Deputi Gubernur Bank Indonesia, Filianingsih Hendarta menyampaikan tiga hal seputar pembayaran lintas negara. Pertama, ekonomi digital dan ekosistem keuangan Indonesia maupun ASEAN menunjukkan tren positif dengan prospek ekonomi yang optimis, hal ini disambut baik melalui inisiatif Regional Payment Connectivity (RPC). Kedua, pembangunan konektivitas lintas negara di masa depan memiliki tantangan dan risiko, antara lain persepsi tarif mahal dan proses yang lama, tidak inklusif, dan kurang transparan. Sementara itu, pembayaran lintas negara menghadapi variasi regulasi, mode bisnis, proses, spesifikasi pembayaran di setiap negara. Ketiga, untuk mengatasi tantangan dan risiko pada poin kedua tersebut, lembaga pemerintah, otoritas terkait, dan pelaku industri pembayaran harus bersinergi. Otoritas harus berkomitmen mendukung strategi dan inisiatif keterkaitan ekonomi lintas negara. Di samping itu, pelaku industri harus siap menangkap peluang dan menciptakan inovasi baik pada produk dan layanan Cross-Border maupun struktur sistem pembayaran.
Adanya sistem pembayaran lintas negara ini bermanfaat bagi masyarakat ASEAN karena memudahkan mereka dalam beraktivitas dan mendukung menuju Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2025. Ada beberapa dampak positif yang Indonesia dapatkan dari sistem pembayaran baru ini, yaitu WNI tidak lagi harus menukar uang lagi di 4 negara ASEAN. Selain itu, pergi ke luar negeri hanya perlu scan QR code.
Bank Indonesia (BI) dan empat bank sentral ASEAN lainnya, yaitu Bank of Thailand, Bank Negara Malaysia, Monetary Authority of Singapore, dan Bank Sentral Filipina, bekerja sama membangun konektivitas pembayaran (ASEAN Payment Connectivity). ASEAN Payment Connectivity diluncurkan dengan tujuan menjadi pelopor dalam sistem pembayaran lintas negara yang sedang dikembangkan oleh anggota G20. Dalam hal ini, kelima bank sentral tersebut akan mendorong terciptanya konektivitas pembayaran di ASEAN.
Dalam integrasi pembayaran ASEAN ini, jika seseorang dari salah satu dari lima negara ASEAN tersebut ingin melakukan pembayaran, mereka hanya perlu memindai kode QR negara tujuan. Selanjutnya, penyelesaian transaksi dilakukan dengan menggunakan mata uang negara tujuan tersebut sehingga tidak diperlukan penghitungan nilai tukar ganda. Bahkan, sistem Quick Response Code Indonesia Standard (QRIS) untuk pembayaran antar negara telah diuji coba di Malaysia dan Thailand.
Saat ini, kerja sama pembayaran lintas negara dalam ASEAN hanya berlaku di lima negara. Namun, ada kemungkinan di masa depan negara-negara lain juga akan bergabung dalam kerja sama tersebut. Sistem pembayaran di negara-negara ASEAN ini memberikan banyak manfaat bagi masyarakat. Dengan menggunakan metode pembayaran ini, masyarakat dapat menikmati keuntungan seperti biaya transfer yang lebih rendah, penggunaan uang tunai yang lebih efisien, dan tidak perlu repot dengan penukaran mata uang asing.
Dengan demikian, untuk mencapai visi Masyarakat Ekonomi ASEAN 2025 yang terintegrasi di era digital, penting untuk memperkuat konektivitas sistem pembayaran sebagai pilar utama. Dalam era digital, sistem pembayaran yang kuat dan terhubung dengan baik di antara negara-negara ASEAN menjadi kunci untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan memfasilitasi perdagangan yang lancar antar negara anggota ASEAN. Penguatan konektivitas sistem pembayaran juga akan membantu meningkatkan inklusi keuangan di seluruh wilayah ASEAN, memungkinkan lebih banyak orang untuk mengakses layanan keuangan, seperti pembayaran digital dan pembiayaan mikro, yang dapat membantu meningkatkan daya beli dan kesejahteraan masyarakat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H