Mohon tunggu...
Aqeela Soraya
Aqeela Soraya Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Siswa di MTsN Padang Panjang

Nama: Aqeela Soraya El Fauzan. Lahir: Padang Panjang 27 April 2009. Sekolah: MTsN Padang Panjang

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Mengatasi Kebiasaan Cabut di Lingkungan Pelajar: Penyebab dan Solusi

29 Januari 2025   08:36 Diperbarui: 29 Januari 2025   08:36 150
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Beberapa siswa cabut dari sekolah (Sumber: Tinta Kahyangan)

Cabut merupakan istilah gaul yang berarti meninggalkan kelas atau sekolah tanpa izin, biasanya untuk bersenang-senang atau menghindari pelajaran yang dirasa membosankan.

Bagi sebagian siswa, cabut terasa seperti petualangan kecil---melarikan diri dari aturan sekolah dan mencari kebebasan di luar.Selain berisiko terkena sanksi dari sekolah, siswa yang sering cabut juga bisa mengalami kesulitan dalam akademik, kehilangan disiplin, atau bahkan terpengaruh lingkungan yang kurang baik.

Fenomena cabut terjadi melalui beberapa proses yang diawali dengan dorongan atau niat dari siswa. Biasanya, niat ini muncul karena rasa bosan terhadap pelajaran, tekanan akademik, atau ajakan dari teman untuk mencari kesenangan di luar sekolah. 

Setelah niat terbentuk, siswa mulai mencari celah dan kesempatan untuk keluar, seperti memanfaatkan jam istirahat, pergantian pelajaran, atau situasi ketika guru tidak mengawasi dengan ketat. Beberapa siswa memilih menyelinap diam-diam melalui pagar atau gerbang, sementara yang lain berpura-pura sakit agar bisa keluar dengan alasan yang lebih meyakinkan.

Setelah berhasil keluar, mereka biasanya pergi ke tempat-tempat seperti warung, taman, mall, atau sekadar berkumpul di suatu tempat untuk menghindari pelajaran. Ada yang kembali ke sekolah setelah beberapa jam, tetapi ada juga yang langsung pulang karena takut ketahuan. Jika ketahuan, siswa yang cabut bisa mendapatkan teguran, hukuman, atau bahkan panggilan orang tua.

Siswa yang melakukan cabut sekolah akan menghadapi berbagai sanksi yang bertujuan untuk mendisiplinkan mereka dan mengingatkan tentang pentingnya mengikuti aturan di sekolah. 

Salah satu sanksi yang sering diberikan adalah peringatan lisan atau tertulis. Peringatan ini biasanya diberikan kepada siswa yang baru pertama kali melanggar, sebagai upaya agar mereka menyadari kesalahan dan tidak mengulanginya. Peringatan tertulis juga bisa dijadikan bukti bahwa siswa sudah diberi teguran resmi oleh pihak sekolah.

Jika siswa terus-menerus melakukan pelanggaran, sanksi yang lebih tegas bisa diberikan, seperti melakukan tugas tambahan. Misalnya, siswa diminta untuk membersihkan ruang kelas, mengikuti kegiatan kebersihan, atau menyelesaikan tugas tertentu yang tidak ada kaitannya dengan materi pelajaran. Hal ini bertujuan agar siswa merasa ada konsekuensi langsung dari tindakan mereka dan memberi mereka kesempatan untuk memperbaiki sikap.

Sanksi yang lebih serius mungkin termasuk pemanggilan orang tua. Pihak sekolah dapat mengundang orang tua untuk berdiskusi mengenai perilaku anak mereka. Ini adalah upaya untuk melibatkan keluarga dalam proses pembinaan dan mencari solusi bersama agar siswa tidak terus melanggar aturan. 

Dalam beberapa kasus, sekolah juga dapat memberikan skorsing atau pengusiran sementara, di mana siswa tidak diperbolehkan mengikuti kegiatan sekolah untuk jangka waktu tertentu. Ini adalah langkah yang diambil jika tindakan cabut sudah menjadi kebiasaan dan tidak dapat dibiarkan begitu saja.

Selain itu, pencatatan dalam riwayat akademik siswa bisa menjadi dampak jangka panjang dari kebiasaan cabut yang berulang. Jika siswa terus melanggar aturan, hal ini dapat tercatat dalam rekam jejak akademik mereka dan mempengaruhi penilaian terhadap kedisiplinan mereka.

Sebagai tambahan, sekolah dapat menyediakan layanan konseling atau penyuluhan untuk membantu siswa memahami akar masalah dari kebiasaan cabut mereka, seperti masalah pribadi atau tekanan sosial. Melalui proses ini, diharapkan siswa dapat menemukan solusi yang lebih positif dan kembali fokus dalam belajar.

Secara keseluruhan, sanksi-sanksi yang diberikan bertujuan tidak hanya untuk menghukum, tetapi juga untuk memberi pembelajaran agar siswa lebih bertanggung jawab terhadap tindakan mereka dan menghindari kebiasaan cabut yang bisa berdampak negatif pada masa depan mereka.

Cabut sekolah dapat memengaruhi karakter siswa dalam berbagai cara. Salah satunya adalah menurunnya kedisiplinan. Siswa yang sering cabut cenderung tidak menghargai aturan dan lebih memilih mengikuti keinginan pribadi tanpa mempertimbangkan konsekuensinya. Kebiasaan ini bisa berlanjut ke aspek lain dalam kehidupan mereka, seperti di rumah atau dalam pergaulan.

