Tempong adalah tindakan memukul seseorang yang mengenai pantatnya. Bukan berarti meninju, untuk menyakiti. Tempong dengan telapak tangan terbuka lebar, mengenai pantat seseorang, lebih bermaksud menambah suasana akrab. Makanya, biasanya tempong ini dilakukan kepada orang yang sangat kenal dekat. Bahkan lebih dari sahabat, seperti suami istri, misalnya.
Tempong hampir sama dengan gemes, gemes bisa mencubit, menggoyang-goyang anggota tubuh, bahkan memeluk dengan serta merta, begitu erat dan kuat, biasanya gemes dilakukan seseorang kepada anak kecil. Bisa jadi karena imut dan lucu.
Pak Agus, Guru Matematika Sekolah Dasar. Melihat istrinya yang tumbuh subur dan gemulai. Ia makin sayang. Cinta kepada istrinya ia pupuk terus menerus, sampai istrinya seger dan sehat. Ia tidak pernah menyebutnya gemuk, karena ia sangat yakin, itu menyakiti perasaannya. Karena itu bisa menambah suasana buruk kepada rumah tangganya. Saking sayangnya, Pak Agus selalu menempong istrinya. Tanda kasih sayang, katanya. Â Alasannya, ia ingin mengetahui sejauh mana perkembangan istrinya.
Masih menurut Pak Agus. Pantat adalah lambang ukuran kesehatan seseorang, khususnya wanita. Kalau pantatnya kecil, kempes, bisa jadi kurang sehat dan butuh nutrisi. Kalau pantat dipegang sedikit saja, sudah mengenai tulang, maka bisa dimungkinkan seseorang itu kurang makanan bergizi, dan ini tidak baik.Â
Bukan berarti langsing, tapi lebih mengarah kepada mengenaskan. Kesimpulannya, sang suami dianggap kurang sukses merawat istrinya. Tapi kalau pantatnya besar dan gemol, jika ditempong mantab, tegar, tidak bergetar, berarti penuh gizi dan nutrisi. Itu pertanda suami sukses dan penuh tanggung jawab. Efeknya bisa disayang mertua.
Sesuai dengan kebiasaan Pak Agus. Ia terus menerus mengukur kesehatan istrinya, dengan menempong. Ketika tangannya terpental. Ia terkekeh senang. Artinya, selama ini istrinya hidup bersamanya dengan kondisi yang semakin baik dan bahagia. Seger waras.
Dengan prilaku dan kebiasaan aneh sang suami. Maryatun tidak pernah merasa terusik, meski ia harus merelakan pantatnya yang jadi sasaran berkali-kali. Memang pada awalnya ia merasa tidak senang, tapi dengan penjelasan Agus dengan kepandaiannya sedikit menggombal. Akhirnya Maryatun, mulai bisa menyadarinya dan sekarang malah senang dengan prilaku suaminya. Ia merasa senang jika suaminya senang. "Tanda cinta," kata Maryatun.
Kebiasaan aneh itu lama-lama menjadi menu wajib. Setiap hari dan bahkan sekarang frekuensinya semakin bertambah. Sehari bisa lima atau tujuh kali, yang pada asalnya sehari sekali. Ketika bangun tidur, berangkat ke kantor, ketika pulang, ketika mau menyediakan makan, ketika mau ke pasar, dan hampir segala aktivitas dimulai dengan tempong, kecuali satu, ke WC, ia tidak lakukan itu, takut kuwalat. Â Tempong sudah menjelma seperti do'a sebelum melakukan setiap aktivitas, kalau aktivitas itu tidak didahului tempong, sepertinya kurang afdol atau kurang sah.
Pernah Maryatun, mau pergi ke Pasar. Di tengah perjalanan, sudah sejauh 50 meter dari rumahnya. Ia merelakan untuk kembali pulang, dengan sengaja menemui suaminya. "Mas kok belum nempong?"kata istrinya. Dengan segera, Agus mendekat dan langsung meluncurkan telapak tangannya ke pantat istrinya. Ketika terdengar bunyi "bug". Mereka lantas terkekeh bersama. Kalau sudah seperti itu, Maryatun berkeyakinan, keberangkatannya ke pasar sekarang sudah diridloi oleh suaminya. Lalu, ia berangkat lagi ke pasar dengan penuh semangat.
Keluarga kecil itu bahagia, dengan kebiasaan yang aneh itu. Meski berkali-kali dan sudah menjadi menu wajib. Pak Agus dan istrinya juga tahu diri. Seperti ada peraturan khusus dan tak tertulis, bahwa tempong tidak boleh dilakukan di depan tentangga, intinya ketika nempong tidak boleh kelihatan orang lain. Hanya Tuhan dan mereka berdua yang boleh tahu.
Bagi pak Agus, nempong seperti ceklok sidik jari ketika mau masuk kantor. Seperti hari-hari biasa, Ia berpamitan dengan istrinya dengan satu kali tempongan. Tapi kali ini, menurut Pak Agus adalah hari khusus, hari Ayah. Maka ia minta kepada istrinya tambah tempongan sekali lagi. Istrinya setuju. Pak Agus senang.