Namun, jika kita lihat kembali pembangunan yang hanya terpusat di Mandalika juga perlu kita soroti. Pembangunan terpusat seperti ini dapat memicu adanya hegemoni Mandalika sebagai pusat atraksi.Â
Yang dimaksud sebagai hegemoni disini adalah Kota Mandalika akan cenderung lebih menonjol atau dominan pembangunannya daripada daerah lain yang membuat daerah lain cenderung lebih tertinggal. Hal ini dapat menciptakan kecemburuan dalam masyarakat dan pemusatan ekonomi yang tidak merata di setiap daerah yang tentu saja berujung kembali ke masalah pemerataan.
Destruksi?
Dibalik sorotan ekonomi terus-menerus, terdapat banyak dampak sosial bagi masyarakat yang tergusur akibat pembangunan sirkuit Mandalika. Dilansir dari laporan Kompas.com, banyak masyarakat tergusur yang merasa kurang adil dalam hal ganti rugi finansial yang diberikan kepada mereka.Â
Hal ini karena dampak yang mereka rasakan tidak hanya dampak fisik berupa kehilangan aset rumah tempat tinggal, tetapi juga dampak mental atau psikis yang turut terguncang akibat penggusuran ini.
Mereka harus meninggalkan banyak memori dari rumah yang sudah sejak dahulu mereka tinggali. Bahkan, beberapa dari mereka mendapatkan ganti rugi yang mereka rasa tidak setimpal. Beberapa masyarakat memilih tetap bertahan walaupun pembangunan proyek sirkuit ini sudah dilakukan.Â
Hal ini perlu lebih diperhatikan di setiap pembanguanan yang melibatkan penngambil alihan lahan masyarakat. Namun, sayangnya, sisi inilah yang justru krisis atensi dari pemerintah dan masyarakat.
Jadi, apakah MotoGP Mandalika sebuah Destruksi atau Konstruksi?
Menurut penulis, memang dampak ekonomi yang ditimbulkan dari adanya event ini bukan hanya berdampak pada Mandalika saja tetapi juga seluruh daerah di Indonesia, terutama di bidang pariwisata yang sempat mati. Selain itu, eksistensi dari adanya event ini juga berdampak terhadap peningkatan branding dan image positif Indonesia di mata dunia.
Walaupun begitu, kita juga perlu menyoroti dampak tersmbunyi dari adanya pembangunan infrastruktur event ini yang hanya dirasakan oleh sebagian masyarakat di daerah tersebut. Minoritas bukan berarti tak digagas. Justru minoritaslah yang perlu mendapat atensi lebih keras terutama dari pemerintah itu sendiri.Â
Hal ini perlu menjadi evaluasi bagi pembangunan yang akan dilakukan pemerintah kedepannya agar lebih memerhatikan masyarakat itu sendiri. Bagaimanapun juga, Indonesia adalah negara hukum, semua hal diatur dari rakyat untuk rakyat dan oleh rakyat tanpa terkecuali.