"Itu kan hanya kampanye politik Bu, untuk mendulang suara, kalau tidak, sekarang kamu tidak akan dipanggil Bu Kades."
"Iya sih Pak, tapi kalau sudah jadi begini bagaimana nasib kita? Warga akan rame-rame menuduh kita pembohong"
Pak Kades diam tidak menjawab pertanyaan istrinya. Tiba-tiba ada tamu yang datang. Rupanya Pak RT dan Pak Asikh.
Setelah mengucapkan salam dan berjabat tangan. Pak Kades mempersilahkan duduk. "Gimana Pak, apakah warga kemarin bisa dikondisikan? Masalahnya saya belum punya alasan yang tepat untuk menjelaskan jembatan itu tidak bisa direalisasikan. Bagaimana menurut Pak RT, apakah ada kata kata yang cocok, untuk meredam mereka?" tanya Pak Kades.
Pak Asikh dan Pak RT bingung, mereka saling memandang. Suasana menjadi beku. Kemudian mencair setelah beberapa lembar amplop disodorkan di depan mereka.
"Begini Pak, saya tidak bermaksud menyuap, tapi anggap saja ini hadiah dari saya. Hadiah kecil. Dan saya mohon Bapak menjelaskan mereka. Bapak tinggal cari kalimat yang pas, agar warga tidak bergejolak."
Mereka berdua tidak bisa menolak, lalu pulang dengan kondisi kebingungan.
Esoknya, Pak RT, mengumumkan kepada warga, bahwa jembatan tahun ini belum bisa di bangun karena bantuan dari pusat belum datang.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H