Selain itu, rasa tanggung jawab juga dapat berkurang. Siswa yang sering cabut tidak terbiasa menyelesaikan kewajiban mereka, seperti mengikuti pelajaran atau mengerjakan tugas. Mereka lebih cenderung menghindari hal-hal yang membutuhkan usaha dan komitmen, yang pada akhirnya memengaruhi prestasi akademik mereka.

Hubungan sosial juga bisa terpengaruh. Siswa yang sering cabut biasanya bergabung dengan teman-teman yang memiliki kebiasaan serupa. Hal ini dapat memperburuk perilaku mereka dan membawa mereka lebih dekat ke pergaulan yang kurang baik, seperti tawuran atau kebiasaan negatif lainnya.

Kebiasaan cabut juga bisa merusak kepercayaan diri siswa. Ketika mereka sering ketahuan melanggar aturan, mereka mungkin merasa malu dan cemas akan penilaian orang lain, baik dari guru, orang tua, maupun teman-teman. Ini bisa menyebabkan perasaan terisolasi dan menurunnya rasa percaya diri mereka.

Secara keseluruhan, kebiasaan cabut sekolah memiliki dampak yang cukup besar terhadap perkembangan karakter siswa. Jika dibiarkan terus-menerus, kebiasaan ini dapat menghalangi mereka untuk belajar menjadi pribadi yang lebih bertanggung jawab, disiplin, dan siap menghadapi tantangan hidup.

Beberapa ahli pendidikan dan psikologi telah mengemukakan pendapat mengenai fenomena cabut sekolah dan cara penanganannya. Menurut John Hattie, seorang ahli pendidikan asal Australia, kebiasaan cabut bisa disebabkan oleh kurangnya keterlibatan siswa dalam pembelajaran. 

Sementara itu, menurut Albert Bandura, seorang psikolog terkenal dengan teori pembelajaran sosialnya, cabut sering kali dipengaruhi oleh perilaku teman sebaya dan pengaruh sosial. Siswa yang terlibat dalam kelompok teman yang sering cabut cenderung mengikuti perilaku tersebut karena adanya norma sosial yang menganggap cabut sebagai hal yang wajar.

Penyebab cabut sekolah meliputi kurangnya minat terhadap pelajaran, pengaruh teman sebaya, dan masalah pribadi yang dialami siswa. Siswa yang merasa bosan atau tidak merasa dihargai di sekolah cenderung memilih untuk menghindari pelajaran.

 Sementara itu, resiko cabut termasuk menurunnya prestasi akademik, kerusakan kedisiplinan, dan pengaruh negatif pada hubungan sosial. Kebiasaan cabut dapat menghambat perkembangan siswa dan berdampak buruk pada masa depan mereka.

Sebagai penulis, saya melihat bahwa cabut  merupakan fenomena yang perlu mendapatkan perhatian lebih, karena berpotensi merusak masa depan siswa. Kebiasaan ini tidak hanya mencerminkan masalah dengan motivasi belajar, tetapi juga bisa menjadi tanda adanya masalah emosional atau sosial yang lebih dalam. 

Saya percaya bahwa penyebab utama dari cabut sering kali berkaitan dengan kurangnya keterlibatan siswa dalam pembelajaran dan pengaruh negatif dari lingkungan sosial mereka.

Di sisi lain, saya juga memahami bahwa sebagai siswa, mereka terkadang membutuhkan ruang untuk diri mereka sendiri, terutama jika mereka merasa tidak dihargai atau tertekan oleh tuntutan sekolah. Namun, tindakan melarikan diri dari masalah dengan cara cabut bukanlah solusi yang sehat. 

Saya percaya bahwa penting untuk menyoroti perlunya pendekatan yang lebih menyeluruh dari pihak sekolah dan orang tua untuk memberikan dukungan yang memadai, baik dari segi emosional, sosial, maupun pendidikan, agar siswa bisa mengatasi tantangan mereka dengan cara yang lebih positif.

Saran saya sebagai penulis adalah agar sekolah dan orang tua bekerja sama lebih aktif dalam mengatasi masalah cabut sekolah. Pembelajaran yang menarik dan relevan sangat penting untuk meningkatkan motivasi siswa.

Sekolah sebaiknya tidak hanya fokus pada materi akademik, tetapi juga pada kesejahteraan emosional siswa, dengan memberikan ruang bagi mereka untuk berbicara dan mengungkapkan perasaan. Selain itu, penting untuk menciptakan lingkungan yang mendukung, di mana siswa merasa dihargai dan termotivasi untuk berpartisipasi.

Saran dari kepala sekolah adalah untuk mengembangkan kebijakan yang lebih berfokus pada pencegahan dan pemberdayaan siswa, bukan hanya pada sanksi. Menyediakan konseling, program pengembangan karakter, dan kegiatan ekstrakurikuler yang menarik bisa menjadi solusi untuk mengurangi kebiasaan cabut.

 Kepala sekolah juga bisa mendorong para guru untuk lebih memperhatikan kebutuhan individual siswa dan menciptakan metode pengajaran yang lebih menarik dan sesuai dengan minat mereka.

Saran dari ahli pendidikan adalah agar pendekatan terhadap siswa yang sering cabut dilakukan secara holistik. Berdasarkan pendapat ahli seperti John Hattie, keterlibatan aktif siswa dalam pembelajaran adalah kunci untuk mencegah cabut.

 Oleh karena itu, guru dan sekolah perlu menciptakan lingkungan yang tidak hanya fokus pada prestasi akademik, tetapi juga pada pengembangan sosial dan emosional siswa.

 Para ahli juga menyarankan agar sekolah menjalin kerja sama dengan orang tua untuk memahami masalah yang mungkin dihadapi siswa di rumah dan memberikan dukungan secara bersama-sama.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun