Road Traffic Accident (RTA) atau kecelakaan lalu lintas sering kali terjadi pada masa kini. Mobilisasi manusia yang menggunakan kendaraan pribadi sangat tinggi membuat padatnya jalanan dan sering kali menyebabkan kecelakaan. Entah keparahan dari level rendah hingga tinggi, pemeriksaan pada kondisi tulang sering kali disepelekan. Bahkan, pengendara motor terkadang tidak mengunakan helm saat kecelakaan terjadi. Hal itu tentu meningkatkan dampak kecelakaan pada pengendara, seperti patah tulang atau fraktur pada daerah kepala, khususnya tulang wajah.
Mandibula atau tulang rahang bawah menjadi bagian yang sangat sering terjadi fraktur ketika terdapat kecelakaan lalu lintas. Berdasarkan studi yang dilakukan, 15,5% hingga 59% fraktur pada wajah terjadi pada mandibula. Terjadinya cedera wajah cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan cedera di bagian tubuh lain karena wajah tidak memiliki penutup pelindung. Selain itu, mandibula merupakan tulang yang paling menonjol di daerah tubuh. Berdasarkan penelitian dari Vyas (2014), bagian mandibula yang sering mengalami fraktur atau trauma ialah parasymphysis 49 (32.45%), body 42 (27.8%), angle 22 (14.56%), symphysis 18 (11.9%), condyle 13 (8.6%), coronoid 4 (2.64%), dan terakhir adalah ramus 3 (1.98%).
Namun, menurut Vincent (2019) daerah condyle menjadi daerah yang sering cedera. Terdapat 25% hingga 40% kasus cedera terjadi pada daerah condyle. Seringkali, fraktur pada condyle diakibatkan oleh trauma tumpul tidak langsung dengan kekuatan yang ditransmisikan sehingga mengakibatkan patah tulang. Hal tersebut yang membuat korban terkadang tidak merasakan adanya fraktur pada daerah mandibula, khususnya condyle.
Hal tersebut menjadi permasalahan utama ketika korban kecelakaan tidak menyadari bahwa bagian rahang bawahnya mengalami fraktur. Masyarakat sering kali meremehkan dampak dari kecelakaan walaupun hanya pada tingkat tidak terlalu parah. Hal itu yang membuat terjadinya keterlambatan diagnosis yang tentu saja memperparah kondisi fraktur. Fraktur condyle jika tidak ditangani dengan baik dapat mengakibatkan banyak masalah kronis bagi pasien. Maloklusi dan penyimpangan rahang saat membuka, ankilosis dan nyeri pada sendi temporomandibular (TMJ), dan kemampuan pembukaan mulut yang berkurang.
Lalu, langkah awal apa yang dapat diambil agar tidak memperparah kondisi korban? Langkah awal itu ialah kesadaran diri untuk melakukan pemeriksaan ke rumah sakit, khususnya pemeriksaan radiologi. Pemeriksaan x-ray menjadi pemeriksaan awal yang dapat dilakukan dalam menilai kondisi tulang wajah korban. Walaupun pada fasilitas dan kasus tertentu, resolusi tinggi dari Computed Tomography (CT) menjadi modalitas citra pilihan mayoritas dalam menangani masalah fraktur di tulang wajah. Radiografi pada mandibula masih menjadi dasar pemeriksaan yang harus dilaksanakan dalam menentukan langkah selanjutnya. Dengan pemeriksaan radiografi x-ray, evaluasi kondisi mandibula dapat terlihat jelas, khususnya pada kondisi tulang dengan garis fraktur.
Sebenarnya, terdapat beberapa cara dalam menciptakan foto x-ray di daerah mandibula. Cara tersebut biasanya disebut dengan proyeksi citra. Secara sederhana, konsepnya sama seperti menggunakan kamera HP dalam memotret objek dengan menentukan photo angle mana yang hendak dipilih. Tujuan utama pemilihan proyeksi yang tepat adalah agar objek yang hendak dinilai dapat terlihat sempurna. Ada beberapa proyeksi yang dapat dilakukan dalam mengevaluasi kondisi tulang mandibula. Salah satunya ialah proyeksi Axiolateral atau Eisler.
Mengapa proyeksi Eisler menjadi salah satu proyeksi utama pemeriksaan? Alasan utama karena proyeksi ini mampu memperlihatkan kondisi condyloid process yang lebih sukar dilihat jika menggunakan proyeksi lainnya. Condyloid process dapat terlihat karena terdapat penyudutan sinar x-ray sehingga dapat terlihat lebih jelas. Selain itu, proyeksi ini mampu memberikan foto kedua sisi mandibula dalam satu foto. Hal itu membantu dokter radiologi dalam membandingkan kondisi kedua sisi mandibula dalam menegakkan diagnosis.
Terdapat 3 langkah utama dalam menjalankan pemeriksaan ini, yaitu sebelum pemeriksaan, saat pemeriksaan, dan sebelum pemeriksaan.
Sebelum Pemeriksaan
- Persiapan ruangan dan alat
Memastikan suhu ruangan pemeriksaan sudah berada di kisaran suhu 20 derajat celcius dan ruangan pemeriksaan steril. Memastikan pesawat sinar-x, apron, marker, kaset ukuran 24x30cm, grid dan fiksasi siap digunakan.
- Persiapan pasien
Petugas radiologi mengambil formulir pemeriksaan dan memverifikasi informasi klinis pasien. Petugas mempersilahkan pasien masuk ke dalam ruang pemeriksaan sembari mengedukasi pasien mengenai pemeriksaan. Petugas radiologi menghimbau pasien untuk melepaskan semua benda logam yang ada disekitar area pemeriksaan serta dihimbau untuk mengganti baju dengan baju pasien yang telah disediakan di ruang ganti.