Mohon tunggu...
Reza Maulana
Reza Maulana Mohon Tunggu... -

http://www.aqidah.info/about-me.html

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Siapakah yang Menciptakan Allah ?

17 Oktober 2015   11:19 Diperbarui: 17 Oktober 2015   11:43 2559
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Bissmillahirrohmanirrohim…

Assalammualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Pertanyaan ‘Siapakah yang menciptakan Allah’ atau ‘Siapakah yang membuat Allah itu ada’, mungkin bagi kita kaum Muslim, itu adalah pertanyaan B-O-D-O-H. Ya benar, pertanyaan BODOH.

Pertanyaan yang tidak semestinya dipertanyakan.

Dan hampir semua ulama besar akan berkata bahwa itu adalah pertanyaan yang berasal dari bisikan setan, jadi tidak perlu dijawab atau diperdebatkan. Biasanya mereka akan mengutip Hadist berikut ini :

Dari Abu Hurairoh mengatakan bahwa Rasulullah SAW bersabda : " Setan akan mendatangi seorang dari kalian lalu mengatakan, 'Siapa yang menciptakan ini? Siapa yang menciptakan ini? sehingga dia akan berkata, 'Siapa yang menciptakan Tuhanmu? Dan ketika dia menghinggapinya maka berlindunglah kepada Allah darinya dan harus dia menyudahinya. " (HR. Bukhori dan Muslim)

Atau Hadits yang ini :

Dari Abu Hurairoh mengatakan bahwa Rasulullah SAW bersabda : "Manusia akan senantiasa bertanya sampai yang dikatakan, 'Ini adalah Allah yang menciptakan makhluk lalu siapakah yang menciptakan Allah?' dan barangsiapa yang mendapatkan sedikit saja tentang hal ini maka katakanlah 'Aku beriman kepada Allah. " (HR. Muslim)

Bagi saya pribadi, alhamdulilah, pertanyaan itu tidak menjadi masalah, cukuplah saya berpatokan pada surat dibawah ini yang sangat jelas menerangkan “Apa itu Allah”.

Al Ikhlas : 1 – 4

  1. Katakanlah: Dia-lah Allah, Yang Maha Esa
  2. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu
  3. Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan
  4. Dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia

Ayat diatas jelas mengatakan bahwa Allah Maha Esa, udah itu saja, titik. Sudah “Esa” ditambah “Maha” pula, berarti bener2 gak ada lagi yang seperti Dia. Bila yang ‘seperti’ Dia saja tidak ada, bagaimana mungkin ada pencipta-Nya ? Bukankah si Pencipta haruslah memiliki faktor ‘lebih’ dari Ciptaannya?

Tapi jawaban seperti ini tidak akan bisa diterima oleh mereka yang menganut ajaran Atheisme. Seorang Atheis tidak akan pernah bisa percaya dengah hal Gaib seperti itu. Atheis lebih mengutamakan logika dan ilmu pasti untuk menjawab berbagai misteri yang terjadi disekitarnya.

Jadi saya berpikir ini harus ada suatu jawaban yang lebih ‘mendekati’ logika atau ilmu pasti. Jawaban  yang sulit dibantah oleh orang yang lebih mengutamakan ilmu pasti dan logikanya.

Karena bagi saya seorang Atheis bukanlah orang yang ‘sesat’, mereka hanya memerlukan ‘sesuatu’ untuk memahami apa yang sulit dipahaminya. Apabila suatu hal telah dapat dipahami dan dimengerti olehnya (berdasarkan ilmu pasti dan logikanya) maka Insha Allah ia akan dengan mudah menerima dan meyakini hal tersebut.

Saya berpendapat jauh lebih berbahaya orang yang sesat, orang yang sesat itu memanipulasi sesuatu, membolak balik sesuatu demi membenarkan kesalahannya. Orang yang sesat bahkan lebih parah lagi selalu berusaha mengajak orang lain ikut dalam kesesatannya. Melakukan segala cara mempengaruhi pikiran orang lain dengan pembenaran atas hal yang salah. Itulah ciri khasnya si Iblis dari jaman Nabi Adam. Mereka yang sesat ini tidak mau tahu dengan kebenaran.

Sedangkan Atheis, meraka adalah orang yang ‘tidak tahu’. Ada perbedaan besar antara ‘tidak tahu’ dan ‘tidak mau tahu’. Dan menurut saya, adalah kewajiban kita sebagai Muslim untuk memberitahunya kebenaran. Tinggal mikir masalah “Caranya”, itu saja.

Lalu alhamdulilah, saya menemukan Riwayat ini, Riwayat yang bercerita tentang seorang anak muda yang dengan cerdas menjawab 3 pertanyaan dari seorang Atheis. Pemuda muslim yang lahir di Irak pada tahun 80 Hijriah (699 M), pada masa kekhalifahan Bani Umayyah Abdul Malik bin Marwan. Sayangnya saya belum bisa menelusuri Referensi jelas tentang Asal Riwayat ini, saya membacanya dari berbagai artikel yang tidak mencantumkan sumbernya.

