliki pengaruh dalam hidupnya. Mereka tidak hanya ingin terlihat pintar atau terlihat menguasai suatu permasalahan. Pemilik growth mindset sangat menghargai proses dan menjadikan kegagalan bukan sebagai akhir, melainkan sebagai tangga untuk melangkah ke tahap berikutnya.Â
tetapi terdapat 5 miskonsepsi terkait growth mindset, yaitu :
1. Fleksibilitas dan keterbukaan pada hal baru tidak sama seperti growth mindset
2. Growth mindset bukan berarti menerima semua tantangan yang diberikan orang lain
3. Growth mindset sendiri tidak dapat menjadikan kita seperti apapun yang kita inginkan, diperlukan hal lain seperti potensi
4. Growth mindset tidak 100% berbicara mengenai proses, tetapi juga bagaimana memperbaiki proses agar mencapai hasil yang optimal.
5. Growth mindset di organisasi tidak sama dengan keingin mencapai keinginan (profit), karena inti dari growth mindset adalah memprioritaskan perkembangan (improvement)
dengan memiliki pola pikir terbuka (Growth mindset) dapat menghindari kita dari berbagai masalah kesehatan mental, seperti menurunkan tingkat insekuritas dan anxiety, karena mereka percaya semua bisa didapat dengan kerja keras dan kemauan tinggi, mereka tidak akan membatasi kemampuan dan bakat mereka. Belajar dan berkembang adalah tujuan hidup mereka.
sedangkan fixed mindset atau yang bisa diartikan sebagai pola pikir tetap, merupakan sebuah penggambaran tentang orang-orang yang percaya bahwa kualitas, kecerdasan, atau bakat mereka merupakan sifat yang sudah tetap, tidak dapat berubah.
Mereka percaya bahwa kecerdasan serta bakat pada diri mereka tidak perlu dikembangkan lagi untuk menuju pada kesuksesan. Jika kamu memiliki pola pikir yang demikian, hal tersebut akan menahan kamu untuk melakukan hal-hal besar yang mengarah pada perubahan positif dalam dirimu.
Mereka dengan fixed mindset, biasanya :
1. Percaya akan kualitas hidup seseorang sudah tetap sejak lahir.
2. Percaya pada nilai IQ diri menunjukan seluruh kisah diri sebenarnya.
3. Berkecil hati setelah penolakan atau kegagalan, tipe mindsetini mengeneralisir dirinya, padahal kesalahan itu bukan penentu segalanya. Seperti seorang pelajar yang mendapat nilai D dari sebuah tugas, ia menilai diri sepenuhnya gagal dan bodoh.
4. Kehilangan minat saat tugas menjadi sulit.
5. Mudah menyerah dan cenderung menghindari tantangan
6. Mereka menganggap, usaha hanya dibutuhkan untuk orang-orang yang memiliki banyak kekurangan.
7. Mereka akan khawatir tentang bagaimana dirinya menurut pandangan orang
Lantas, bagaimana sih cara kita dalam upaya memahami dan mengembangkan diri sendiri dengan growth mindset?
- REFLEKSI
-Mengenali fixed mindset
-Sadari pola fixed mindset
-Menentukan tujuan perubahan
- LATIHAN
- Power of Yet (mengembangkan keberanian menghadapi kegagalan), seperti mengaplikasikan Reframing, mengubah kalimat "Aku tidak bisa mencapai target yang ditentukan" menjadi "Aku belum bisa mencapai target bulan ini"
-Mengatasi self limiting beliefs untuk meningkatkan kepercayaan pada kemampuan diriÂ
-Mengembangkan growth zone untuk memeperluas zona nyaman dan mampu melakukan hal-hal yang menantang, dengan cara Stretching menggunakan deliberate practice (menurut Ericson) yang meliputi, melatih kemampuan yang telah dikuasai orang sebelumnya, membuat perencanaan dan tujuan yang spesifik, mencari feedback, berusaha fokus dalam berlatih, melatih kemampuan yang sesuai dengan kekuatan diri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H