Masyarakat telah memandang profesi kedokteran serta tenaga medis lainnya sebagai profesi yang mulia dan terhormat. Dokter dan tenaga medis telah menjalankan pendidikan dan pelatihan dalam jangka waktu yang lama sebelum kemudian dapat melakukan praktik kedokterannya atau pelayanan medis. Sehingga tidaklah mengherankan jika pasien dan keluarganya banyak menggantungkan harapan hidup dan kesembuhan pada profesi tenaga medis ini, khususnya pada dokter (5).
Hubungan yang terjadi antara dokter dengan pasien yang ada di rumah sakit pada dasarnya merupakan hubungan hukum keperdataan, yaitu hubungan hukum yang sederajat, setidaknya ketika para pihak akan memasuki hubungan hukum tertentu. Perlindungan hukum terhadap pasien sebagai konsumen didahului dengan terdapatnya hubungan antara dokter dengan pasien (5).
 Dijelaskan dalam UU No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK) bahwasannya pasien rumah sakit termasuk konsumen. Konsumen adalah setiap orang pemakai barang atau jasa, dan atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan (6).
Pasal 4 UU No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK) tentang hak-hak konsumen di antaranya mengatur mengenai hak akan kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang/jasa; dan hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut.Â
Adanya UU No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK) memberikan kepastian hukum terhadap konsumen, termasuk konsumen pengguna jasa kesehatan atau pasien.Â
Kepastian hukum tersebut merupakan bentuk perlindungan hukum yang menjamin dapat terpenuhinya hak-hak konsumen dalam menggunakan jasa kesehatan dengan rumah sakit sebagai pelaku usaha dan memberikan kesetaraan status antara pasien dan rumah sakit (6).
Tanggung Jawab Rumah Sakit atas Dasar Kelalaian
Mencuatnya kasus bayi tertukar yang terjadi di Rumah Sakit Sentosa Bogor ke hadapan publik merupakan hasil dari adanya kelalaian tenaga medis, dan apabila dilihat dari perspektif hukum, bentuk kelalaian tersebut termasuk dalam perbuatan yang dapat dipidana.Â
Peristiwa pidana merupakan kelakuan yang diancam dengan pidana, bersifat melawan hukum, dan yang dapat berhubungan dengan kesalahan yang dilakukan oleh orang yang mampu bertanggung jawab. Kesalahan tersebut meliputi dolus (sengaja) dan culpa (alpa atau lalai) (7).
Peristiwa tertukarnya bayi yang baru lahir juga telah melanggar hak pasien yaitu hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam menggunakan jasa; hak untuk memilih jasa serta mendapat jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar; hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan jasa; hak untuk mendapat advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif; hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya; hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya dan juga tidak mengikuti ketentuan standar pelayanan jasa kesehatan yang berlaku serta peraturan perundang-undangan lain (8).
Pelaku usaha yang melanggar UUPK dapat dikenakan tiga sanksi, yaitu sanksi perdata, sanksi pidana dan sanksi administratif. Perlindungan hukum terhadap pasien juga diatur dalam UU No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, UU No. 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, UU No. 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit. Karena hubungan antara pasien dengan rumah sakit atau tenaga kesehatan merupakan hubungan hukum keperdataan, apabila rumah sakit melakukan pelanggaran hukum, maka pihak pasien dapat mengajukan gugatan/tuntutan berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yakni tentang wanprestasi maupun perbuatan melawan hukum. Tertukarnya bayi yang baru lahir dengan bayi yang lainnya telah mengakibatkan kerugian kepada pasien baik secara fisik maupun psikis (8).
Darurat Pemenuhan Hak Konsumen Kesehatan
Saat ini masyarakat telah semakin menyadari hak-haknya sebagai konsumen kesehatan. Masyarakat sudah semakin kritis mempertanyakan mengenai penyakit, pemeriksaan, pengobatan, serta tindakan yang akan diambil terkait dengan penyakitnya. Mereka mulai berinisiatif untuk mencari second opinion.Â