Tapi, okelah itu tidak menjadi masalah, karena isi riwayat ini menurut saya tidak bertentangan dengan dalil apapun di Al Quran, bahkan saya mendapatkan pelajaran yang sangat bagus dari riwayat ini.

Silahkan dibaca.

Alkisah, ada seorang ilmuwan hebat dari Romawi, ilmuwan ini tidak mempercayai adanya Allah (Atheis), karena baginya prinsip “Allah memang ada” itu bertentangan dengan ilmu pengetahuan yang dimilikinya namun di sisi lain ia juga penasaran mengapa orang-orang yang beragama Islam dapat dengan mudah mempercayai hal-hal seperti itu.

Jadi ia berusaha mencari tahu, dia masuk ke majelis-majelis ilmu, dia telah bertanya pada banyak ulama dan pada banyak muslim terkenal yang diteladani oleh para muslim lain. Namun belum juga menemukan jawaban yang memuaskan hatinya. Dia belum menemukan jawaban yang tepat.

Hingga satu ketika langkah ilmuwan ini sampai di suatu masjid yang didalamnya tengah berlangsung majelis ilmu. Sang Ilmuwan meminta ijin bertanya pada semua jamaah yang hadir. Siapapun muslim disana diperbolehkan menjawab, dengan syarat jawaban itu tidaklah boleh berdasarkan dalil (Al Quran dan Hadits), sebab bagaimana ia dapat meyakini jawaban itu bila ia belum meyakini si pencipta jawaban.? Jawabannya mestilah berdasarkan ilmu pengetahuan yang dimilikinya, ilmu pasti.

Ada 3 pertanyaan yang diajukan sang Ilmuwan. Pertanyaan yang menurutnya sangat cerdas dan haruslah dijawab dengan cerdas pula.

  1. Siapa atau apa yang menciptakan Allah ? Bukankah setiap hal yang tercipta itu haruslah ada penciptanya. Manusia tercipta dari manusia, hewan tercipta dari hewan, dan tumbuhan tercipta dari tumbuhan itu sendiri. Bagaimana mungkin Allah ada bila tidak ada penciptanya?
  2. Bagaimana mungkin manusia dapat makan dan minum tanpa buang air? Bukankah itu salah satu petunjuk Allah tentang keadaaan manusia di surga nanti. Sebab bila ada sesuatu yang masuk maka harus ada sesuatu yang keluar, dan itu telah menjadi sistem di tubuh manusia untuk mempertahankan keseimbangan didalam tubuh.
  3. Allah berkata bahwa Iblis terbuat dari Api, dan Allah pun menciptakan neraka yang juga terbuat dari Api. Lalu bagaimana mungkin Allah dapat menyiksa Iblis disana ? Bagaimana bisa Iblis merasakan siksaan di Neraka sedangkan Iblis dan Neraka terbuat dari zat yang sama yaitu Api.

Beberapa saat keadaan di majelis ilmu itu menjadi hening,  semua pertanyaan berhubungan dengan hal Gaib, dan bagaimana cara menjelaskannya dengan ilmu pengetahuan biasa ?

Hingga akhirnya ada satu jamaah yang berusia masih sangat muda berdiri dan meminta ijin untuk menjawabnya.

Pemuda itu berdiri didekat mimbar seraya berkata “Inilah saya, hendak bertukar pikiran dengan Tuan”.

Sang Ilmuwan terperanjat tidak mengira bahwa yang akan menjawabnya adalah seorang anak muda, mungkin ia membayangkan para orang tua yang telah banyak berilmu dan berpengalamanlah yang akan maju, ia pun mempersilahkan.

Jawaban Pertama

Pemuda itu berkata “Jawaban atas pertanyaan pertama. Tuan adalah seorang Ilmuwan, berarti tuan mengerti perhitungan bukan ?”

Sang Ilmuwan menjawab “Tentu saja, itu adalah duniaku”

Si pemuda melanjutkan lagi “ Berarti tuan meyakini bahwa angka 2 didapat dari 1+1, angka 3 didapat dari 1+2, angka 4 didapat dari 1+3, dan seterusnya bukan? ”

Ilmuwan mengangguk mengiyakan hal itu.

Lalu pemuda berkata lagi “Berarti kita sepakat bahwa setiap angka yang tercipta itu selalu berasal dari angka 1, bila Tuan berkata bahwa ilmu perhitungan ini adalah dunia Tuan, maka saya ingin tahu dari mana asal angka 1 tersebut. Angka berapakah yang menciptakan angka 1 itu tuan?”

Sang ilmuwan tersentak, dan sebelum ia sempat menjawab, si pemuda berkata lagi “Bila tuan tidak pernah mempermasalahkan angka 1 dalam dunia Tuan, dan tuan meyakini bahwa angka 1 haruslah ada agar dapat tercipta angka-angka lainnya. Maka apa sulitnya Tuan meyakini bahwa Allah itu ada dan dapat menciptakan hal-hal lain namun Allah tidak memiliki pencipta?”

Sang Ilmuwan pun terdiam, berpikir tapi tak mampu menjawab.

Ia hanya berkata pelan “Tolong jawaban atas pertanyaan kedua”

Jawaban Kedua

Si pemuda dengan tenang melanjutkan : “Pertanyaan kedua pun akan saya jawab dengan ilmu yang Tuan kuasai. Apakah tuan mengerti proses perkembangan bayi didalam kandungan? Apakah tuan tahu bagaimana bayi tersebut dapat tumbuh menjadi tubuh yang lengkap? Dan bagaimana ia tetap hidup sedang ia belum dapat makan karena mulutnya belum terbentuk”

Sang Ilmuwan kembali menjawab : “Tentu saja saya tahu, bayi mendapatkan makanan dari ibunya sehingga ia dapat tumbuh, makanan didapatnya dari tali pusar yang terhubung ke ibunya”

Si pemuda tersenyum, dan berkata : “Berarti kita sepakat bahwa bayi pun selalu makan dan minum meski d idalam kandungan, lalu kenapa bayi tidak buang air?”

Untuk kedua kalinya sang Ilmuwan tersentak.

Si pemuda melanjutkan lagi : “Bila tuan dapat meyakini bahwa bayi tidak pernah buang air meski makan dan minum selama 9 bulan, lalu apa sulitnya Tuan meyakini bahwa manusia di surga kelak pun bisa begitu?”

Lagi-lagi sang Ilmuwan terdiam, bingung harus berkata apa. Ternyata apa yang belum dipahaminya selama ini memiliki persamaan yang sangat berdekatan dengan apa yang telah diyakininya atas ilmunya sendiri.

Jawaban Ketiga

Melihat sang Ilmuwan termenung, si pemuda mendekatinya sambil berkata “Bolehkah saya melanjutkan ke pertanyaan terakhir Tuan?”

Sang Ilmuwan menatap mata si pemuda, ada sebuah titik terang yang muncul di kepalanya, dengan tersenyum dia menjawab : “Silahkan wahai pemuda yang cerdas”

Si pemuda membalas dengan tersenyum pula, dan tiba-tiba tangan si pemuda bergerak dengan cepat menampar pipi sang Ilmuwan yang ada di hadapannya.

Ilmuwan itu terkejut sekali, dan untuk kedua kalinya tamparan si pemuda mendarat lebih keras di pipinya. Semua jemaah majelis ilmu yang hadir disanapun terperanjat dengan tingkah pemuda itu. Suasana menjadi gaduh.

Sambil mundur menjauhi pemuda, sang Ilmuwan berteriak keras : “Ini apa maksudnya ? Kenapa kau menamparku hingga sakit sekali seperti ini? “

Si pemuda masih tetap tersenyum dan diam menunggu suasana gaduh menjadi tenang kembali.

Lalu ia berkata : “Wahai tuan yang berilmu. Tangan ku ini berlapis kulit dan pipi mu pun berlapis kulit. Tangan, pipi dan kulit kita terbuat dari zat yang sama, yaitu tanah. Lalu mengapa kau bisa merasakan sakitnya tamparanku ? Bahkan kau dapat merasakan tamparan kedua lebih menyekitkan dari yang pertama…? Nah itulah jawaban atas pertanyaan mu tentang bagaimana neraka dapat menyakiti iblis meski neraka terbuat dari zat yang sama yaitu api”

Untuk ketiga kalinya Sang Ilmuwan terdiam. Ia terhenyak dengan kata-kata si pemuda.

Ilmuwan yang Atheis itupun mulai menyadari bahwa semua pertanyaan yang diajukannya itu bukanlah pertanyaan yang cerdas tapi itu adalah pertanyaan yang sangat bodoh, pertanyaan yang sebenarnya tak pantas diajukan seorang ilmuwan seperti dirinya, ia sangat malu dengan dirinya sendiri.

Akhir cerita, sang Ilmuwan sangat puas dengan jawaban yang didapatkannya saat itu, para jemaah majelis pun dapat memahami inti dari semua jawaban si pemuda.

Dan bagi yang penasaran, nama si pemuda itu adalah Abu Hanifah Nu’man bin Tsabit Al Kufi, itulah sang Imam Hanafi muda, seorang hamba Allah yang diberi karunia kecerdasan tinggi dan berakhlak mulia selama hidupnya. Mazhab  fiqihnya sangat terkenal dan banyak dijadikan sebagai panduan dalam Islam, kita mengenalnya dengan Mazhab Hanafi.

------------------

Riwayat diatas secara pribadi membuka pikiran saya, bahwa terkadang kita tidak harus mencari jawaban atas semua hal gaib dengan jawaban yang tepat, karena hal gaib itu tidak terjangkau oleh pikiran manusia. Yang harus kita lakukan adalah mencari persamaan pertanyaan sederhana yang mirip dengan pertanyaan itu. Pertanyaan sederhana yang jawabannya sudah umum dipahami orang lain, sehingga antara penanya dan penjawab dapat dengan mudah saling memahami, yang Insha Allah dapat menghindari perdebatan yang sia-sia.

Semoga bermanfaat. Assalammualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.


(sumber : http://www.aqidah.info/aqidahku/siapakah-yang-menciptakan-allah)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun