Kasus bayi tertukar di RS Sentosa Bogor semakin menemukan titik terang dengan dilakukannya tes DNA silang oleh Siti Maulidah dan Dian di Puslabfor Polri di Kecamatan Babakan Madang, Kabupaten Bogor pada Senin, 21 Agustus 2023. Hasil tes DNA yang dapat digunakan sebagai alat bukti dalam pelaksanaan gelar perkara baru bisa didapat pekan depan. Oleh karenanya, hingga saat ini kasus masih berada dalam tahap penyidikan dan belum menemukan hukum pidana (1).
Adanya kejadian bayi tertukar bermula saat Siti Maulidah melahirkan bayinya di RS Sentosa, Kecamatan Kemang, Kabupaten Bogor pada 18 Juli 2022 dengan operasi caesar.Â
Siti Maulidah merasakan ada kejanggalan pada hari kedua saat ia tengah menyusui bayinya. Kejanggalan yang dirasakan oleh Siti Maulidah di antaranya adalah kondisi rambut bayi yang telihat lebih lebat dan pada warna pakaian yang dikenakan oleh bayinya.Â
Menurutnya, bayinya seharusnya mengenakan baju warna kuning sebagaimana yang sudah ia siapkan dari rumah, namun pada saat itu bayi Siti Maulidah justru mengenakan baju berwarna merah muda. Siti pun mencoba mengonfirmasi kepada perawat terkait gelang penanda yang dikenakan oleh bayinya, perawat menjelaskan bahwa hanya gelang penanda yang tertukar, bukan bayinya (2).
Buntut dari kasus tersebut adalah pembebastugasan 5 orang perawat dan bidan yang terlibat langsung pada kelahiran bayi dan pemberian SP 1 kepada 10 lainnya.Â
Gregg Djako selaku juru bicara Rumah Sakit Sentosa Bogor menyatakan bahwa terdapat pengakuan dari tenaga kesehatan yang terlibat pada kelahiran bayi bahwa memang ada kelalaian ketika melakukan pemasangan gelang pada dua bayi laki-laki yang dilahirkan secara bersamaan pada 18 Juli 2022. Â Perawat telah membuat dua gelang dengan satu nama yang sama, yakni nama pasien B (3).
Perlindungan Konsumen Kesehatan di Rumah Sakit
Rumah sakit merupakan pusat pemberi layanan kesehatan yang menyediakan layanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Berdasarkan bentuk pelayanannya, rumah sakit dibagi menjadi rumah sakit umum dan rumah sakit khusus.Â
Rumah sakit umum dapat memberikan pelayanan kesehatan bagi semua jenis penyakit, mulai dari yang bersifat dasar hingga subspesialistik, sedangkan rumah sakit khusus hanya dapat memberikan pelayanan kesehatan untuk penyakit tertentu.
Berdasarkan Pasal 4 UU No. 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit (4), tugas rumah sakit adalah untuk memberikan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna. Untuk menjalankan tugas tersebut, rumah sakit memiliki fungsi:
1) Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit.
2) Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis.
3) Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam rangka kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan, dan
4) Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan.
Kualitas pelayanan kesehatan di rumah sakit ditentukan oleh bagaimana hasil kinerja berbagai pihak yang bekerja di rumah sakit seperti dokter, perawat, dan tenaga kesehatan yang lain. Rumah sakit memiliki peranan penting dalam menunjang kesehatan masyarakat dan rumah sakit berkewajiban memberikan suatu perlindungan hukum terhadap pasiennya selaku pihak pengguna jasa.
Masyarakat telah memandang profesi kedokteran serta tenaga medis lainnya sebagai profesi yang mulia dan terhormat. Dokter dan tenaga medis telah menjalankan pendidikan dan pelatihan dalam jangka waktu yang lama sebelum kemudian dapat melakukan praktik kedokterannya atau pelayanan medis. Sehingga tidaklah mengherankan jika pasien dan keluarganya banyak menggantungkan harapan hidup dan kesembuhan pada profesi tenaga medis ini, khususnya pada dokter (5).
Hubungan yang terjadi antara dokter dengan pasien yang ada di rumah sakit pada dasarnya merupakan hubungan hukum keperdataan, yaitu hubungan hukum yang sederajat, setidaknya ketika para pihak akan memasuki hubungan hukum tertentu. Perlindungan hukum terhadap pasien sebagai konsumen didahului dengan terdapatnya hubungan antara dokter dengan pasien (5).
 Dijelaskan dalam UU No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK) bahwasannya pasien rumah sakit termasuk konsumen. Konsumen adalah setiap orang pemakai barang atau jasa, dan atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan (6).
Pasal 4 UU No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK) tentang hak-hak konsumen di antaranya mengatur mengenai hak akan kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang/jasa; dan hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut.Â
Adanya UU No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK) memberikan kepastian hukum terhadap konsumen, termasuk konsumen pengguna jasa kesehatan atau pasien.Â
Kepastian hukum tersebut merupakan bentuk perlindungan hukum yang menjamin dapat terpenuhinya hak-hak konsumen dalam menggunakan jasa kesehatan dengan rumah sakit sebagai pelaku usaha dan memberikan kesetaraan status antara pasien dan rumah sakit (6).
Tanggung Jawab Rumah Sakit atas Dasar Kelalaian
Mencuatnya kasus bayi tertukar yang terjadi di Rumah Sakit Sentosa Bogor ke hadapan publik merupakan hasil dari adanya kelalaian tenaga medis, dan apabila dilihat dari perspektif hukum, bentuk kelalaian tersebut termasuk dalam perbuatan yang dapat dipidana.Â
Peristiwa pidana merupakan kelakuan yang diancam dengan pidana, bersifat melawan hukum, dan yang dapat berhubungan dengan kesalahan yang dilakukan oleh orang yang mampu bertanggung jawab. Kesalahan tersebut meliputi dolus (sengaja) dan culpa (alpa atau lalai) (7).
Peristiwa tertukarnya bayi yang baru lahir juga telah melanggar hak pasien yaitu hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam menggunakan jasa; hak untuk memilih jasa serta mendapat jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar; hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan jasa; hak untuk mendapat advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif; hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya; hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya dan juga tidak mengikuti ketentuan standar pelayanan jasa kesehatan yang berlaku serta peraturan perundang-undangan lain (8).
Pelaku usaha yang melanggar UUPK dapat dikenakan tiga sanksi, yaitu sanksi perdata, sanksi pidana dan sanksi administratif. Perlindungan hukum terhadap pasien juga diatur dalam UU No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, UU No. 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, UU No. 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit. Karena hubungan antara pasien dengan rumah sakit atau tenaga kesehatan merupakan hubungan hukum keperdataan, apabila rumah sakit melakukan pelanggaran hukum, maka pihak pasien dapat mengajukan gugatan/tuntutan berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yakni tentang wanprestasi maupun perbuatan melawan hukum. Tertukarnya bayi yang baru lahir dengan bayi yang lainnya telah mengakibatkan kerugian kepada pasien baik secara fisik maupun psikis (8).
Darurat Pemenuhan Hak Konsumen Kesehatan
Saat ini masyarakat telah semakin menyadari hak-haknya sebagai konsumen kesehatan. Masyarakat sudah semakin kritis mempertanyakan mengenai penyakit, pemeriksaan, pengobatan, serta tindakan yang akan diambil terkait dengan penyakitnya. Mereka mulai berinisiatif untuk mencari second opinion.Â
Hubungan antara pasien dan dokter sudah berubah dari yang semula sebagai hubungan antara pengobat dan penderita yang dilandasi oleh suasana saling percaya satu sama lain, kini dokter dan pasien adalah partner. Dokter merupakan partner pasien, dan pasien mengharapkan penjelasan dari dokter tentang apa saja keluhannya sehingga dikenal dengan istilah informed consent.
Perlu diakui bahwa hak-hak konsumen kesehatan masih cenderung sering dikalahkan oleh kekuasaan pemberi pelayanan kesehatan. Jenis-jenis masalah perlindungan konsumen semenjak diberlakukannya UU No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen amatlah beragam, namun gugatan konsumen terhadap layanan jasa kesehatan dan yang berhubungan dengan masalah kesehatan dapat dikatakan masih langka.
Guna mengurangi adanya kerugian pada diri pasien atau orang yang melakukan pemeriksaan maupun yang berupaya memperbaiki kesehatannya, dibutuhkan adanya tenaga kesehatan yang benar-benar memenuhi standar tenaga kesehatan, yang mampu memenuhi standar profesi dan menghormati hak-hak pasien. Pembangunan sumber daya manusia kesehatan adalah salah satu indikator baiknya sistem pelayanan kesehatan (9).
Referensi
1. Â Derry Sutardi. disway.id. 2023 [cited 2023 Aug 23]. Terbongkar! Kasus Bayi Tertukar di Bogor Murni Kelalaian Rumah Sakit, Lima Perawat dan Bidan Dipecat! Available from: https://disway.id/read/720689/terbongkar-kasus-bayi-tertukar-di-bogor-murni-kelalaian-rumah-sakit-lima-perawat-dan-bidan-dipecat/15
2. Zubaedah Hanum. mediaindonesia.com. 2023 [cited 2023 Aug 23]. Kasus Bayi Tertukar, Polres Bogor Bentuk Tim Gabungan. Available from: https://mediaindonesia.com/megapolitan/604863/kasus-bayi-tertukar-polres-bogor-bentuk-tim-gabungan
3. Abdul Hakim. gencil.news. 2023 [cited 2023 Aug 23]. Akhir dari Kasus Bayi Tertukar di Bogor Terungkap. Available from: https://gencil.news/nusantara/akhir-dari-kasus-bayi/
4. Presiden RI. Undang-Undang Republik Indonesia No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit. Jakarta: Presiden RI; 2009.
5. Machmud S. Penegakan Hukum dan Perlindungan Hukum bagi Dokter yang Diduga Melakukan Medikal Malpraktek. Bandung: Mandar Maju; 2008.
6. Presiden RI. Undang-Undang Republik Indonesia No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Jakarta: Presiden RI;
7. Wahyuni F. Dasar-dasar Hukum Pidana di Indonesia . Tangerang: PT Nusantara Persada Utama; 2017.
8. Pramanik RKD. Tanggung Jawab Profesi (Prefessional Liability) Rumah Sakit Bersalin atas Tertukarnya Bayi yang Baru Lahir dalam Perspektif Hukum Perlindungan Konsumen [Thesis]. [Bandung]: Universitas Pasundan; 2022.
9. Adisasmito W. Sistem Kesehatan. 2nd ed. Jakarta: Rajawali Pers; 2007.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H