Mohon tunggu...
April Lia
April Lia Mohon Tunggu... Lainnya - Sesekali menulis, lebih sering membaca.

Penulis suka membaca kumpulan puisi karya Jokpin dan kumpulan cerpen Sir Arthur Conan Doyle.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Makan Bergizi Gratis, Soal Selera Anak dan Seruan "Bersyukur"

9 Januari 2025   12:21 Diperbarui: 9 Januari 2025   16:08 98
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tangkap layar PMBG di salah satu sekolah Indonesia (FB Pablo Escop).

Program Makan Bergizi Gratis (PMBG) sudah mulai berjalan sejak Senin (6/1) lalu. Namun, belum semua sekolah di daerah melaksanakan PMBG ini. Contohnya di Blitar, baik kota maupun kabupaten belum ada realisasinya.

Meskipun demikian, di grup Facebook warga setempat, sudah mulai ramai perbincangan tentang PMBG. Sebuah postingan seorang warga net tentang video seorang anak yang sedang dimintai pendapat mengenai makanan yang diberikan di sekolah mengundang komentar pro dan kontra terhadap kebijakan.

Banyak ditemui komentar warga net yang 'menasihati' untuk bersyukur dengan makanan yang diterimanya. Ada juga yang membanding-bandingkan zaman ia kecil dulu yang hanya makan dengan nasi dan lauk seadanya. Bahkan ada yang sampai mencela sang anak dengan kata kasar.

Tangkap layar komentar negatif warga net terhadap sang anak (Dokpri).
Tangkap layar komentar negatif warga net terhadap sang anak (Dokpri).

Meski sedikit, masih ada warga net yang menanggapi keluhan anak di video dengan nada positif, seperti memahami bahwa zaman sudah berubah, tidak semua anak memiliki selera yang sama, dan bukan berarti anak yang tidak suka masakan PMBG ialah anak yang tidak memiliki rasa syukur.

Tangkap layar komentar warga net (Dokpri).
Tangkap layar komentar warga net (Dokpri).

Bahkan ada pertanyaan yang muncul, mengapa menu di setiap sekolah berbeda? Hal ini menarik untuk dibahas lebih lanjut.

Sebenarnya, program makan bergizi gratis untuk siswa sekolah merupakan hal yang umum di beberapa Negara.

Contohnya saja di Korea Selatan. Di Korsel, program ini sudah berjalan sejak 1953 dan masih bertahan hingga sekarang.

Lantas apakah Korsel hanya berfokus pada makanan bergizi dan tidak peduli dengan selera anak?

Pemerintah Korsel memiliki peraturan yang jelas. Menu utama yang disediakan sebenarnya sederhana, seperti nasi, masakan berkuah, kimchi, dan dua atau tiga jenis lauk pendamping. Namun, agar siswa tidak bosan terkadang disediakan juga pilihan menu lain yang disesuaikan dengan selera anak-anak, seperti mi atau masakan barat.

A school lunch from Jeju Island (Jeju Special Self-Governing Provincial Office of Education) dari Park Jun-hee dalam koreaherald.com
A school lunch from Jeju Island (Jeju Special Self-Governing Provincial Office of Education) dari Park Jun-hee dalam koreaherald.com

Memangnya mi bergizi? Jangan khawatir, semua menu makanan yang diberikan untuk siswa sudah didasarkan oleh saran ahli gizi dan nutrisi yang ada di setiap sekolah.

Para orang tua siswa di Korsel juga tidak akan merasa cemas karena menu makanan di sekolah selalu dilaporkan kepada mereka. Selain itu, pencegahan terhadap keracunan makanan sudah dipersiapkan dengan matang.

Jangan samakan dengan Korsel dong! Mereka kan memang negara maju.

Justru karena Korsel merupakan Negara maju, kita bisa banyak belajar dari sana. Korsel bahkan menggelontorkan 7,53 triliun won atau lebih dari 83 triliun rupiah termasuk bahan makanan, biaya-biaya operasional, para staf dan ahli gizi, serta seluruh perlengkapan dan fasilitas yang diberikan pada 2022.

Tangkap layar PMBG di salah satu sekolah Indonesia (FB Pablo Escop).
Tangkap layar PMBG di salah satu sekolah Indonesia (FB Pablo Escop).

Berbeda dengan Korsel, Indonesia saat ini masih belum ada ketentuan jelas tentang menu apa saja yang harus ada atau tidak, serta berapa macam masakan yang wajib disediakan dalam PMBG. Itulah kenapa masih ada sekolah yang mendapat menu 'enak' tetapi ada juga sekolah yang mendapat menu 'kurang sedap' dan 'seadanya'.

Jadi, kembali lagi, jangan salahkan selera anak yang bermacam-macam dan langsung memvonis mereka sebagai anak yang tidak pandai bersyukur.

Anak yang kurang suka masakan PMBG barang kali karena tidak tersedianya ahli gizi dan nutrisi yang dilibatkan. Hal ini menyebabkan masakan yang dibuat asal-asalan dan tidak disesuaikan dengan kebutuhan nutrisi serta alergi setiap siswa.

Pemerintah dan pihak sekolah juga perlu berikan jaminan kepada orang tua agar tidak cemas dengan makanan yang dikonsumsi anak mereka di sekolah. Jangan malah dilarang untuk mendokumentasikan menu yang mereka dapat.

Pemantauan yang ketat terhadap kelayakan dan kebersihan bahan masakan, alat masak, hingga cara penyajian perlu dilakukan untuk mengurangi risiko keracunan.

Bahan bacaan:

https://m.koreaherald.com/article/3277049

https://www.sfic.go.kr/board/download.do?boardId=BBS_0000023&menuCd=DOM_000000109002000000&startPage=1&dataSid=57719&command=update&fileSid=84610#:~:text=In%20the%20five%20metropolitans%20and,not%20pay%20for%20the%20service.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun