Mohon tunggu...
A Satria Pratama
A Satria Pratama Mohon Tunggu... Wiraswasta - Political Enthusiast

Penggemar kekuasaan, baik ketika dilihat sebagai konsep, guidance maupun predikat

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Ridwan Kamil Menuju 2024: Situasi-Situasi Politiknya

9 Desember 2021   09:06 Diperbarui: 9 Desember 2021   17:42 401
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto: (KOMPAS.com/DENDI RAMDHANI)

Ridwan Kamil, sebagaimana diketahui adalah tokoh politik yang sedang menjabat sebagai Gubernur Jawa Barat masa bakti 2018-2023. Namun demikian jika dilihat dari konteks politik, khususnya dimensi elektoral, Ridwan Kamil adalah salahsatu kandidat Presiden Republik Indonesia (RI) 2024 potensial. Adapun agar tidak kehilangan konteks, ada baiknya tulisan ini dibaca terlebih dulu. Juga tulisan ini.

Faktanya, nama Ridwan Kamil hampir selalu berkibar di 5 (lima) besar survei nasional Capres 2024. Terbaru, merujuk pada hasil temuan yang disampaikan oleh Lembaga Survei Indikator Politik Indonesia pada Minggu, 5 Desember 2021, elektabilitas Ridwan Kamil dalam simulasi 10 kandidat mencapai 6,2% dan oleh karenanya berada di peringkat ke-4 di bawah Prabowo Subianto, Ganjar Pranowo dan Anies Baswedan. Adapun sumbernya bisa dirujuk ke sini.

Dampaknya, Ridwan Kamil jadi berkepentingan untuk melakukan kalkulasi-kalkulasi tertentu untuk menghadapi situasi politik teraktual. Di satu sisi, elektabilitas yang diperoleh perlu sebaik-baiknya dimaksimakan karena tidak ada jaminan bahwa persentasenya akan stabil setinggi hari ini di kemudian hari (yang berarti potensi menjadi Presiden bisa lepas begitu saja). Tetapi di sisi lain, Ridwan Kamil juga tidak boleh gegabah dalam merumuskan strategi politik karena masih/akan berhadapan dengan situasi-situasi yang bukan hanya rumit, melainkan juga dilematis.

Tulisan ini lantas berupaya untuk mengulas situasi-situasi dilematis tersebut, baik yang sedang maupun akan dihadapi Ridwan Kamil jika benar-benar terpilih menjadi Capres, atau bahkan Presiden RI 2024.

Situasi Politik Ridwan Kamil

Pertama, dari sisi regulasi, khususnya mengenai aturan pencapresan terbaru. Draft terbaru RUU Pemilu, sebagaimana diketahui, mulai didisain agar Capres dan Cawapres (dan pejabat politik lainnya sampai tingkat tertentu) hanya bisa diakses oleh anggota partai politik peserta Pemilu. Situasi yang dialami oleh KH Ma'ruf Amin, yang terpilih menjadi Wakil Presiden pada 2019 tanpa menjadi anggota parpol, dengan demikian berpotensi tidak terjadi kembali.

Akibatnya, dengan asumsi bahwa RUU Pemilu tersebut akhirnya benar-benar digunakan untuk menjadi rujukan hukum bagi penyelenggaraan Pilpres, tidak ada jalan lain bagi Ridwan Kamil untuk bisa maju Capres selain menjadi anggota parpol terlebih dulu.

Masalahnya, hampir semua parpol yang memiliki kursi di parlemen telah memiliki Capresnya masing-masing. Tentu, para parpol tersebut akan terlebih dulu mengajukan kadernya. Ridwan Kamil, dengan demikian jadi menghadapi situasi sulit pertamanya : mencari parpol yang bersedia mengusungnya, meski sebenarnya, para parpol tersebut sudah memiliki Capresnya sendiri.

Kedua, dari tingkat Pemilunya. Situasi selanjutnya adalah munculnya 2 (dua) pilihan bagi Ridwan Kamil untuk berkontestasi; mencalonkan diri menjadi Capres pada 2024 atau mencalonkan diri kembali pada Pemilihan Gubernur (Pilgub) Jabar 2023. Adapun di kedua tingkat tersebut, Ridwan Kamil sebenarnya sama-sama memperoleh elektabilitas yang baik. Bedanya, di tingkat PilGub, elektabilitas Ridwan Kamil konsisten berada di 3 (tiga) besar dan bahkan hampir selalu menjadi nomor satu. Sementara di tingkat nasional, elektabilitasnya masih berkisar di 5 (lima) besar.

Padahal, Pilpres di Indonesia masih (berpotensi) diselenggarakan di atas trasehold yang tinggi, yaitu 20-25 persen (jika aturan belum diubah) yang akan berdampak pada eliminasi terhadap begitu banyak kandidat. Jumlah paslon, dengan demikian, jadi harus dipertimbangkan secara seksama oleh kandidat dan tim sukses di belakangnya. Berarti, berada di peringkat 4 atau 5 dalam survei nasional justru menunjukkan bahwa posisi Ridwan Kamil sebagai (bakal) Capres belum benar-benar aman.

Pendek kata, pilihan untuk berkontestasi di 2 (dua) tingkat pemilu tersebut mendorong Ridwan Kamil untuk betul-betul mempertimbangkan untung-ruginya terlebih dulu. Di Jabar dulu (lagi) saja, dengan elektabilitas yang stabil di 3 besar sehingga potensi menangnya besar, atau agak nekat maju Capres padahal survei selama ini belum benar-benar melegakan. 

Ketiga, dari sistem plutokrasinya. Dalam sesi Fisipol Leadership Forum yang diselenggarakan oleh Fisipol UGM pada Kamis, 2 Desember 2021, Ridwan Kamil yang menjadi narasumber lantas secara jujur mengatakan bahwa ia belum memiliki cukup logistik untuk maju Pilpres dan baru bergantung pada elektabilitas.

Padahal, dalam pemilu di tingkat nasional, apalagi Pilpres, logistik tersebut merupakan "hal yang harus ada" sebagai konsekuensi dari masih plutokrat nya sistem politik elektoral kita. Plutokrat sendiri merupakan predikat bagi sistem politik yang hanya bisa diakses oleh orang-orang bermodal. Oleh karenanya, pernyataan bahwa Ridwan Kamil tidak memiliki cukup logistik untuk maju Pilpres justru bisa dimaknai sebagai "undangan" oleh para pemodal untuk "bergabung".

Di sinilah dilema tersebut muncul: siapkah Ridwan Kamil menjadi Presiden yang tetap memperjuangkan kepentingan rakyat, meski, kemungkinan besar, kampanyenya jadi dibiayai oleh aktor ekonomi yang bekerja di balik layar?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun