Mohon tunggu...
Aqil Aziz
Aqil Aziz Mohon Tunggu... Administrasi - Suka makan buah

Mencintai dunia literasi. Penullis di blog : https://aqilnotes.wordpress.com/

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Pintu itu

10 November 2018   05:51 Diperbarui: 10 November 2018   05:50 268
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
http://rimbakita.blogspot.com

Sebenarnya tidak ada hal yang istimewa. Sudah dua jam, saya menghabiskan di depan komputer. Menyusun laporan, menyelesaikan tugas kantor. Kalau sudah begini, kertas-kertas berserakan di atas meja, ingin rasanya memanggil apapun yang bisa dipanggil. Jin misalnya, untuk menyelesaikan laporan ini sekejap, semalam. Berani. Saya berani bayar berapapun. Asalkan pekerjaan yang membosankan ini menjadi beres. Memang saat ini sudah tidak menjadi rahasia lagi, kalau toh itu masih pantas disebut rahasia. Berarti menjadi rahasia umum, sekarang yang ngetrend adalah Wani Piro.

Tapi ada sisi lainnya, saya sebetulnya tidak berani dengan hal-hal yang berbau mistik seperti itu. Tapi kalau sudah mepet dan kepepet seperti ini, apalagi sudah mentok, pikiran stress, apapun bisa dilakukan, meski ketemu jin. Perasaan takut bisa ditekan diberani-beranikan. Asal satu. Beres.

Jarum jam pendek menunjukkan angka 10. Mata sudah lelah. Akibat tenaga terlalu terforsir untuk melakukan tugas kantor seharian. Rupanya kelopak mata tidak bisa ditahan lagi untuk terjaga. Aku putuskan tidur. Eh, sedang enak-enaknya transfer dari alam nyata ke alam mimpi. Tiba-tiba pintu bergerak dan bunyi.

Krek. Krek. Krek.

Dengan setengah mengantuk aku coba mengabaikan pintu itu. Entah siapa yang berada dibaliknya. Aku tidak mau diganggu. Aku ingin istirahat.

Sejak pagi, memang ada sekitar lebih dari sepuluh orang yang masuk pintu. Terutama teman sekantor dan pelanggan baru yang mau berinvestasi. Tapi kali ini siapa? sudah jam sepuluh malam. Perasaan semua teman-teman sudah pulang semua. "Pelanggan? Ah! Tidak mungkin" siapa yang mau mendatangi kantor kecil ini tengah malam Apalagi harus jauh-jauh dengan membawa uang untuk setor."

Terus. Siapa?

Tiba-tiba. Deg. Jantungku berdegup kencang. Angin dingin mulai merambat menyelimut tubuhku. Tangan dan jidatku mulai mengeluarkan keringat. Nafasku lama-lama makin ngos-ngosan. Otakku mulai berpikir yang tidak semestinya. Aku teringat. Apakah anganku benar-benar memanggil makhluk lain, untuk menyelesaikan laporan ini. Ah tidak mungkin. Sontak aku terbelalak dan berdiri.

Mataku terbuka lebar, melihat gerak pintu. Gigiku gemeletuk dan telingaku seakan melebar. Untuk lebih detil mendengarkan bunyi derit pintu itu. Aku semakin penasaran. Ada apa di balik pintu itu.

Kuamati sebelah kanan dan kiri tak ada apapun yang membuatnya menarik pintu itu. Binatang rumah ini, mestinya belum waktunya bekerja, seperti tikus. Yang biasa numpang lewat, juga tak dapat kujumpai. Lantas kenapa pintu itu tergerak?

Saya coba tengok jendela samping ruang, semuanya tertutup rapat. Saya yakin angin tidak bisa masuk, untuk menggerakkan pintu itu. Dengan cara apa pintu itu bergerak?

Sedikit demi sedikit pintu itu gerak semakin melebar. Aku tak berani menghadapi kenyataan. Ingin rasanya memanggil ibu, keras-keras. Seperti dulu waktu kecil mengusir, rasa takut. Sugesti supaya tidak sendiri, dengan memanggil namanya. Tapi, sekarang kan di kantor? Mana ada Ibu.

Aku mulai teringat nonton bareng film horor kemarin. Dimana jika ada pintu yang tergerak selalu ada makhlus halus dibaliknya. Beraneka ragam dan rupa, yang jelas, saya tidak bisa benar-benar melihat wajahnya. Karena pas kejadian lagi serem-seremnya, selalu kututup mata. Setelah selesai, dengan memastikan tanya teman. Saya baru berani membuka mata. Ah..

Kata temanku, hantunya turun dari atas, dan muncul setelah pintu terbuka penuh. Tapi saya hanya mringis, mendengarnya. Saya sesungguhnya tidak benar-benar suka film horor. Nonton bareng itupun, supaya tidak dicap pengecut.

Ah, akankah keluar makhluknya, setelah pintu itu terbuka penuh. Saya belum berani beranjak untuk lari. Eh bukankah orang takut, itu tidak bisa lari, katanya. Semua bagian tubuhnya terpaku, tidak bisa bergerak. Kaki, tangan, kepala dan badan sulit untuk digerakkan. Sama seperti orang tidur yang ketindihan.

Pintu itu terus terbuka pelan. Urat saya menegang, mata saya melotot untuk menghadapi kenyataan. Muncul mata sepasang mata yang bersinar. Kaget. Ternyata yang hadir si "Shopie". Kucing kantor. Aku lemas.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun