Mohon tunggu...
Aqil Aziz
Aqil Aziz Mohon Tunggu... Administrasi - Suka makan buah

Mencintai dunia literasi. Penullis di blog : https://aqilnotes.wordpress.com/

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Tempong

18 November 2018   14:25 Diperbarui: 18 November 2018   14:49 396
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://hellosehat.com/

"Berani Pak," jawab  Pak Agus dengan perasaan bersalah dan malu.

"Saya minta Bapak selesaikan sendiri, saya tidak ingin ikut campur dalam menyelesaikannya. Intinya, sekolah ini harus baik citranya. Saya tidak mau sekolah kita seperti nila setitik, rusak susu sebelangga."

Selesai berceramah. Kepala sekolah itu menjabat tangan Pak Agus dan mempersilahkan Pak Agus keluar ruangan.

Di depan pintu ruang guru. Berdiri wanita, yang ukuran tubuhnya hampir memenuhi pintu ruangan. Dengan nafas, ngos-ngosan dan keringat berkucuran. Seperti telah menyelesaikan perjalanan yang jauh. Di situ, Maryatun berdiri, lalu langsung menemui suaminya. Pasangan suami istri itu, memutuskan untuk menemui Bu Rina di dalam ruangan. "Ayo kita selesaikan sekarang juga," ujar sang istri.

Setelah tangisnya Bu Rina reda, dan memungkinkan untuk diajak bercakap di Ruang BP. Maryatun, menjelaskan sikap dan kebiasaan suaminya secara panjang lebar. Ia terangkan aktivitasnya, mulai dari bangun tidur sampai tidur lagi. Intinya, bahwa tindakan siang tadi adalah murni tindakan refleks dari tangan suaminya, yang sudah mendarah daging.

Melihat kesungguhan penjelasan istrinya Pak Agus, akhirnya Bu Rina mulai bisa memakluminya, meksi dengan berat hati. Untuk menambah keakraban, Maryatun mencium tangan Ibu Guru Muda itu, sebagai ungkapan meminta maaf dan menghargai profesinya.

Melihat suasana mencair, perasaan Pak Agus sangat lega dan senang. Ketika mereka semua mau berpamitan keluar dari ruang BP itu. Dengan perasaan senang yang memuncak, tepat disamping pintu, Pak Agus melayangkan tangannya. "Bug." Suara itu terdengar begitu jelas dan familiar di telinga istrinya. Tapi aneh, ia tidak merasakan tangan suaminya mendarat di bagian tubuhnya. Sang istri menatap suaminya yang sedang dipuncak kegembiraan. Ia ingin mengatakan kepadanya, bahwa ia salah tempong. Kontan suasana saat itu, berubah menjadi begitu hening, berbeda dengan siang tadi. Kali ini tidak ada jeritan.

Paciran, 18 Nopember 2018

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun